"Bang Rafi! Salah satu pesawat milik maskapai pemerintah jatuh di Perairan Belitung. Lo diminta segera mempersiapkan tim jurnalis untuk berangkat ke sana sekarang." Salah seorang redaktur tiba-tiba masuk ke ruang rapat dan berteriak tepat saat pintu ruangan dibukanya.
Semua orang yang kini berada di dalam ruangan menoleh ke arah sumber suara. Tidak ada satupun dari mereka yang bergeming.
Tim jurnalis dan cameraman sedang mengadakan rapat mingguan serta evaluasi. Namun, di tengah rapat salah seorang redaktur memberikan informasi yang membuat seluruh orang di ruangan tersebut terdiam dan saling menatap satu sama lain.
Rafi yang merupakan koordinator jurnalis mengucapkan terima kasih pada redaktur tersebut, "Thanks, Bro. Habis dari sini gue langsung ngadep Mas Gun," seru Rafi.
Rafi mengembuskan napasnya pelan dan menetralkan degup jantungnya. Lalu, Rafi mencoba membuka suara, "Gue tutup rapat mingguan kita kali ini. Untuk evaluasi bisa kita gabung sekalian di minggu depan," ujar Rafi.
Setelah itu, Rafi membuka buku catatannya yang berisi jadwal seluruh jurnalis pada minggu ini. "Di sini yang jadwal liputannya nggak padet ada Nata, Rion, sama Valen. Nah, kalian bisa ikut gue ke Belitung. Gue harap kalian bertiga segera bersiap, karena satu jam lagi kita harus udah kumpul di lobi. Terus, untuk tim kedua bakal gue susun setelah gue ada di sana, kalian semua siap-siap aja, siapa tau dalam tiga hari ke depan nama kalian masuk list tim kedua," ujar Rafi dengan tegas.
"Siap, Bang!" sahut beberapa tim jurnalis.
Beberapa dari mereka langsung meninggalkan ruang rapat, sedangkan Dani yang merupakan salah satu anggota tim cameraman lapangan mendekati tiga nama rekannya yang akan melaksanakan liputan di Belitung.
"Good luck, Guys!" seru Dani pada Nata, Rion, dan Valen yang langsung berkumpul di dekat Rafi.
Rion mengangguk. Ia melompat-lompat seperti anak kecil kegirangan. "Dah lama banget gue nggak liputan ke luar kota," ujar Rion.
"Iya juga ya? Secara, liputan lo beberapa minggu terakhir kan cuman sebatas Jaksel!" cibir Nata.
Rion hanya terkekeh ringan mendengar cibiran Nata.
"Gue titip Nata, aset Media-Net, nih!" Dani meraih pundak Nata yang berada di sampingnya dan merangkulnya.
"Lo kira gue barang?" jawab Nata dengan nada ketus. Nata mencoba melepaskan rangkulan Dani dari pundaknya.
Valen mendekat ke tempat Dani berdiri. "Selagi ada Valen, Nata pun aman!" timpal Valen sembari menepuk dada kirinya dengan tangan kanan.
Dani tertawa mendengar jawaban Valen. "Jangan bikin sohib gue kesel ya lo!" Dani memperingatkan Valen agar tidak menganggu Nata, karena selama ini Valen kerap melontarkan godaan kepada Nata. "Bang! Gue pamit ke ruang wartawan dulu. Semangat Bang!"
"Semangat juga lo liputan Ancol!" sahut Rafi. "Gue titip anak-anak ya, Dan. Gue percaya lo bisa handle urusan di sini."
Rafi mempercayakan tugasnya pada Dani selama ia tidak ada di Jakarta. Dani memang ditunjuk oleh Rafi sebagai wakilnya, sehingga bila Rafi mendapat tugas di luar kota, Dani yang mengambil alih tugasnya.
Valen mendekat ke sebelah Rafi. "Bang, gue nggak balik rumah. Baju sama lainnya ada beberapa yang gue tinggal di loker," ujar Valen.
"Gue juga masih ada baju di loker kantor. Jadi gue nggak perlu balik kos. Gue langsung tunggu di lobby aja," timpal Rion.
Rafi mengangguk menyetujui ucapan Valen dan Rion. "Valen sama Rion bisa tunggu gue di lobby. Gue harus ke ruang pimpinan dulu," ujarnya.
"Nat, lo gimana?" Rafi mengalihkan tatapannya pada Nata.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Walk of Love (COMPLETED)
Chick-LitTidak ada yang dapat mengetahui perjalanan hidup kita. Seperti halnya, Serenata Renjana. Berawal pada saat Nata menolong anggota militer yang menjadi salah satu korban jatuhnya pesawat di Perairan Belitung. Setelah itu, Nata yang merupakan seorang j...