Sang surya baru memancarkan sinarnya untuk memberikan kehangatan bagi setiap manusia. Sementara di sana, di rumah bercat putih, air mata perpisahan luruh tak tertahankan."Ma, Alita pamit ya. Doakan Alita bisa membantu orang-orang di sana," ucap Alita saat berpamitan dengan sang Mama.
"Iya, Sayang. Inget janji kamu, hanya tiga bulan. Setelah itu biar Mama dan Papa yang akan mengatur semuanya," ucap Mama Maria saat Alita memeluknya.
Dari sini, Alita akan memulai kehidupannya untuk menjadi orang yang berguna. Menjadi orang yang hidupnya dapat digunakan dengan baik. Namun Alita tidak tahu, setelah ini akan ada badai apa di depan sana. Setidaknya sekarang dirinya merasakan bahagia atas impian yang akan segera terwujud.
Perjalanan menuju desa tempat dimana Alita mengabdikan diri cukup jauh dari tempat tinggalnya. Di perjalanan mata indah Alita mengamati pemandangan yang disugukan padanya. Tercetak senyum manis di wajahnya. Tak henti-henti Alita berdecak kagum atas ciptaan Tuhan yang sungguh menyejukkan pandang.
Saat di jalan sepi--jalanan pedesaan. Alita membuka kaca jendela mobil yang ia tumpangi, anak rambutnya melambai, matanya memajam, hidungnya menghidup udara segar khas pedesaan. Ah, segar sekali udaranya.
Tak terasa, perjalanan menggunakan mobil sudah digantikan dengan sepeda motor. Karena mobil hanya mampu sampai di kecamatan, sementara Alita, harus melanjutkan perjalanannya ke desa paling ujung di kecamatan tersebut.
Ada dua sepeda motor yang akan membawanya menuju desa di mana Alita akan menghabiskan waktu selama tiga bulan. Satu sepeda motor membawanya, sementara satunya lagi membawa koper dan sedikit barang bawaannya.
Waktu yang dibutuhkan sekitar 30 menit dari kota kecamatan. Alita berhenti di rumah pak RT. Di sana, bak RT dan bu RT sudah menunggunya. Kedatangan Alita di sambut senyum sumringah dari kedua orang itu.
"Alhamdulillah sudah sampai, Nduk. Bagaimana perjalanannya? Maaf kalau jalan ke sini cukup jauh dari kota," ucap Bu RT dan menghampiri Alita yang baru saja turun dari sepeda motor.
"Alhamdulillah, Bu. Enggak sebegitu parah dari yang Ibu bicarakan kemarin di telepon. Perjalanannya menyenangkan, apalagi udaranya masih sangat segar," ucap Alita menanggapi Bu RT dan berjalan mendekatinya.
"Ya sudah, ayo, Nak. Mari ke rumah yang akan kamu tinggali," ucap Pak RT dan berjalan menuju rumah yang akan ditempati Alita.
Alita sampai di sana pukul sepuluh pagi. Jadi Pak RT membawa Alita ke rumah yang akan ia huni jalan kaki, sebab tidak begitu jauh pula jaraknya dari rumah Pak Rt, kurang lebih 400m. Barang bawaan Alita dibawakan oleh warga yang memang disuruh oleh Pak RT. Jalan yang dilalui belum diaspal, masih bebatuan. Meski bebatuan, jalanannya tidak terjal dan masih wajar untuk ukuran pedesaan.
Alita melihat sekitar dengan wajah dihiasi senyum, Bu RT dan Pak RT pun ikut tersenyum. Mereka melewati area persawahan, sebelum menanjak ke rumah yang akan Alita huni. Perkampungan terpisahkan oleh sawah dan tempat berkebun beberapa warga.
Alita memandang hijaunya padi yang dua bulan ditanam, belum amat tinggi dan terlihat segar kala dipandang. Fokus Alita teralihkan, kala melihat satu pria tanggung dan satu orang anak perempuan bercanda di tengah sawah. Tanpa terganggu sinar mentari yang mulai menusuk kulit dengan kehangatannya.
Alita tersenyum, betapa bahagianya kehidupan di desa yang jauh dari udara kotor, jauh dari gedung-gedung pencakar langit, dan pastinya untuk mendapat bahagia hanya dengan cara sederhana.
Setelah persawahan, Alita melihat rumah-rumah penduduk. Rumahnya tidak serapat saat di kota, masih ada jarak antar rumah berupa petak tanah yang ditanami sayuran ataupun sebagai pelataran.
Di sana, banyak anak kecil yang bermain di pelataran rumahnya. Hampir tidak melihat anak kecil memang ponsel, Alita pun heran, apa di desa ini tidak ada signal, mengingat jaraknya yang cukup jauh dari perkotaan.
"Pak, saya lihat anak-anak di sini tidak ada yang memainkan ponsel. Apakah di desa ini kesulitan untuk mengakses internet?" tanya Alita tanpa menatap Pak Rt, justru terfokus melihat anak-anak yang sedang bermain.
"Tidak juga, Mba. Di sini kalau tidak hujan signalnya lancar, tetapi saat hujan terkadang sulit. Ini kebetulan saja, biasanya ada kok beberapa anak yang bermain ponsel, meski di desa pengaruh teknologi mulai meracuni kesederhaan yang ada." Alita mengangguk paham dan memaklumi bila sulit mendapat akses internet. Lagi pula dirinya tak memusingkan perihal akses internet, karena di sini dirinya tidak terlalu membutuhkan.
Di sana, di dekat persimpangan jalan, rumah bercat hijau yang perlahan memudar adalah rumah Alita selama di desa. Rumahnya cukup luas, terdiri dari ruang tamu, dua kamar tidur, ruang tengah dan dapur. Barang-barang Alita dibawa masuk dan diletakkan di ruang tengah.
"Ini listriknya masih bagus, Nduk. Akses air bersih juga lancar, rumah ini sudah dibersihkan oleh warga kampung. Jadi kamu tinggal menata barang-barang yang kamu bawa. Tapi maaf kalau nanti tempat tidurnya tidak seempuk yang di kota, di sini hanya ada kasur kapuk yang sedikit keras," tutur Bu RT.
"Tak apa, Bu. Alita bersyukur sudah diberikan tempat berteduh, ini lebih dari cukup, Bu."
Seusai mengantar, menaruh barang, dan sedikit berbincang. Warga, Bu Rt dan Pak Rt meninggalkan Alita sendirian agar bisa menata tempat dan istirahat kemudian. Alita bergegas menata tempat yang tiga bulan kedepan akan ia tinggali seorang diri.
Alita menuju kamar yang akan ditempatinya. Membuka jendela, ada pemandangan kebun warga yang terlihat. Sejuk dan asri. Alita tersenyum, membayangkan betapa bahagia hari-harinya nanti saat membantu warga sekitar.
Terima kasih Tuhan. Kau berikan kukesempatan untuk menikmati hidup yang tenang, jauh dari keramaian, dan lebih dekat dengan alam. Agar kubisa bersyukur dan tak merasa kurang. Sebab engkau telah memberikan semesta lengkap dengan kebutuhan yang diperlukan.
Terima kasih atas waktunya yang telah melanjutakan membaca ^^
Maaf baru sedikit kisah yang kuceritakan pada kalian :)
Semoga dimaafkan segala kesalahan dalam penulisa ^^
Serta jangan lupakan beri kritik dan saran 😘Salam aksara, salam kisah sederhana, salam bahagia dari Riana 🍁
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah yang (Mungkin) Indah [SELESAI]
General FictionApa yang penting dalam sebuah hubungan? Kepercayaan? Atau Kesetiaan? Yang paling penting dalam sebuah hubungan yang dilandasi cinta adalah sebuah restu orang tua. Boleh saling percaya dan setia, tapi tanpa restu orang tua? Apakah akan berjalan mu...