Kamu berbeda dan aku suka,
Kamu unik dan aku jatuh cinta"Dia baik dan sopan," ucap lirih ibu Tama saat sedang duduk santai di rumahnya bersama Tama secara tiba-tiba.
"Siapa, Bu?" tanya Tama karena tak mengetahui siapa yang di maksud.
"Nak Alita, Dokter dari kota itu. Dia telaten sekali merawat ibu, sabar, dan perhatian. Andai ibu punya anak perempuan sepertinya," jelas sang ibu pada Tama.
"Ibu kan sudah punya anak perempuan, esok Mayang pasti akan seperti itu."
"Ibu memang punya Mayang, tetapi dia belum dewasa." Ibu Tama menyeruput teh di tangannya. "Kapan kamu menikah, Le?" Pertanyaan itu berhasil membungkam Tama.
"Nanti, Bu. Kalau sudah waktunya pasti akan menikah." Tama menjawab sebisanya.
"Kamu itu, kalau ditanya soal menikah selalu jawabannya seperti itu. Sampai kapan? Umur siapa yang tahu, Le. Ibu takut enggak bisa melihat kamu menikah. Ibu takut enggak bisa gendong cucu ibu." Ibu Tama berkata dengan mata berkaca-kaca. Dirinya takut umurnya tak sampai untuk melihat Tama menikah dan memiliki buah hati.
"Ibu ngomong apa to. Ibu sehat gitu lo, kok malah ngomong yang enggak-enggak." Tama membenci percakapan seperti ini.
Kematian memang sebuah hal yang pasti. Kematian akan datang tanpa memberi tanda dan tidak melihat manusia siap atau belum. Maka dari itu sudah selayaknya sebagai manusia yang tidak abadi harus memikirkan amal ibadah dan bukan hal duniawi saja.
"Ibu akan melihat Tama hingga menikah dan memiliki anak. Tama akan jaga ibu sampai keinginan ibu terwujud. Tama janji, Bu."
"Aamiin. Makanya kamu itu cari pasangan to, Le. Udah pantas untuk berumah tangga kok enggak cari-cari pasangan," sindir sang ibu.
"Bu, Danu masih SMP, Mayang masih SD. Bapak sudah waktunya istirahat, Bu. Jadi sekarang Tama yang akan bertanggungjawab hingga--" Belum selesai Tama berbicara, Bapaknya yang baru tiba sudah memotong pembicaraan terlebih dahulu.
"Ibumu benar, cepatlah menikah. Bapak masih kuat membiayai sekolah Danu dan Mayang."
"Bapak sama ibu itu sama ya. Sudah, Pak, biarkan Tama yang kerja. Bapak duduk saja menemani ibu di rumah, " bujuk Tama.
"Badan bapak masih segar bugar gini kok di suruh duduk di rumah saja. Bisa sakit badan bapak kalau enggak digunakan untuk kerja," kekeh bapak Tama.
"Kalau dapat menantu Dokter enak yo, Pak?"gurau sang ibu.
"Opo to, Bu iki." Tama terlihat salah tingkah karena sang ibu menyinggung kata 'dokter'
"Dokter? Yang dari kota itu, Bu?" tanya bapak ingin tahu.
"Iya, Pak. Baik anaknya, sopan, perhatian juga. Kemarin ibu pas di sana serasa dirawat sama anak sendiri," ucap ibu mengadah, menatap langit-langit dan menerawang jauh ke depan.
"Ibu ki ono-oni wae, mana mungkin to, Bu. Orang kota, Dokter, mau sama anak kita yang cuma petani kecil," kekeh bapak.
Tama terdiam, dalam pikirannya membenarkan ucapan bapak. Tetapi hatinya seperti tidak setuju.
***
"Pagi, Bu, Pak. Maaf menganggu waktunya sebentar, saya Alita dan Bidan Eka ingin mengecek kesehatan Bapak dan Ibu." Alita dengan sopan berkata agar warga yang ditemuinya mau berhenti sebentar dari pekerjaannya dan mau dicek kesehatannya.
"Bu Dokter kok sampai kebun segala? Lagian saya dan suami saya enggak sakit kok, Dok," ucap sang ibu karena merasa aneh.
