Lu Lagi

1K 166 2
                                    


Banyak yang mengenal Naomi di kantor Bank Swasta itu sekarang. Dari office boy, para staff, hingga direktur, Pak Poer. Kenyamanan pekerjaan mereka benar-benar tergantung dengan Naomi. Sampai urusan pijat memijat pun, Naomi tidak luput dari panggilan mereka. Bu Sinta, misalnya, sekretaris Pak Poer, pernah iseng meminta Naomi memijatnya di ruangannya. Saat itu Naomi memang sedang membersihkan ruangannya. Ternyata pijatan Naomi mampu menghilangkan sakit kepala Bu Sinta. Kini sudah kali ketiga dia menyuruh Naomi memijatnya jika Naomi sedang tidak sibuk.

"Naomi. Kamu mau nggak ditawari kerja lain. Yah, nggak jauh beda dengan kerjaan kamu sekarang. Tapi gajinya lebih gede. Kamu bisa dapat dua digit dalam satu bulan," ujar Bu Sinta saat Naomi sedang membersihkan ruangannya.

"Emang kerjanya apa, Bu?,"

"Asisten Rumah Tangga. Kerabatnya Pak Poer. Nanti kayaknya kamu dipanggil Pak Poer. Tadi beliau sebut-sebut nama kamu lewat telpon. Nggak tau Ibu dia dihubungi siapa,"

ART? Gaji dua digit? Bulu roma Naomi sontak berdiri. Terbayang wajah-wajah sangar horang kayah menyuruh-nyuruh dirinya melakukan pekerjaan rumah tangga. Bisa kejang-kejang gue, batin Naomi.

Baru saja Bu Sinta membicarakan tentang tawaran kerja ke Naomi. Telpon kantor Bu Sinta berdering.

"Ya, Pak? Oke, segera ke sana,"

Bu Sinta mencolek pinggang Naomi.

"Kamu dipanggil Pak Poer...,"

"Lah, kerjaan saya belum selesai...,"

"Udah. Nanti balik lagi ke sini...,

Naomi pun beranjak dari ruang Bu Sinta menuju ruang kerja Pak Poer yang letaknya bersebelahan.

Naomi membuka pintu ruangan Pak Poer perlahan. Ternyata Pak Poer sedang kedatangan tamu. Seorang pria klimis.

"Naomi. Mari. Duduk sebentar. Lagi nggak sibuk kan?," Pak Poer dengan sangat ramah menyambut Naomi dan menyuruh Naomi duduk di kursi di hadapan tamu Pak Poer.

Duh.

Jantung Naomi berdegup sangat kencang. Tamu Pak Poer tidak lain adalah Nanda. Anak Biantara Adiwilaga, tetangganya.

Nanda sekilas mengamati Naomi. Naomi pun demikian. Tidak tahu kenapa, Naomi merasa sekujur tubuhnya berkeringat. Dia gemetaran.

"Kenalkan ini Mas Nandana. Keponakan Bapak. Hm..., beliau ini tinggal di daerah Serpong. Keluarga Mas Nanda sedang membutuhkan Asisten Rumah Tangga. Kamu saya rekomendasikan karena kerjaan kamu baik sekali."

Naomi menelan ludahnya. Duh. Mas Nanda? Butuh pembantu? Tetangga gue? Apa kata Ibu dan Bapak? Big Nooo.

"Saya pikir-pikir dulu, Pak," tanggap Naomi.

Pak Poer tergelak. Sementara Nanda hanya diam menatap tajam wajah Naomi. Sepertinya dia tidak terlalu kaget dengan kehadiran Naomi. Sebaliknya, Naomi sangatlah kaget. Seketika dia ingat foto yang terletak di atas meja Pak Poer saat pertama kali dia membersihkan ruang kerja Pak Poer. Ada Nanda di foto itu. Ternyata Nanda adalah keponakan Pak Poer.

"Naomi. Bayaran kamu lebih besar. Bapak bukan tidak senang kamu bekerja di sini. Justru Bapak mengapresiasi kerjaan kamu yang sangat baik. Karenanya Bapak pikir kamu layak mendapatkan pekerjaan ini."

"Saya pikir-pikir dulu, Pak," ulang Naomi. Dia memandang Nanda takut-takut. Pak Poer merasa heran dengan sikap tidak biasa Naomi. Ada yang salah menurutnya. Tapi dia sepertinya tidak berani menduga-duga.

"Nggak papa, Om. Mungkin Naomi butuh waktu untuk berpikir," ujar Nanda pendek sambil menatap Naomi.

"Ok, Naomi. Jika tertarik, hubungi saya segera,"

Namaku NaomiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang