Chapter 18

11.1K 979 48
                                    

"Dua hari lalu gue ketemu Ibu Niken di supermarket. Ibu Niken pasti udah cerita sama lo," ujar Nata sambil terkekeh. Ia melihat senyuman Aiden yang mengembang di layar ponselnya.

Beberapa saat yang lalu, Aiden menghubungi Nata melalui video call, sehingga saat ini wajah Aiden yang terlihat lelah memenuhi layar ponsel milik Nata.

"Ibu selalu cerita, Na. Begitu pula gue."

Nata merebahkan tubuhnya di kasur kamarnya. Saat ini waktu menunjukkan pukul delapan malam, belum lama sebelum Aiden menghubunginya ia baru selesai mandi setelah pulang dari liputan di Jakarta Pusat.

"Sibuk banget ya? Kemaren tumben nggak jawab chat gue."

"Sorry. Kemaren finalisasi strategi buat pencegahan kapal nelayan asing masuk kembali ke perairan Natuna. Alhamdulillah sih, Na, beberapa hari belakangan udah mulai mereda situasinya. Sejak selasa nggak ada Kapal China atau kapal asing lain yanf masuk ke wilayah kita."

Wajah Aiden terlihat menyesal saat ia menjelaskan alasan ia tidak menghubungi Nata kemarin.

Nata tersenyum setiap mendengar Aiden menceritakan kesehariannya. Aiden memang terlihat lelah. Namun, sisi lain ia juga terlihat puas dengan hasil kerjanya.

"Beberapa hari ini gue sama tim harus rajin mantau dan cari informasi, apa bener kapal asing emang udah nyerah dan nggak akan balik lagi atau ini cuman sekedar strategi mereka."

"Sepengintaian kamu—ceilah bahasa gue lebay banget!" Nata terkekeh sebelum melanjutkan ucapannya. "Menurut lo sama tim intelijensi gimana? Ini bagian dari startegi atau bukan?"

"Bukan. Mereka emang udah kapok. Soalnya kapal tempur udah turun, F16 punya AU juga udah turun, bahkan denjaka udah mulai gerak. Jadi kayaknya mereka mulai takut. Inshallah, Na. Gue disini cuman dua minggu, kalau emang keadaannya membaik kayak gini."

Nata mengangguk-anggukkan kepalanya, menandakan ia paham dengan ucapan Aiden.

"Ibu Niken tadi balik Jogja ya? Sebenernya tadi gue diajak ketemuan, tapi nggak bisa. Gue seharian di Jakpus."

"Yups. Ibu cuman nemenin Ayah ada tugas di Jakarta. Oh iya, gimana perkembangan kasus korupsi menpora yang waktu itu?"

"Gue belum update lagi sih kelanjutannya gimana. Soalnya, kemaren harusnya dua nama yang terlibat dari Partai Demokrasi Sejahtera dipanggil KPK, tapi sampe sore gue juga disana mereka nggak dateng. Harusnya hari ini ada panggilan kedua untuk mereka, tapi gue belum tau nih kali ini mereka dateng nggak. Sebenernya, gue kepo siapa dua nama itu."

"Emang bukan lo lagi yang pegang?"

Nata menggeleng. "Kan gue udah bilang. Gue liputan di Jakpus. KPK yang pegang Dani sama Mila."

Terlihat wajah Aiden keheranan saat Nata menyebutkan nama rekan kerjanya yang asing di telinga Aiden. "Siapa tuh Mila? Ini Dani Aldani kan yang lo maksud?"

"Iya, Syahrian Aldani temen lo di Bandung! Kalau Mila ... dia baru beberapa bulan di Media-Net. Lulusan UMN serpong."

Tiba-tiba Nata melihat di layar ponselnya ada seorang lelaki yang berdiri tepat di belakang tempat duduk Aiden saat ini. Ia melambai-lambaikan tangannya ke arah Nata.

"I-itu siapa? Orang, kan?" tanya Nata sedikit khawatir.

Aiden langsung menengok ke arah belakangnya. Nata melihat Aiden memukul lengan lelaki itu.

The Walk of Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang