Gue Sebel Lagi

985 164 1
                                    

Naomi merapikan rambutnya yang lumayan sudah panjang itu dengan konde. Sebenarnya ingin sekali dia memotong rambutnya. Tapi sayang, rambut Naomi sangat tebal dan mengkilat. Mending dia pelihara saja. Lagipula dia sudah melupakan kenangannya saat masih berpacaran dengan Riko, Riko yang suka membelai rambut tebal indahnya. Ketimbang dipotong pendek seperti sebelumnya, mending dia pelihara saja. Toh, rambut Naomi sangat indah, sayang kalo dipotong pendek.

"Omi, kata Bu Hesti lu disuruh bersihin wc staff yang ada di lantai basemen. Samping musholla," ujar Novi, rekan kerja Naomi.

Tanpa membantah Naomi langsung mengambil peralatan kebersihannya. Naomi malas bertanya ke Novi. Dia tahu sebenarnya membersihkan wc di basemen adalah kerjaan Novi, dia hanya malas saja. Banyak yang bilang, Novi yang sudah bertahun-tahun bekerja di bidang cleaning service itu memang suka mindah-mindahin kerjaan orang. Tapi Naomi tidak begitu menanggapi celoteh orang-orang tersebut. Gampang, ntar kalo ditanya, tinggal bilang Novi yang nyuruh.

Benar saja, Baru saja Naomi selesai dari membersihkan toilet di basemen tersebut, tampak Bu Hesti ngomel-ngomel di hadapan Novi. Potong gaji deh, karena melakukan kesalahan fatal.

Naomi masih di wc lantai basemen. Dia sedang membereskan peralatan kebersihan. Tiba-tiba ada segerombolan ibu-ibu glamour memasuki toilet yang baru saja dibersihkan Naomi. Naomi hanya menghela napas saat melihat Ibu-ibu itu berjalan cepat. Lantai yang masih basah itu pun seketika menjadi kotor. Di luar hujan ternyata. Naomi hanya memandang lantai yang baru dia bersihkan itu lesu.

"Eh, bentar. Kamu yang dulu kerja di pizza itu kan? Oh. Pindah ke sini ya jadi bersih-bersih. DeHaan sudah menikah. Sama perempuan yang lebih kaya dari kamu. Berpendidikan. Di Swiss German University," Ternyata salah satu dari gerombolan ibu-ibu kaya itu adalah Mama DeHaan. Kuat sekali ingatan Mama DeHaan ini.

"Iya. Ibu benar sekali. Saya dulu yang bekerja di pizza delivery." Tanggap Naomi santai. Mau dibantah? Buat apa.

Mama DeHaan melihat Naomi dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan pandangan jijik. Lalu dia bergabung dengan teman-temannya yang baru saja ke luar dari toilet. Mereka sedang memperbaiki make up dan sasak rambut di depan cermin. Sementara Naomi masih duduk di balik pintu menunggu mereka ke luar.

"Iya. Anaknya Sunarsih yang di Massachusset itu rupanya selingkuh. Makanya cerai. Ya ampuun, padahal pernikahan mereka baru saja beberapa bulan lo,"

Deg. Naomi memasang telinganya. Anak Sunarsih? Massachussets? Itu kan Mas Nanda. Selingkuh? Hiii.

"Oh..., Nanda? Dulu kan udah aku bilangin ke Maria, mamanya Gertrude, Nanda itu aneh. Suka bicara-bicara sendiri. Dengar-dengar autis gitu. Padahal pinter banget lo."

"Yah. Katanya anak autis itu juga ada yang pinter banget."

"Emang sudah cerai?

"Belum. Masih proses. Nggak ada anak. Paling cepet prosesnya. Ayo, siapa cepat dia dapat Nanda, ibu-ibu...,"

"Itu hotel Pak Adiwilaga yang di New York itu hm..., mewahnyaaa..., nggak ada tandingannya. Belum lagi yang ada di Paris. Ada juga di pulau aduh apa itu yang sering didatangi artis-artis kelas dunia itu, Fregate, Kenya. Nggak habis-habis itu hartanya. Siapa yang punya anak wedok? Cepet sambut duda kaya,"

Naomi sedikit mencibir mendengar celoteh ibu-ibu itu. Seru juga menguping pembicaraan orang-orang kaya itu.

"Tapi autisnya itu lo, Bu...,"

"Ah..., nggak jadi masalah. Yang penting Berduit. Kayak DeHaan, bisu tapi kaya ya laku aja tuh,"

"Haha...,"

Mama DeHaan ditertawakan teman-temannya. Naomi sekejap dilirik Mama DeHaan, tapi Naomi seperti pura-pura tidak mendengar. Tatapannya kosong ke depan. Dia masih menunggu ibu-ibu itu ke luar dari ruang toilet.

Namaku NaomiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang