"Papa, makan dulu yuk!"
Ardi menoleh ke arah pintu yang berada tak jauh di belakangnya. Di sana, Nata sedang berdiri sambil bersandar di daun pintu yang terbuka.
"Papa doang, Nat? Aiden enggak?" goda Ardi sambil merangkul Aiden dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.
Pagi tadi, Aiden mengantar dan menemani Nata untuk kembali ke rumah orang tuanya di Bekasi. Awalnya, Nata menolak tegas. Namun, setelah perdebatan sejak semalam, akhirnya Nata pun menuruti Aiden dan bersedia untuk diantar olehnya. Kini, dua lelaki yang saat ini berarti dalam hidupnya berjalan bersama mendekat ke arahnya.
Melihat pemandangan yang menurutnya menghangatkan hati, membuat Nata tersenyum. Selama Nata dan Ayu membantu Mamanya memasak makan siang di dapur, Papanya dan Aiden saling bertukar pikiran di halaman belakang. Ntah apa yang dua lelaki itu bicarakan, namun keberadaan keduanya di rumah ini sangat membuat Nata senang.
"Kenapa bengong?"
Nata mengerjapkan matanya berulang kali untuk mengembalikan kesadarannya. Aiden sudah berdiri di hadapannya sambil mengerutkan dahi.
Gelengan kepala Nata, dianggap Aiden sebagai jawaban bahwa Nata memang sedang memikirkan suatu hal yang tidak ingin dirinya ketahui. Tanpa berpikir panjang, Aiden menggandeng tangan kanan Nata dan mengajaknya masuk ke dalam.
Kini, mereka berlima duduk bersama di ruang makan keluarga. Aiden duduk tepat di samping Nata. Awalnya, mereka makan dengan diam tanpa ada obrolan sedikitpun. Hingga, akhirnya Ardi membuka pembicaraan terlebih dahulu.
"Aiden jadi berangkat ke Natuna lagi?"
Aiden mendongak menatap ke kedua orang tua Nata. Sebelum menjawab, Aiden terlebih dahulu menegak setengah gelas air putih untuk meringankan tenggorokannya. "Jadi, Om. Sudah telat hampir tiga minggu dari jadwal yang seharusnya. Kemungkinan, minggu depan saya berangkat ke Natuna lagi," jelas Aiden.
Mendengar penjelasan Aiden, Nata menundukan pandangannya dan fokus dengan makanan yang ada di piring. Pikiran Nata hanyut dan menerka-nerka, Berapa lama Aiden akan berada di sana?
"Ya... baguslah. Berarti kamu emang dibutuhin sama negara," sahut Ardi.
"Berapa lama Nak Aiden di sana?" Kini giliran Riana, Mama Nata menanyakan hal yang sedari tadi berputar di kepala Nata.
Aiden melirik ke tempat Nata duduk sejenak, sebelum menjawab pertanyaan dari Mama Nata. "Sekitar enam bulan," jawab Aiden ragu. Ia takut Nata tidak bisa menerima kepergiannya dan malah bertindak gegabah seperti Raya saat itu.
"Kamu belum cerita sama aku soal itu, Mas."
Aiden tersenyum takut, setelah mendengar ucapan Nata yang secara tiba-tiba. Ia memang belum menceritakan perihal kepergiannya ke Natuna kepada Nata karena suatu alasan. Namun, alasan tersebut bukan untuk membuat Nata sedih atau kecewa.
"Iya. Nanti ya... habis ini aku cerita," jawab Aiden lembut.
Ayu sebisa mungkin menahan tawanya setelah melihat ekspresi wajah Kakaknya yang kusut dan kesal. Lantas, Ayu berdiri sambil membawa beberapa piring kotor yang ada di atas meja. "Kayaknya aku mau cuci piring terus ke kamar duluan deh," ujarnya.
"Mama bantu deh, Yu." Seakan mengerti akan suasan hati anak tertuanya, Riana turut bangkit dan membantu Ayu untuk membawa piring kotor ke tempat cuci. "Kalian obrolin berdua ya, Nak," ujar Riana seraya mengusap rambut Nata pelan.
"Om, Tante. Saya boleh ajak Nana jalan-jalan sebentar?" tanya Aiden meminta izin pada kedua orang tua Nata.
Riana yang masih bisa mendengar ucapan Aiden langsung menjawab, "Boleh. Hati-hati ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Walk of Love (COMPLETED)
Literatura FemininaTidak ada yang dapat mengetahui perjalanan hidup kita. Seperti halnya, Serenata Renjana. Berawal pada saat Nata menolong anggota militer yang menjadi salah satu korban jatuhnya pesawat di Perairan Belitung. Setelah itu, Nata yang merupakan seorang j...