𝟏.𝟗

748 90 5
                                    

"Ayo, sini."



Jaemin narik tangan gue sepihak. Gue yang nggak tau harus ngerespon apa cuma bisa ngikutin dia.



Kami masuk mobil dan berkendara beberapa menit sampe akhirnya tiba di restoran terdekat.



"Kamu ada janjian sama klien?" Gue tanya begini karena Jaemin selalu ngajak gue keluar tiap kali ada urusan kerja.



"Nggak. Cuma mau ngajak makan siang di luar aja. Seminggu lebih kita nggak berduaan kayak ini."



That's right. Setelah kejadian itu, gue sama Jaemin sempet jadi strangers selama semingguan. Baru tiga hari yang lalu kita ngobrol lagi, dia duluan yang negur.



Kalo aja cap itu nggak ada, mungkin hubungan kami berdua sudah seserius itu. Yaiyalah, secakep dan setajir kayak dia ditolak?!



Cuma ya ... mau gimana lagi? Gue bener-bener nggak mau ada korban lagi dari nasib sial ini.



"Mau pesan apa mas, mbak?"



Jaemin ngelirik gue, ngode biar gue mesen terlebih dahulu.



"Strawberry gelato aja. Aku belum laper."



Jaemin ngangguk lalu natap mbaknya. "Kopi pahitnya satu."



"Sengaja pesen pahit biar nggak di katain serakah ya, Mas?" goda mbak itu seraya nyatet pesenan kami.



"Iya. Nanti pabrik gula pada bangkrut karena kalah manis sama aku."



Ya ... beginilah tingkat percaya diri seorang Na Jaemin.



"Tapi," dia natap gue, "yang lagi duduk di depan aku jauh lebih manis, 'kan?"



Dan S3 penggombalan yang dia tekuni.



Mbak itu ketawa pelan dan ngangguk setuju dengan gombalan Jaemin, sebelum melenggang pergi.



"Kamu yakin belum mau makan siang? Ini hampir jam 1 lho."



"Perutnya belum laper, Jaem. Kamu sendiri kenapa nggak pesen makan?"



"Karena kamu belum mau makan."



"Lah? Kok gitu?"



"Lelaki yang baik itu harus bisa nyeimbangin tindakan perempuannya."



"Masa?"



"Iya."



"Tau dari mana ada quotes gitu?"



"Buat sendiri lah."



"Nggak bisa gitu dong."



"Terserah orang ganteng lah."



Paket combo yang terdiri dari ngardus dan pede tingkat nau'dzubillah. Nyerah gue kalo harus berhadapan sama sifat dia satu ini.



Tapi kalo diinget-inget, udah lama kami nggak adu bacot gini. Cukup ngasih gue kesimpulan kalo hubungan kita baik-baik aja.



"Sebenernya ... aku mau ngomong tentang tempo hari, Na."



Seriously?! Kenapa harus dibahas lagi di saat gue baru aja mikir semuanya baik-baik aja?



Lecture [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang