Chapter 33

9.8K 952 15
                                    

Nata menggelung rambutnya tanpa menggunakan ikat rambut. Ia mengambil langkah cepat agar segera sampai di ruang presensi. Hari ini, Nata bangun kesiangan, sehingga membuatnya harus bersiap-siap dengan cepat. Bahkan, jarak antara apartemennya dan kantor bisa ditempuhnya dalam waktu 15 menit. Padahal, biasanya dari kawasan Pasar Mayestik ke Kuningan membutuhkan waktu sekitar 20 menit. Mungkin faktor jalanan yang tidak terlalu ramai, dikarenakan hari ini merupakan hari Sabtu.

Ibu jari tangan kanan Nata menempel di perekam sidik jari yang digunakan sebagai presensi kehadirannya. Tanpa Nata sadari, Rafi kini tengah berdiri di depan pintu sambil menatap ke arah Nata.

"Serenata, lo telat lima menit di liputan lapangan perdana setelah lo dikurung di studio," sindir Rafi seraya bersandar di pintu.

Nata memutar tubuhnya ragu sambil menghela napasnya panjang. "Gue kesiangan, Bang. Maaf," ujar Nata sambil tersenyum takut menatap Rafi.

"Ya udah, buruan. Sekarang langsung berangkat."

Bola mata Nata membelalak lebar. "Barang—"

"Udah gue siapin! Buruan!"

Nata mengangguk patuh dan segera mengikuti Rafi, berjalan menuju parkiran mobil. Dengan masih terdiam, Nata mengenakan seatbelt dan mencari posisi duduk senyaman mungkin, mengingat semalam ia kurang mendapatkan jam tidur. Semua itu dikarenakan, deadline pekerjaan Nata yang secara tiba-tiba dimajukan. Ditambah, keadaan hatinya yang sedang tidak baik-baik saja.

Sudah tiga hari ini Aiden tidak menghuhunginya sama sekali. Tidak pula terlintas dipikiran Nata untuk mengirimkan pesan pada Aiden terlebih dahulu. Nata masih merasa kesal dengan sikap Aiden. Seandainya saja, Aiden berusaha untuk menjelaskan pada Nata, bukan malah berkali-kali menyalahkan Raya di depan Nata, mungkin hari ini mereka akan bertemu.

"Lo kenapa? Tumben nggak ngoceh."

Nata menggeleng pelan.

"Lo sakit?"

Nata menggeleng lagi.

"Terus?"

"Nggak apa-apa. Cuman lagi capek aja," jelas Nata tanpa menoleh ke tempat Rafi sedikitpun. Nata masih senantiasa menatap jalanan luar yang terasa lenggang hari ini.

"Mas Gun kasih lo tugas apa semalem?"

"Artikel. Harusnya nanti malem gue baru kirim ke editor—Eh! malah maju jadi jam 2 pagi," ujar Nata dengan kesal.

"Kebelet apa dah, sih Gunawan!"

Tawa Nata sontak pecah mendengar ucapan Rafi yang menggelitik. Setidaknya pagi ini, ia bisa tertawa lepas dan membuat pikirannya melunak sejenak. Hanya sejenak. Dapat Nata pastikan, setelah ia kembali ke kamar tidurnya, Nata akan kembali memikirkan tentang Aiden lagi.

Sesampainya di tempat liputan pagi ini. Lebih tepatnya, di Pintu Air Manggarai. Nata turun terlebih dahulu untuk meninjau lokasi yang tepat untuknya melakukan siaran. Sementara Rafi mempersiapkan kamera yang dibawanya di dalam mobil.

Nata berjalan mondar-mandir di hingga mendekat ke Pintu Air Manggarai, guna mencari titik liputan yang tepat untuk ia melakukan live report. Dengan menggunakan earphone yang ada di telinganya, Nata menghubungi Rafi bahwa ia telah menemukan lokasi yang tepat, "Bang Rafi, ini gue di sebelah barat ya. Di deket truk yang ngangkut sampah," ujar Nata kepada Rafi via telepon.

Setelah mendapat jawaban bahwa Rafi akan menuju ke tempatnya saat ini, Nata pun segera mempersiapkan diri. Berulang kali Nata mencoba melatih kembali intonasi suaranya dan membaca teks yang ada di ponselnya.

"Nat! Kita cuman punya waktu 10 menit sebelum mulai live report!" seru Rafi sambil berjalan mendekat ke tempat Nata berdiri.

"Sorry banget ya, Bang, kalau gue kelamaan ninjau lokasinya," sesal Nata.

The Walk of Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang