Anita melangkah dengan angkuh mendorong puteri kecilnya yang tertidur dalam kereta bayi. Sementara, seorang anak lelaki yang sangat tampan dan manis mengikutinya dari belakang.
Semua orang menatap iri kepada Anita, mereka ingin memiliki anak seperti Ryan. Bukan hanya tampan, Ryan pun ramah dan sopan. Anak itu selalu tersenyum pada siapa pun. Selain itu, ia juga disenangi oleh guru-gurunya.
"Imutnya," puji seorang ibu yang juga habis mengantar anaknya ke sekolah.
Ibu itu mencubit pipi Ryan dengan gemas. Ryan hanya tersenyum ramah, menampakkan satu gigi bawahnya yang ompong.
"Namanya siapa sayang?"
Baru hendak menjawab, Anita sudah menarik Ryan dengan kasar."Masuk sana!" ketus sang ibu dengan dingin tanpa menatap wajah Ryan.
Bukan sedih, Ryan justru semakin tersenyum.
"Terima kasih, Mama," ucap Ryan riang.Ryan meraih tangan ibunya, hendak meletakkannya di kening. Sayang, Anita langsung menarik tangan.
Sekali lagi, Ryan hanya tersenyum menanggapi sikap dingin dan sinis ibunya. Suatu saat nanti ibu pasti akan menyayanginya, ia yakin itu.
Anita pun melangkah meninggalkan Ryan tanpa kata. Ia tidak ingin berlama-lama bersama Ryan, darahnya seakan mendidih tiap kali melihat anak itu.
"Mama!" panggil seorang anak obesitas.Anita berbalik, mendapati anak sulungnya berlari ke arahnya.
"Sayang, jangan lari-lari dong!" pintanya mengubah wajah dingin menjadi senyum yang menawan.
"Mama abis ngantar Dedek, yah?" tanya Reyhan.
"Ia, Sayang. Cepat masuk kelas, nanti telat, loh."
Si anak cengengesan. "Okay, Mama!"
"Lupa sesuatu, Sayang!" panggil si ibu lagi.
Anak itu memukul jidat."Oh, iya," cetus anak itu meraih tangan ibunya untuk menyalami. Si ibu membalas dengan kecupan singkat di puncak kepala putranya.
Tanpa mereka sadari, sepasang mata indah sedang memperhatikan dengan mata sendu. Dia ingin Ibunya tersenyum padanya sekali saja. Namun, dia segera menggeleng menghilangkan pikiran itu. Menatap senyum ibunya dari kejauhan saja sudah membuatnya sangat bahagia.
Seorang gadis kecil meraung. Ryan menatap ke arah anak yang sedang dibujuk oleh ibunya.
"Ayo sayang. Kakak harus belajar," bujuk ibu dari gadis kecil itu.
Ryan mendekat ke arah gadis kecil yang meraung, dengan harapan si gadis kecil bisa tersenyum.
"Sayang, Mama udah telat kerjanya," bujuk ibunya lagi.
"Hai!" sapa Ryan dengan senyum menawan yang sering orang anggap bagai malaikat. Ibu gadis kecil itu menatap kagum pada wajah tampan milik Ryan.
"Hai!" sapa Ryan lagi pada gadis kecil yang masih menangis merengek ingin bersama kakaknya.
"Orang cantik tidak boleh nangis, kalo nangis nanti cantiknya luntur, loh."
Gadis kecil itu menggigit bibir dan menaikkan pandangan pada anak lelaki yang menegurnya. Seulas senyum mulai muncul di wajahnya.***
Ryan melompat dari mobil dengan rapor berwarna merah di tangan. Larinya kencang memasuki rumah lantai dua yang cukup besar. Ia sangat senang bisa menyabet ranking satu di kelas. Ia bahkan kerap kali mendapatkan pujian dari wali kelas atas kepandaiannya.
Keinginannya hanya satu, membuat ibunya bangga. Tekad besar yang membuat Ryan belajar tanpa henti.
"Mama!" teriak Rian begitu masuk ke dalam rumah. Ibunya sedang duduk di ruang tengah sambil menonton teve. "Ini rapor Ryan!" Dia tersenyum menyodorkan buku merah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
When I See You Again
Teen FictionRyan adalah lelaki dengan gangguan skizofrenia. Dia melanjutkan studinya di kampus setelah cuti selama empat semester. Di sana, dia dipertemukan dengan Zeline, perempuan centil yang terus mengejar-ngejarnya. Setiap orang memiliki masa lalu, begitupu...