Gue ngerasa hidup kalo gue nggak ditekan-tekan orang
Naomi
"Jadi kamu benar-benar ingin bekerja di Pizza Delivery, Omi?," tanya Nathalie saat melihat baju seragam kerja Naomi yang tergeletak di atas kasurnya. Naomi ternyata diterima sebagai salah satu staff pengantar pizza yang lokasinya cukup jauh dari rumahnya. Tapi masih bisa dilalui dengan mengendarai motor.
"Iya..., seneng banget. Gajinya lumayan. Dua jutaan. Cukuplah. Pekerjaannya juga nggak sulit, cuma antar-antar doang," tanggap Naomi. Dia senang sekali. Bagaimana tidak senang? Naomi memang gemar mengendarai motor. Apalagi sejak mendapat SIM, Naomi kerap pergi-pergi dengan motornya hanya menghabiskan waktu saja. Kadang diajaknya Wilma, Sasya, atau kadang juga dia sendirian. Begitu capek, dia akan beristirahat duduk-duduk di sebuah taman sambil melihat lalu lalang orang atau kendaraan lain yang lewat di depannya. Pekerjaan ini tentu saja sangat cocok dengan dirinya yang memang biker sejati.
Nathalie lalu memeluk adiknya itu.
"Kenapa kamu nggak mau kuliah, Omi. Kayak kakak. Kakak jadi nggak enak. Karena merasa Bapak Ibu jadi selalu mentingin kakak daripada kamu. Kakak ngerti kamu oke oke aja dengan begini, dan bagi kamu nggak masalah. Tapi bagi kakak ini masalah. Kakak benar-benar nggak enak. Dari kamu yang nggak mau mobil, sekarang kamu malah nggak mau kuliah," ungkap Nathalie penuh dengan nada sesal. Masih dipeluknya Naomi erat. Naomi membalas pelukan kakaknya itu. Perasaannya cukup terenyuh terhadap apa yang diungkapkan Nathalie pagi itu.
"Aku memang nggak mau kuliah, Kak. Aku ingin menghasilkan. Dengan begitu aku merasa hidup. Aku ingin bebas saja. Untuk saat ini aku hanya ingin begini. Siapa tau ke depan aku berubah, ingin kuliah juga seperti kakak," balas Naomi.
Sejenak dia renggangkan pelukan Nathalie.
"Aku sayang Bapak, sayang Ibu, sayang Kakak. Sayang sama diri aku juga," ujar Naomi sambil memegang dua pipi Nathalie. Nathalie tidak kuat melihat wajah lusuh Naomi. Dadanya terasa sesak. Tidak tahu kenapa dia merasa Naomi seakan pernah melalui masa-masa sulit. Tapi dia tidak tahu kapan dan bagaimana.
"Omi sayaaaang...," desahnya dan memeluk Naomi kembali.
***
Bu Denok dan Pak Tirta hanya memandang pasrah Naomi yang sudah siap-siap pergi kerja Senin pagi itu. Tidak tahu bagaimana gambaran perasaan mereka. Yang pasti, gundah. Padahal mereka sangat menginginkan Naomi juga kuliah seperti Nathalie. Berkali-kali mereka membujuk Naomi untuk kuliah, bahkan Pak Tirta bersedia menjual tanah warisan jika Naomi mau kuliah di universitas yang lebih mahal, Naomi berkali-kali pula menolak. Rasanya tidak biasa menghadapi seorang anak yang malah ingin bekerja. Kebanyakan, anak-anak seumuran Naomi malah ingin melanjutkan kuliah, kecuali bagi yang tidak mampu. Saat ini mereka merasa masih mampu membiayai sekolah anak-anak mereka. Naomi memang membingungkan.
Apalagi Bu Denok, dia yang sangat terpukul. Bagaimana tidak, sudah ada saja macam-macam mulut tetangga tentang Naomi yang bekerja di bagian Pizza Delivery. Yang dia tidak punya uanglah, yang dia pilih kasihlah, dan lain-lain.
"Kamu nggak mikirin perasaan Bapak dan Ibu, diomongin orang-orang?," tanya Ibu ke Naomi di depan suaminya.
"Bapak dan Ibu apa nggak mikirin perasaan aku? Pilihan aku? Mana yang Bapak Ibu pilih? Mikirin omongan orang lain atau perasaan aku?," tanggap Naomi.
Pak Tirta sedikit tersentak mendengar tanggapan anak gadisnya itu. Naomi memang sedikit lebih berani dan kritis dibanding Nathalie. Terlihat sejak kecil.

KAMU SEDANG MEMBACA
Namaku Naomi
Roman d'amourPutus dari Riko adalah awal hidup Naomi penuh dengan kebimbangan dan kesendirian. enjoy... cover source: devapp.uberpeople.kr