𝟐.𝟖

716 70 12
                                    

"Kamu mau makan apa? Aku beliin."

"Aku mau kamu cerita apa yang kamu tau."

Jaemin diam sejenak dengan mata yang masih lurus ke arah gue, lalu akhirnya menghela napas. "Sudah terlalu banyak fakta yang terkuak hari ini, aku nggak mau kamu stresㅡ"

"Justru itu aku mau tau semuanya. Dengan begitu, aku bisa lebih tenang dan yakin kalo aku berdiri di pihak yang bener!" sela gue dengan nada tinggi.

Setelah kunjungan tadi, Jaemin mutusin untuk ngajak gue ke taman kota supaya gue bisa nenangin pikiran dan sengaja bawa gue ke sisi yang ada danaunya.

"Aku, kak Joy, dan Yeri satu SMA. Waktu itu kak Joy ngajak kita main ke rumah kamu. Itu saat kita ketemu pertama kalinya dan di saat itu juga ... aku suka kamu."

Sorot mata gue sontak melemah. Serius, gue aja nggak inget pernah ketemu Jaemin waktu itu.

"Aku bilang ke kak Joy, tapi dia bilang aku nggak akan bisa milikin kamu karena posisinya kamu sudah dijanjiin jadi menantu dari rekan bisnis Ayah kamu."

"Tapi suatau hari, kak Joy ngabarin aku dan bentuk sebuah rencana. Aku ikut serta, tapi ini bukan berarti karena aku maksain rasa suka aku ke kamu. Lebih tepatnya, aku nggak suka kamu dijadiin alat oleh Ayah kamu sendiri."

"Yeri bergabung juga. Tapi ternyata tujuan dia itu untuk ngehancurin hubungan kamu dan keluarga kamu. Karena pertama Ibunya yang meninggal setelah dihamili Ayah kamu dan kedua, Taeyong yang dijodohin sama kamu."

Jaemin menghela napas panjang, lalu tangannya mengusap rambut gue dengan lembut.

"Walaupun aku suka kamu, tapi aku nggak akan gelap mata. Kalopun bener kamu sudah di lamar Taeyong dan kalian memang punya perasaan yang kuat antara satu sama lain, aku bakal ngerelain kamu. Karena sekali lagi, aku ikut rencana kak Joy bukan karena ego, tapi demi harga diri kamu."

Jaemin ngangkat dagu gue dan disaat kita bertemu pandang, dia tersenyum teduh. "Makanya kamu coba dengerin penjelasan Taeyong dulu, ya? Aku paham itu bakal nyakitin tapi ada baiknya kamu tahu kebenarannya."

Gue nggak bisa tahan air mata gue lagi. Akhirnya gue meluk Jaemin dan nangis sejadinya. Gue merasa bersalah banget pada diri gue dan orang-orang di sekitar gue. Terutama Jaemin.

"Apa yang ngebuat kamu selapang dada ini?" tanya gue di sela isakan, lalu Jaemin mengeratkan pelukannya.

"Cinta nggak harus memiliki, Na. Kalo pun bukan yang kita harepin, aku yakin Tuhan sudah nyiapin yang jauh lebih baik," ucapnya pelan, ngebuat hati gue terasa begitu sakit.

Apa itu berarti gue harus ngerelain kak Taeyong juga? Mengingat hidup gue begitu kacau sejak kehadirannya.

"Jangan mikir yang nggak-nggak," lanjut Jaemin, lalu ngangkat dagu gue lagi.

"Kamu dan Taeyong itu saling menginginkan. Aku yakin, kalian memang ditakdirin untuk bersama. Bahkan aku yakin hati kecil kamu sendiri nggak sanggup ninggalin dia kayak sekarang 'kan?"

Lagi-lagi Jaemin bisa nebak perasaan gue, dan gue cuma bisa ngangguk pasrah.

"Kalo gitu temuin dong!"

"Nggak bisa, aku masih mau fokus sama skripsi aku."

"Ya sudah, ayo kita selesaiin hari ini juga."

Jaemin bangkit lebih dahulu dan ngulurin tangannya ke gue. Senyum hangatnya memberi gue semangat. Gue pun menerima uluran tangannya dan kita langsung balik ke kosan gue.




🌹🌹🌹



"GUE BAKALAN SIDANG TAHUN DEPAN, QI!" pekik gue dan berhasil narik atensi anak-anak yang ada di koridor.

Lecture [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang