Bagian Sembilan Belas || Bisakah Tatap Bersamaku? 🍁

7 0 0
                                    

Pada dinginnya malamKuceritakan tentang seseorangYang tanpanya aku merasa kehilangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada dinginnya malam
Kuceritakan tentang seseorang
Yang tanpanya aku merasa kehilangan

Seperti senja yang membutuhkan cahaya mentari untuk menjadi jingga
Seperti kata yang membutuhkan huruf untuk melengkapinya
Aku membutuhkan kamu agar sempurna

Sebenarnya sederhana
Hanya saja
Semesta tak membiarkan kita bahagia dengan mudahnya

Bukan tanpa alasan Tama berkata demikian kepada Alita. Sebab tanpa sengaja ia pernah mendengar percakapan misterius bapak dan ibunya. Ia bertanya-tanya, masa lalu seperti apa yang menjadikan bapaknya ragu sampai sekarang.

Pernah sekali ia bertanya kepada sang ibu. Namun hanya raut terkejut yang ia berikan. Jawabannya tak pernah sekali Tama mendapatkan. Sejak saat itu Tama memilih tak bertanya kembali. Sebab tak dijawabnya sebuah pertanyaan berarti itu adalah hal yang sangat sensitif untuk dibicarakan.

Malam itu, masih sama. Dengan ditemani secangkir kopi Tama menikmati dinginnya  malam. Ia berdialog dengan semesta, meminta untuk menghilangkan hari esok agar Alita tak kembali. Atau, hentikan saja waktunya, agar dirinya tetap bersama pujaan hatinya.

Tama menyesal, menyesal melupakan bahwa dibalik pertemuan pasti akan ada perpisahan. Pun dengan kepemilikan, pasti akan merasakan kehilangan. Entah sementara atau selamanya. Yang judulnya kehilangan selalu sulit dirasakan.

Dan benar pula, kehilangan ada untuk menghargai. Karena tanpa kehilangan manusia akan selalu bahagia dan melupakan bahwa yang dimiliki busa hilang saat semesta menginginkan.

"Mengapa cinta sekompleks ini? Banyak rasa yang akan hadir setelah ada kata cinta. Sungguh aku sulit menerjemahkannya."

Tama berdialog pada malam. Karena bagi Tama malam adalah teman yang menyenangkan. Sunyi, sepi, dan sendiri ditemani secangkir kopi.

Sang ibu yang melihat Tama melamun bingung harus melakukan apa. Mencegah kepergian Alita jelas tidak mungkin dilakukan.

"Ono opo to, Bu?" tanya bapak Tama mengangetkan sang istri.

"Bapak iki, kok ngageti. Iku lo, Tama. Melamun, kepikiran Alita pasti. Sesok kan Alita wes ora nang kene."

"Syukur lek lungo rosone digowo."

"Hust, Bapak iki. Mbok ikhlas to, lek wis jodoh pie meneh, Pak."

Bapak Tama hanya menghela napas. Jujur saja dirinya belum bisa menerima sepenuhnya. Ada rasa yang mengganjal dan sulit dienyahkan.

"Yowes, ayo mlebu wae. Ojo ganggu, Tama," ajak ibu Tama mengajak suaminya memasuki rumah dan tak mengganggu Tama.

Malam itu, Tama tak ingin cepat berlalu. Semakin cepat malam berganti pagi, semakin cepat pula Alita meninggalkan kampung ini.

Kisah yang (Mungkin) Indah [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang