Bagian Dua Puluh Empat || Kejutan Semesta🍁

55 3 0
                                    

Semesta selalu memiliki rahasia yang seharusnya tak dibuka oleh manusia
Karena apapun yang disembunyikan semesta adalah kebaikan untuk manusia itu sendiri

Semesta selalu memiliki rahasia yang seharusnya tak dibuka oleh manusiaKarena apapun yang disembunyikan semesta adalah kebaikan untuk manusia itu sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Mas Pram," ucap lirih Ratna. Air matanya luruh dan bibirnya kelu untuk mengucapkan sesuatu.

Bapak Tama menatap tak suka pada Pram dan memeluk sang istri mencoba untuk menenangkannya.

"Sudah kuguda, ternyata firasatku benar adanya. Alita, mohon bawa pergi orang tuamu," pinta bapak Tama pada Alita.

Alita bingung, ia tak mengerti situasi yang sedang terjadi. Dirinya hanya diam, tak melakukan apa yang bapak Tama perintahkan.

Bapak Tama mencoba sabar dan berusaha meredam kemarahan yang bertahun-tahun ia pendam. "Pergilah, Pram. Aku tidak ingin menghabisimu di sini," ucap tegas bapak Tama.

"Sudah berani kau ternyata?" ejek Pram. "Seingatku dulu kau hanyalah pemuda tak tahu diri yang tak bisa melakukan apa-apa," sindir Pram.

"Kurang puas kamu, Pram?"

"Aku tak pernah puas untuk menghancurkanmu, karena kamu merebutnya dariku."

"Aku tak pernah merebutnya, dari awal kami saling mencinta, kamu saja yang menghacurkan semuanya, hingga hanya cinta yang kami punya. Sekarang apa kau berniat menghancurkan aku melewati anakmu itu? Sudah kuduga dari awal, dan ternyata benar." Bapak Tama dengan sabar menghadapi Pram. Ia memikirkan istrinya, ia tak mau menghajar seseorang dihadapan istrinya.

"Jadi anak kamu yang telah meracuni anakku? Pantas ia menolak dijodohkan dengan pria kaya dan memilih pria miskin. Ternyata dia anakmu," sinis Pram. "Bapak dan anak sama saja."

"Mas Pram, kumohon pergilah. Jangan ganggu kehidupan kami lagi. Sudah cukup apa yang kau lakukan dulu kepada kami," pinta ibu Tama dengan tangis air mata.

Sementara Maria, ia tertegun. Jadi ini alasannya aku tak bisa memilikimu seutuhnya.

"Ratna, apa kau tak menyesal meninggalkanku demi dia? Lihatlah hasilnya. Kau hidup miskin dan jauh dari kemewahan. Kasian sekali dirimu, Ratna, " ejek Pram. "Alita, lihat dia! Kau akan menjadi sepertinya bila menentang kemauan orang tua dan memilih cinta."

Bapak Tama kehabisan kesabarannya, cukup sudah. Ia menghampiri Pram dan melayangkan pukulan. Pram terhuyung ke belakang dan merasakan asin pada sudut bibirnya.

Pram tak tinggal diam, ia membalas pukulan dan menyebabkan sudut bibir bapak Tama juga mengeluarkan darah. "Sudah! Kumohon kalian pergi lah. Termasuk kamu Alita," ucap dingin ibu Tama. Kemudian ibu Tama jatuh dan tak sadarkan diri.

Tama baru saja pulang, ia terkejut karena mendengar keributan. Saat ia melihat apa yang terjadi, ibunya sudah tergeletak tak sadarkan diri. Tama langsung menghampiri sang ibu dan mendekapnya.

"Mayang, cepat ambil minyak angin!" teriak Tama ketakutan.

Mayang datang dan memberikan minyak angin namun sang ibu tetap tidak sadarkan diri. Alita dengan takut mendekati Tama dan ibunya yang tergeletak di lantai.

Tama membiarkan Alita memeriksa ibunya. Alita sedikit takut, ia ingin menjadi orang biasa saat ini juga. Ia tahu, ibu Tama memiliki riwayat penyakit jantung. Dannia juga tahu, bagaimana ciri-ciri orang yang terkena serangan jantung.

"Tam, maaf. Ibu sudah--" Belum selesai Alita berucap, Tama sudah memotongnya terlebih dulu. "Ibuku baik-baik saja," ucap Tama cepat.

"Kamu tidak bisa menyangkalnya, Tama. Kamu kuat, dan aku tahu kamu bisa menghadapinya," ucap Alita dan mendekap Tama.

Tama melepaskan dekapan Alita. "Pergi kalian! Jangan pernah menginjakkan kaki lagi di sini," teriak Tama penuh amarah.

Tama menangis dengan mendekap sang ibu. Alita menatap iba pada Tama. Namun ia tak bisa mendekatinya, sebab karena kesalahan masa lalu ia harus menerima diusir oleh Tama.

Alita dan kedua orang tuanya pergi. Bapak Tama dan kedua adiknya terdiam. Mereka tidak ingin menangis, melihat Tama menangis membuat mereka tak ingin meneteskan air mata. Jika mereka menangis, maka kesedihan Tama akan bertambah.

***

Sore itu, ibu Tama dimakamkan. Tama sudah tak menangis. Ia harus kuat demi kedua adiknya. Ia dirangkul oleh sang bapak. Kini mereka berdua harus akur. Karena tak ada lagi yang akan melerai pertengkaran mereka.

"Tama, kamu sudah dewasa. Kamu tahu mana yang baik untukmu. Bapak tidak akan ikut campur lagi. Bapak cuma mau bilang, pikirkan matang-matang."

Sang bapak pulang, mengajak Danu dan Mayang. Sementara Tama terdiam, menatap nisan dengan nanar. Ia kini sendirian, ia kehilangan sandaran. Ia kehilangan hal paling berharga dalam hidupnya.

"Bu, aku harus apa? Aku mencintainya, tapi aku pun membencinya. Bu, tolong bantu Tama menentukan pilihan," ucap Tama lalu mencium nisan sang ibunda.

Senja menyaksikan betapa rapuhnya Tama saat kehilangan ibunya. Kali ini keindahan semesta tak berhasil menghilangkan kesedihan pada manusia.

Kehilangan paling menyakitkan adalah terpisahkan oleh kematian. Yang pergi bisa kembali namun yang mati tak akan pernah hidup lagi.

Terima kasih atas waktunya yang telah melanjutakan membaca ^^Maaf baru sedikit kisah yang kuceritakan pada kalian :)Semoga dimaafkan segala kesalahan dalam penulisan ^^Serta jangan lupakan untuk memberi kritik dan saran 😘

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Terima kasih atas waktunya yang telah melanjutakan membaca ^^
Maaf baru sedikit kisah yang kuceritakan pada kalian :)
Semoga dimaafkan segala kesalahan dalam penulisan ^^
Serta jangan lupakan untuk memberi kritik dan saran 😘

Salam aksara, salam kisah sederhana, salam bahagia dari Riana 🍁

   

Kisah yang (Mungkin) Indah [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang