Now playing. IU - Blueming.
***
Kalau ada typo tolong diingetin.
Selamat membaca.***
Apa mulai sekarang, gue dan lo bisa berteman??
***
Ceklek.
Pintu terbuka. Terlihat seorang gadis yang duduk diam di ranjang rumah sakit. Tatapan matanya yang kosong mengarah ke jendela ruangan. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini?
"Zahra, boleh gue masuk??"
Zahra menoleh dan mendapati Arkan yang berdiri di ambang pintu ruang rawatnya sambil menenteng parcel buah.
"Masuk aja, Ar!"
Arkan melangkahkan kakinya memasuki ruangan serba putih. Parcel buah yang di tentengnya, diletakkan di atas nakas samping ranjang. Arkan mengambil kursi yang ada di dekatnya lalu mendudukinya.
"Lo ngapain di rumah sakit, Ar??" tanya Zahra dengan suaranya yang serak.
"Bunda lagi sakit, sedangkan adek gue udah balik ke rumah nenek di Jakarta."
"Oh. Bokap lo??"
"Masih di luar negeri." Zahra hanya mengangguk, tidak tau mau menjawab apa.
Arkan menatap Zahra yang tengah melamun. Ia menghela nafasnya lelah.
"Gue ngerasa gak berguna banget sebagai seorang temen!"
Zahra menoleh, "maksudnya??"
"Lo sakit, tapi gue gak tau apa-apa!"
Zahra tersenyum.
"Ya iya lah lo gak tau apa-apa, kan gak gue kasih tau!"
"Kenapa?"
"Kenapa?? Arkan, dengerin gue!" Arkan menoleh dan memfokuskan pandangan matanya kepada Zahra.
"Di dunia ini, ada beberapa hal yang harus kita simpan untuk diri sendiri dan ada juga yang perlu kita ceritakan pada orang lain. Bukan untuk apa-apa, hanya saja terkadang kita sebagai manusia itu perlu untuk didengar. Selain itu, apa yang kita rasakan dan kita ceritakan kepada orang lain, itu bisa menjadi inspirasi atau motivasi bagi mereka. Dan kita sebagai manusia juga gak bisa terus-terusan di dengar, adakalanya kita untuk mendengar cerita mereka."
Arkan menghembuskan nafasnya lelah.
"Tapi apa bener, menyembunyikan tentang penyakit yang serius dari keluarga sendiri??"
Zahra terdiam, tak mampu menjawab pertanyaan Arkan. Ia hanya menatap kosong ke arah Arkan.
"Ra, gue tanya sama lo sekarang. Apa sih definisi keluarga buat lo?? Kenapa lo sampai sembunyiin hal sepenting ini dari mereka?!"
Zahra masih terdiam, ia tak berniat menjawab pertanyaan dari Arkan.
"Ra apa definisi sahabat dan temen buat lo? Lo punya Ary dan juga Vara yang siap dengerin cerita lo! Gue kadang-kadang suka kepo soal kehidupan lo, makanya kadang gue tanyain sama Vara. Dia bilang, lo selalu menceritakan semua tentang masalah yang lo alami, tapi dia juga bilang kalo ada beberapa hal yang gak lo ceritakan ke Vara!"
Zahra menatap lekat-lekat mata Arkan.
"Seperti yang gue bilang tadi. Ada beberapa hal yang harus kita simpan untuk diri sendiri dan ada juga yang perlu kita ceritakan pada orang lain."
"Iya Ra gue ngerti. Tapi ini masalah penyakit, ini bukan perkara main-main, Ra!!" suara Arkan mulai meninggi.
"Gue juga tau, Ar!" air mata Zahra mulai menetes.
"Kalau gitu kenapa lo gak pernah ada cerita sama keluarga lo??" Arkan memelankan suaranya saat melihat air mata di pipi Zahra.
Zahra menggeleng, air matanya turun semakin deras.
"Gue juga gak tau kalo ada sel kanker yang menggerogoti tubuh gue!"
"Lo bener-bener gak tau?"
Zahra menggeleng, "memang selama satu minggu terakhir ini, gue selalu bangun di tengah malam dan mengalami batuk-batuk yang disertai darah. Ya gue pikir itu cuma batuk biasa, tapi ternyata bukan."
Arkan menatap nanar kepada Zahra, masih tidak percaya bahwa gadis di depannya ini memiliki penyakit yang serius.
"Ra, lo kuat, gue yakin lo bisa lewati ini semua!!"
"Memberikan ucapan semangat memang gampang, Ar. Tapi, pernah gak sih lo mikir, betapa sulitnya ada di posisi ini??"
"Ra, lo tau kan kalo perjuangan itu gak ada yang gampang?"
Zahra mengangguk.
"Kalau gitu, lo gak boleh bilang kalau ini itu sulit. Ada gue, bang Ando dan bokap lo yang selalu siap buat nemenin lo."
"Thanks, Ar." ucap Zahra lalu tersenyum.
Arkan mengangguk lalu mengacak lembut rambut Zahra.
***
"Dingin begini kok makan es krim?!" sindir Ary kepada Kiran.
"Lah lo ngapain ikut-ikutan beli es krim dah??"
"Pengen aja!"
Setelah puas berkeliling di minimarket dan berdebat tak jelas, Ary dan Kiran memutuskan untuk mampir ke Cafe yang tak jauh dari minimarket. Mereka memesan es krim untuk mengusir rasa bosan sambil menunggu hujan reda.
"Zahra mana?"
"Ngapain nanya-nanya Zahra?" Ary bertanya dengan nada yang tidak santai.
"Ditanya malah balik nanya! Emang kenapa kalau gue nanyain Zahra? Ga boleh?"
"Ga!!"
"Ishhh. Biasanya kan lo nempel banget sama Zahra, kayak lem!"
"Gak tau sih, dari semalem Zahra susah banget dihubungi." ucap Ary sambil mengecek handphonenya.
"Lo berdua berantem??"
"Ya nggak lah. Emang ngapain berantem?"
"Ya kali aja lagi ada masalah!"
"Sok tau!!"
"Hhh ya udah deh terserah lo aja! Ngomong sama lo gak ada kelarnya."
Hening. Tidak ada yang membuka suaranya, keduanya sama-sama terdiam, mencoba menikmati sisa-sisa es krim dan suara rintik hujan yang mulai reda.
"Ohh iya. Btw kita belum sempet kenalan waktu itu, tau-tau udah ngobrol gitu aja kek udah kenal." ucap Ary memecah keheningan.
"Perlu kah??" Ary memutar bola matanya malas, kemudian mengangguk.
"Katanya kalau tak kenal maka tak sayang."
"Gitu?" Ary mengangguk. "Kalau gitu, kenalin gue Kiran." ucap Kiran sambil mengulurkan tangannya.
"Gue Ary."
Mereka saling berjabat tangan dan untuk beberapa saat pandangan mereka saling terpaku. Hingga akhirnya Kiran tersadar, buru-buru Kiran mengalihkan tatapan matanya. Kiran hendak melepaskan jabatan tangan mereka, tapi Ary menahannya dan menariknya mendekati bibir Ary. Dan....
Cup.
Mata Kiran membulat sempurna ketika bibir Ary mendarat di punggung tangannya.
"Apa mulai sekarang, gue dan lo bisa berteman??"
***
#HaiHai
Huhuu baru up sekarang😭
Maapken aku, kemarin satu minggu lagi PTS jadi aku tahan diri supaya gak buka Wattpad.Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya. See you next part.
Love
HarlinaPutri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer
Teen FictionCover by : @nidahfzh_ Seorang anak kecil bergaun putih susu itu berjalan mendekati sahabatnya yang tengah duduk di tepi danau sambil memandangi bintang. "Kamu masih suka bintang?" tanyanya kepada sahabatnya. "Sampai kapanpun aku akan selalu suka sam...