Bagian Dua Puluh Satu|| Petaka 🍁

19 1 0
                                    

Cinta itu suci
Datang tak dapat diduga
Perginya tak dapat dicegah
Dan jatuh kepada siapa
Kita tak pernah bisa menentukannya

Cinta itu suciDatang tak dapat didugaPerginya tak dapat dicegahDan jatuh kepada siapaKita tak pernah bisa menentukannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Mama minta kamu dandan yang cantik, ya. Jangan sampai malu-maluin loh." Maria memperingatkan Alita agar ia tak lupa, bahwa nanti yang datang bukan keluarga sembarang, tapi keluarga dengan kekayaan yang tak akan habis meski tujuh turunan.

"Ma, Alita masih lelah. Apa enggak bisa diundur saja?" Alita menatap Maria dengan memelas, sungguh ia lelah. Bukan hanya fisik, tetapi hatinya juga.

Wajah Maria yang awalnya tersenyum berubah mendung. "Sayang, mama enggak menerima penolakan. Ini cara udah diundur gara-gara kamu pergi ke desa. Dan sekarang minta diundur lagi? Dasar anak tidak tahu terima kasih."

"Ma, Alita benar-benar lelah. Dari kecil Alita selalu mengikuti apa yang mama dan papa mau. Alita kamu harus ini, Alita kamu harus itu. Apa pernah aku menolak?" Emosi dalam dirinya mulai mengambil alih akal sehatnya.

"Pernah mama tahu apa Alita suka atau enggak suka sama yang mama papa suruh? Enggak kan. Mama sama papa tahunya itu Alita harus mengikuti semua yang mama papa mau." Air matanya turun tanpa permisi. Sudah cukup selama ini alita menurut. Sekali saja ia ingin keinginannya yang dipertimbangkan.

Maria menghela napas kasar, ia hanya diam. Karena yang dikatakan Alita semuanya adalah kebenaran. Namun ia juga demikian, dari dulu kakek dan nenek Alita melakukan hal yang sama. Ia hanya menerapkan apa yang ia pelajari dari kecil.

Papa Alita yang mendengar keributan masuk ke kamar. Maria terdiam dengan Alita yang terisak semakin kencang. "Ada apa ini? Papa dengar kok dari bawah ada keributan." Sang papa menanyakan, namun keduanya bungkam.

"Ma?" tanya Papa pada Maria. Maria hanya diam dan pergi meninggalkan keduanya.

Sang papa menghampiri Alita, "Kenapa, Sayang? Bilang sama papa ada apa," ucap papa Alita dan mendekap Alita yang sedang terisak.

Alita hanya diam, tidak menjawab pertanyaan. Ia terlalu takut, takut emosinya yang akan keluar. Papa Alita mengerti, ia membiarkan Alita hingga isak tangisnya mereka. Membiarkan dirinya merasakan kesedihan anak gadis sematamayangnya.

Dirasa sudah reda, papa Alita menegakkan tubuh Alita. Sehingga terlepas pelukannya dan menghadapkan Alita padanya."Ada apa? Jujur sama papa, sayang," ucap lembut papa Alita.

"Alita hanya terbawa emosi saja kok, Pa. Enggak ada apa-apa," ucap Alita dan berdiri hendak meninggalkan papanya. Belum sempat melangkah tangannya sudah dicengkram sang papa.

Mata papanya sudah tak bersahabat seperti tadi. Alita berusaha keras tak kembali menangis dan meluapkan emosinya. "Alita hanya minta sama mama buat acaranya diundur. Alita masih lelah, Pa. Tapi Alita enggak akan minta hal yang sama dengan Papa. Karena Alita tahu, mama dan Papa itu sama saja."  Seusai mengucapkan itu Alita meninggalkan papanya dan pergi ke taman belakang rumah.

Kisah yang (Mungkin) Indah [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang