ost nya lagu yang mellow, ya~
aku sih saranin End Of Day dari mendiang Jonghyun :(|I{•------» ❁ «------•}I|
"Kamu demam?"
Sebenernya begitu gue bangun dari tidur, badan gue emang sudah panas. Tapi karena gue lagi nggak mood untuk berinteraksi, jadi gue ngegeleng aja. Memperpendek urusan.
Tapi ternyata alibi gue nggak semudah itu dipercaya, dia justru narik pergelangan tangan gue sampe gue terduduk di sisi ranjang.
"Tunggu di sini," kata dia setelah nyentuh kening gue.
"Aku gapapa, Pak. Mungkin karena udara dingin." Alibi gue lagi, memanfaatkan situasi malem yang memang lagi hujan deres. Tapi dia nggak ngubris omongan gue, langsung aja menuju dapur dengan bantuan kursi rodanya.
Slasshh
DGAAARR
Gue cuma bisa nutupin kedua telinga kala suara dentuman dari langit itu seolah memekakkan telinga, sambil ngontrol napas supaya gue nggak kehilangan kendali.
Suasana ini mengingatkan gue dengan malam kematian Ayah.
Saat gue kecil, Ayah selalu nemenin gue tiap kali hujan deres kayak ini, mau itu siang ataupun malem. Selalu dia temenin sampe hujan bener-bener reda.
Sebenernya gue nggak takut sama hujannya, gue justru suka mandi hujan sama Ayah dan Jisung waktu kecil. Gue cuma takut sama petirnya. Gue yakin anak cewek 7 tahun pada umumnya juga begitu.
Di malam kematian Ayah, hujan turun dengan lebatnya, petir datang silih berganti dari berbagai arah. Gue berdiam diri di atas kasur sambil nutupin telinga gue dan ngatur napas, berusaha menguatkan diri. Kayak sekarang.
Tapi kemudian, lampu mati.
Tremor gue semakin parah, si kecil gue kalang-kabut nyari perlindungan. Sampe akhirnya gue masuk ke lemari baju, nangis dan neriakin Ayah supaya dia dateng dan nolongin gue.
Tapi tiba-tiba, pintu lemari terbuka dan gue ngeliatㅡ
Slaaash
"AAAAAA!!!"
Apa yang baru aja gue reka ulang di otak, terjadi. Gue refleks teriak kala lampu mati dan lagi-lagi, tremor gue mengambil alih.
Gue turun dari ranjang pak Taeyong dan merangkak mencari temat perlindungan dengan pengelihatan yang semuanya gelap. Tibalah gue di lemari baju pak Taeyong dan langsung masuk ke sana lalu memeluk lutut.
Tubuh gue gemeteran, entah itu karena demam atau ketakutan atau mungkin keduanya. Bibir gue nggak bisa ngeluarin suara apapun selain isakan.
Tolong Nana, Ayah... Tolong Nana...
Kilasan dari kecelakaan Ayah muncul lagi di pikiran gue. Gue menggertakkan gigi karena pergolakan emosi yang mulai meledak-ledak dan tangis yang sudah nggak bisa tertahan.
"Lo itu pembawa sial!"
"Lo cuma beban!"
"Lo pantes menyendiri!"
Lantas gue sandarin kening gue ke lutut dan mempererat pelukan. "Nana sudah nggak kuat lagi, Ayah..."
Kreeek
"Nana?!"
Gue sedikit ngangkat kepala untuk ngintip dari poni dan bisa gue liat separuh wajah pak Taeyong yang terkena lampu lentera lagi natap gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lecture [✔️]
Fanfiction🔞 Sebagai anak dari donatur terbesar universitas, tidak ada dosen yang berani memarahi Nana, kecuali Lee Taeyong- the killer docent. Nana pun berencana mengerjai dosen tersebut, ia berhasil melakukannya sekaligus berhasil mengantarkannya pada awal...