"Bu, lebih baik mencegah dari pada mengobati bukan? Di sini saya dan Bidan Eka hanya akan mengecek kesehatan, Bu. Seperti tekanan darah dan mendengarkan keluhan Ibu dan Bapak. Kami tahu pasti Ibu dan Bapak sibuk di kebun. Jadi daripada kami hanya menunggu dan tidak ada yang dikerjakan, lebih baik kami mengecek dengan menghampiri para warga," jelas Alita dan ibu tadi mengangguk-angguk sebagai arti paham. Sementara sang suami yang dari tadi mendengarkan sudah tak merasa terganggu lagi.
"Bu Dokter ini kok mau repot-repot segala sampai harus ke kebun. Nanti kalau ada warga yang sakit kan ke puskesmas. Kalau gini Bu Dokter harus masuk-masuk kebun, nanti gatal-gatal loh, Bu," ucap ibu tersebut saat sedang dicek tekanan darahnya. Alita dan Bidan Eka tersenyum mendengar ucapan ibu tersebut.
"Iya, Bu benar kata istri saya. Dokter kota kok mau blusukan sampe ke kebun, apalagi kebunnya sama seperti masuk hutan." Sang suami dari ibu tersebut bersuara.
"Kalau enggak begini Bapak dan Ibu enggak akan periksa kesehatan 'kan?" tanya Alita dengan senyum menghias wajahnya. Sementara yang ditanya pun ikut tersenyum sebagai arti membenarkan.
"Sekalian jalan-jalan, Pak. Di kota kan enggak seperti ini, saya suka udaranya. Sambil mengeksplor desa ini," timpal Alita kembali.
"Ada air terjun, bukit, tetapi jauh, Bu. Harus masuk lebih ke hutan kalau air terjunnya, kalau bukit enggak begitu jauh. Nanti kalau mau ke sana bilang ke Pak RT, Bu. Nanti biar ke sana ramai-ramai dengan ibu-ibu desa," tawar sang bapak.
"Wah terima kasih sekali, Pak. Nanti kapan-kapan saya mau ke sana. Pasti indah," ucap Alita dengan membereskan peralatannya.
"Ya sudah, Bu. Mari," ucap Bidan Eka lalu pergi melanjutkan perjalanan bersama Alita.
Di sepanjang perjalanan, menemuin satu persatu warga desa, Alita semakin akrab. Respon warga desa membuatnya dan Bidan Eka senang. Bahkan beberapa warga memintanya untuk ke rumah saja, agar bisa sekalian menikmati makanan yang dibuat warga desa. Tetapi dengan sopan Alita menolak, kalau tidak, hanya sedikit orang yang bisa diperiksanya hari ini.
"Gimana, Dok? Mau istirahat atau lanjut?" tawar Bidan Eka.
"Lanjut aja, Mba. Enggak capek kok, justru semangat. Aku suka liat respon warga desa." Alita menjawab tidak melihat orang yang bertanya, tetapi melihat pemandangan yang disuguhkan.
Bagaimana tidak, melihat sayuran yang ditanam warga desa, hutan nan jauh di sana. Hijau semua, mata Alita segar dibuatnya. Di mana lagi bisa menemukan pemandangan sehijau ini?
Desa ini memang jauh dijangkau dari luar, tetapi pemandangan yang disuguhkan tak kalah indah dari perkotaan. Kecanggihan teknologi ada di kota, tetapi keindahan ciptaan Tuhan terpampang di sebuah desa.
Terima kasih atas waktunya yang telah melanjutakan membaca ^^
Maaf baru sedikit kisah yang kuceritakan pada kalian :)
Semoga dimaafkan segala kesalahan dalam penulisan ^^
Serta jangan lupakan untuk memberi kritik dan saran 😘
Jangan lupa tap bintang di pojok kiri^^Salam aksara, salam kisah sederhana, salam bahagia dari Riana 🍁
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah yang (Mungkin) Indah [SELESAI]
Fiksi UmumApa yang penting dalam sebuah hubungan? Kepercayaan? Atau Kesetiaan? Yang paling penting dalam sebuah hubungan yang dilandasi cinta adalah sebuah restu orang tua. Boleh saling percaya dan setia, tapi tanpa restu orang tua? Apakah akan berjalan mu...