"Tentang awal dan akhir. Jika nanti akhir akan menjadi awal dan awal akan menjadi akhir. Aku lebih memilih untuk tidak menghadapi keduanya. Karena bukan tentang siapa yang datang, tapi tentang siapa yang tetap setia pada perasaannya"
-----------Damien tertawa melihat Ano yang mulai terkulai lemas, darah yang menyucur dari luka tusukan di perutnya membuat Ano semakin tak berdaya. Damien memandang Ano sambil tertawa terbahak-bahak, akhirnya ia bisa membalaskan dendamnya.
"Kenapa aku tidak melakukan ini dari dulu? Ternyata sangat mudah untuk menghabisimu. Tenanglah, sebentar lagi kau akan bertemu dengan ibumu" ucapnya dengan smirk yang menjijikkan.Ano hanya bisa menggeram marah, terlihat dari rahang dan pelipisnya yang mengeras, "K--kalau aku terlepas dari sini, ku pastikan kau akan mati di tanganku!" Geram Ano dengan napas yang tersenggal-senggal.
Ano mengalihkan pandangannya dan memandang ke arah Dimas, hatinya terasa panas setelah mengetahui jika Dimas menyimpan dendam padanya. Selama belasan tahun mereka bersahabat tapi ini yang ia dapatkan dari persahabatan itu.
"Aku sudah tak tahan mendengar celotehmu! Sudah saatnya kau pergi dari dunia ini" Damien meraih sebuah tongkat kayu dan berjalan mendekat ke arah Ano. Ano hanya menatap Damien dengan pasrah, ia sudah tak berdaya dan tenaganya tak lagi banyak. Jika saja ia tidak ditopang oleh anak buah Damien mungkin ia sudah terjatuh di lantai.
Rahang Damien mengeras dengan genggaman pada tongkat kayu yang begitu erat, ia memandang Ano dengan api amarah yang tak tersulut. Tanpa mengurung waktu ia melibaskan tongkat kayu itu ke perut Ano dengan sekuat tenaganya.
Semburan darah keluar dari mulut Ano, kedua matanya sayu dan tak lagi memancarkan ketangguhan. Damien semakin senang melihat Ano menderita, ia tertawa terbahak-bahak namun saat ia tertawa tiba-tiba seseorang memukul tengkuk lehernya dari belakang.
Bugh!
Damien tersentak, ia berhenti tertawa. Ia memegangi tengkung lehernya yang terasa sangat sakit karena dipukul dengan kuat secara tiba-tiba. Ia berbalik untuk melihat siapa yang telah memukulnya.
Wajahnya memerah saat mengetahui siapa yang telah memukulnya. "Jangan sakiti putraku!" Setelah orang itu berteriak di hadapan wajah Damien, ia kembali memukul Damien dengan tongkat besi dan melibaskan tongkat itu ke kepala Damien.
"Sudah cukup aku melihat putraku kau sakiti! Semua hutangku akan ku bayar! Aku muak menjadi anak buahmu! Aku muak harus melakukan apa yang kau suruh hanya demi melunasi hutangku!"
Damien memejamkan kedua matanya sambil berusaha menyeimbangkan tubuhnya karena ia mulai sempoyongan akibat pukulan itu, "Bukankah kita sudah sepakat bahwa ia akan menjadi targetku selanjutnya? Bukankah kesepakatan kita bahwa aku dan kau akan menghabisi anakmu ini, dengan imbalan hutangmu lunas dan kau akan terbebas dari semua tugasmu sebagai anak buahku?!!!" Teriak Damien di hadapan orang itu.
Setetes air mata jatuh membasahi pipi pria yang telah memukul Damien. Dia adalah Sisco anak buah yang selalu dibawa Damien kemana-mana. "Aku adalah ayah yang buruk. Aku menjual putraku demi kebebasanku sendiri" ia menjeda kalimatnya dam menarik napas dengan dalam, "Lebih baik aku mati secara sadis dibandingkan harus melihat anakku sendiri mati karena ulahku!"
Sisco menatap ke arah Ano, air matanya semakin jatuh begitu banyak melihat putranya tengah menderita. Ia mengepalkan tangannya dan semakin mengeratkan genggamannya pada tongkat besi yang ia genggam. Ia kembali memukul kepala Damien hingga bocor dan berdarah.
"Aku akan menghabisimu!" Tak tinggal diam, beberapa anak buah Damien menyerang Sisco dari segala penjuru. Sisco ahli dalam bela diri, ia membalas semua serangan itu dengan telak. Kedua anak buah Damien yang menopang Ano ikut menyerang Sisco dan melepaskan Ano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penghujung Rasa [END]
Fiksi RemajaApakah salah jika aku bukan gadis yang cantik? Apakah di dunia ini yang diutamakan hanya mereka yang berparas cantik dan good looking? Sementara yang jelek? Menjadi bawahan dari mereka yang berparas cantik. Yang jelek akan dihina, dibuli dan diterta...