Or ... was that all just a dream?
Gue membuka mata perlahan, beradaptasi dengan cahaya mentari pagi yang masuk melalui celah-celah gorden. Melakukan perenggangan sebentar sebelum pergi ke kamar mandi.
'Bangun tidur, ku terus mandi' sudah ter-program di diri gue sejak awal kuliah, sekali pun di hari minggu, program ini terus berlangsung.
Setelah ngerapiin di kamar pak Taeyong, gue mutusin keluar untuk mencari dia, yang ternyata lagi duduk di sofa dan kebetulan lagi noleh ke arah gue.
"Good morning," sapa dia dengan senyum termanis yang pernah gue liat selama kami tinggal satu rumah. Lebih manis dari momen kedatangan Ibu waktu itu.
Gue berusaha memendam jiwa melebur yang meronta-ronta. Rasanya mau teriak, tapi timbulnya bakal malu-maluin. "M-morning, Pak."
Seketika muka senyum manisnya itu luntur, dia memasang wajah nggak suka dengan sedikit mencebik bibir bawah lalu memiringkan kepalanya, seolah menyuruh gue untuk mendekat.
"K-Kenapa, Pak?"
Dia beralih mendongak ke arah gue setelah nutup laptop dia dan ngelepas kacamata, kemudian hal yang bikin jiwa melebur gue meronta-ronta, terjadi.
Pak Taeyong menarik gue sampe berdiri tepat di depan dia lalu ngelingkerin kedua tangannya di pinggang gue.
"Taeyong. Panggil saya Taeyong."
Sumpah, ya! Tiap pergerakan yang pak Taeyong lakuin ke gue sekarang ber-damage parah!
Gue juga baru sadar kalo akhir-akhir ini dia udah nggak pake nada dingin atau pasang muka datar lagi, lebih sering ke nada lembut dengan ekspresi adem. Gimana gue nggak melebur coba?! ಥ‿ಥ
"T-Tapi ... Aku nggak biasa panggil orang yang lebih tua dari aku paka nama doang. Apalagi bapak 'kan tua enam tahun dari aku." Gue mainin jemari gue bertumpu di bahu dia yang gue pergunakan untuk menumpu badan, menetralisir salting gue.
"Hmm... panggil Om, boleh?"
Pertanyaan gue seketika mengukir senyum asimetris yang bisa gue tau jelas apa maknanya. "Silakan, tapi saya nggak jamin kalo ciuman aja cukup untuk saya nantinya."
Halah, pant*k! :')
"Nggak! Ralat! Maksud aku kakak, boleh?" tanya gue dengan sedikit hati-hati.
Pak Taeyong ngedengus geli dan ngangguk. "Oke. Di kampus juga gitu."
"Ish! Jangan dong, Pak! M-Maksud aku, Kak! Nanti dikira orang kita sekeluarga terus kalo nilai aku gede, mereka bilang kakak pilih kasih."
"Wajar dong kalo saya pilih kasih, mereka nggak se-special kamu di hidup saya."
Shit! Dibaperin pagi-pagi :')
"Kakak itu terkenal professional di kampus. Aku nggak mau cap itu luntur. Ini demi kebaikan kita, Kak."
Kita saling tatap untuk beberapa saat, sampe akhirnya dia tersenyum dan ngangguk lagi. "Ya sudah. Tapi cium dulu."
"Ih?! Apaan sih?!"
"Sekarang."
"Ish! Kak Taeyong! Masih pagi tau!"
"Emangnya kiss itu cuma boleh dilakuin di malem hari? Terus kenapa ada istilah morning kiss?"
Oke, sifat dinginnya tergantikan dengan sifat menjengkelkan sekarang. :)
"Itu buat suami-istri, tau."
"Sudah lebih dari dua bulan kita tinggal satu atap. Kamu rawat saya, kamu masakin saya, selayaknya seorang istri. Dan saya suaminya. Saya kerja, saya kasih kamu uang untuk belanja, untuk jajan, untuk pakaian kamu. Kurang image suami-istri apalagi coba? Atau apa perlu saya lamar kamu sekaㅡ"
![](https://img.wattpad.com/cover/239089840-288-k550248.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lecture [✔️]
Fanfiction🔞 Sebagai anak dari donatur terbesar universitas, tidak ada dosen yang berani memarahi Nana, kecuali Lee Taeyong- the killer docent. Nana pun berencana mengerjai dosen tersebut, ia berhasil melakukannya sekaligus berhasil mengantarkannya pada awal...