Bagian Delapan Belas || Dialog Sebelum Kepergian 🍁

17 0 0
                                    

Alita dan Tama berbahagia dengan restu dari bapak Tama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alita dan Tama berbahagia dengan restu dari bapak Tama. Namun di sana di dalam kamar sederhana, sepasang suami istri tengah berbincang.

"Sudah to, Pak. Ibu yakin Alita itu wanita yang cocok untuk Tama."

Sepasang suami istri itu adalah orang tua Tama. Meski sudah memberikan restu, tetap hatinya tak mengizinkan. Ada firasat yang membuatnya demikian.

"Pak, tidak akan terulang. Ibu yakin," ucap sang istri meyakinkan.

"Semoga saja tidak terulang kembali. Bapak akan kembali merasa gagal. Apalagi sekarang bapak berperan sebagai orang tua." Matanya menerawang jauh. Mengingat kejadian masa lalu, ia tak ingin anaknya melakukan hal yang sama.

"Pak, sudahlah. Kita sudah berhasil melewatinya hingga sejauh ini. Jangan mengingat susahnya, karena kita sudah berhasil melewatinya." Ibu Tama berusaha menghilangkan ketakutan yang ada pada suaminya itu.

Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, itu kata peribahasa. Tapi apa takdirnya pun demikian?

***

Setelah restu yang di dapatkannya, Alita dan Tama semakin dekat saja. Keduanya terlena dengan kebersamaannya. Sementara waktu tidak peduli dengan itu, waktu berjalan dengan cepat. Tak terasa kepulangan Alita sudah di depan mata.

"Mas, berjanjilah akan menunggu aku kembali." Alita menatap lekat wajah lelaki yang dicintainya. Senja kembali menjadi saksi dalam kisah mereka.

"Aku berjanji. Namun bila kamu tak akan pernah kembali bagaimana?"

Keduanya terdiam. Alita sadar, bahwa di depan sana, orang tuanya pasti tak akan merestuinya. Kemarin, sang ibu sudah memberitahu Alita perihal perjodohannya. Alita menolak dengan tegas, namun ibunya tetap memaksa.

"Aku enggak tahu, Mas. Aku bingung," ucap Alita dan bersandar pada bahu Tama.

"Apa aku harus ikut denganmu juga?" Bila Tama ikut, Alita yakin orangtuanya akan mengusirnya.

"Tidak usah, Mas. Aku janji aku akan kembali, demi cinta kita."

Keduanya berpelukan, menyalurkan rasa cinta. Sebab, esok Alita akan kembali ke tempatnya berasal. Tama tak menangis, hanya saja matanya berkaca-kaca. Sementara Alita sudah terisak sedari tadi.

Mereka berusaha menguatkan diri, namun tidak bisa. Manusia terlalu lemah bila berhadapan dengan kepergian. Takut yang pergi tidak akan kembali.

Di bukit itu, Alita dan Tama menorehkan kenangan. Saat menjadi orang asing, mengucap janji, dan sekarang, mencoba mengikhlaskan yang pergi.

Senja pun ikut menyaksikan perlanan cinta mereka. Menjadi penyempurna disegala kesempatan, menjadi pengingat bahwa yang hadir akan kembali esok hari. Bila tidak hari ini, mungkin esok, ataupun nanti.

Dengan sebuah janji keduanya memegang sebuah kepercayaan. Berharap janji itu akan membawa salah satu mereka pulang, pulang pada dekapan kekasih yang dicintainya. Dan pulang pada rumah tempatnya berkeluh kesah.

Kisah yang (Mungkin) Indah [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang