Hepi kok

971 160 1
                                    

Nggak semua yang lu sayang, sayang balik ke elu. Nggak perlu lu kecewa. Tuluslah.

                                                                                                                                 Naomi

Sudah hampir tiga bulan Naomi menempati kos-kosan murah di kawasan padat, Jakarta Selatan. Tidak cukup jauh dari tempatnya bekerja, hanya butuh satu kali naik angkot. Jadi, Naomi tidak perlu banyak mengeluarkan uang ongkos kerja. Terkadang ada yang berbaik hati memberinya tumpangan. Pak Ali misalnya, seorang bapak tua perawat kos, yang kadang punya kerjaan lain yang lokasinya tidak jauh dari tempat kerja Naomi. Pak Ali yang kerap disapa Naomi tiap pagi itu dengan senang hati memberi gadis semok itu tumpangan.

"Makasih, Pak...," ucap Naomi ke Pak Ali suatu hari yang mengantarnya tepat di gedung mewah. Senyum Pak Ali pun turut mengiringi langkah tegap Naomi pagi itu.

Pagi pukul 7.00...

Hari itu Naomi mendapat tugas yang sedikit berbeda dari biasanya. Bu Hesti yang sangat percaya hasil kerjaan Naomi memberi tugas baru untuk Naomi, membersihkan ruangan seorang direktur Bank, Pak Poernomo. Orang yang sebelumnya membersihkan ruangan itu sudah dua minggu tidak bekerja. Bu Hesti bilang, orangnya pindah kerja ke pabrik makanan ringan di Tangerang, bagian administrasti. "Biar dekat dengan keluarga," ungkap Bu Hesti. Bu Hesti memang selalu punya banyak kisah seputar anak asuhnya. Sebagai supervisor puluhan tahun, tentu saja dia sangat paham dengan sifat dan kelakuan anak asuhnya yang bermacam-macam. Dan sepertinya dia sangat menyayangi Naomi, karena kerjaan Naomi yang cepat dan memuaskan.

"Pak Poer selalu tepat waktu. Pukul sembilan teng dia datang ke ruangannya. Sebelumnya dia briefing dulu di ruang sebelah atau ngobrol-ngobrol dengan rekan-rekannya. Jadi kamu atur aja waktu yang bisa kamu manfaatkan. Yang jelas sebelum jam sembilan, ruangannya udah rapih dan bersih. Satu lagi, dia tidak suka bau wipol. Kamu pake pembersih yang bau lain."

Dan pagi itu Naomi bergegas ke ruang Pak Poer.

Mewah dan luas. Sekilas rapi dan bersih. Tapi begitu diamati secara detail ternyata debu yang menempel cukup tebal dan hampir semua perabot berdebu. Mungkin karena selama dua minggu tidak dibersihkan.

Ada dua lemari besar di ruang itu. Naomi sedikit bergidik saat membuka salah satu lemari. Ada banyak tumpukan arsip-arsip dan kertas-kertas yang tidak beraturan. Dan sedikit berbau.

Naomi mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan sekilas. Memikirkan titik awal memulai kerjaan. "Meja kerja," gumam Naomi. Karena Pak Poer pasti langsung menuju meja kerjanya begitu tiba di ruangan ini.

Saat membersihkan papan nama yang berada di atas meja kerja, raut wajah Naomi seperti mengingat ingat sesuatu. Poernomo Adiwilaga. Nama yang familiar, tapi nama siapa ya? Lalu pandangannya tertuju ke sebuah pigura foto kecil, juga di atas meja. Jantung Naomi berdesir. Foto keluarga yang salah satu wajahnya dikenal Naomi, Sahasika Nandana. Anak tetangganya. Pak Poer? Bapaknya? Biantara Adiwilaga.

"Duh."

Naomi sedikit lemas. Tapi mengingat wajah seram Bu Hesti jika kerjaannya tidak beres, dia kembali memaksa dirinya bekerja maksimal. Dan seakan ingin cepat-cepat ke luar dari ruang itu, Naomi pun bekerja dengan tenaga ekstra cepat.

Tidak sampai satu jam, Ruang kerja Pak Poer bersih mengkilat di tangan Naomi. Naomi pun meninggalkan ruangan dengan perasaan yang sangat lega.

***

Meski Naomi tinggal di kos-kosan. Dia masih sesekali menghubungi Bapaknya. Sekadar menanyakan kabar keluarga. Sebenarnya Bu Denok sudah meminta maaf, juga Nathalie. Tapi Naomi bersikeras tidak ingin kembali ke rumah. Dia ingin bebas saja. Ada cukup alasan kenapa Bu Denok dan Nathalie meminta maaf. Orang tua Randi terlibat kasus penggelapan uang yang cukup besar. Perjodohan pun urung dilanjutkan.

Naomi bukan senang dengan kabar tersebut. Dia semakin sedih membayangkan Nathalie yang pasti sangat terpukul dan malu. Bahkan kata Bapak, Kak Nat hampir tidak mau kuliah lagi, karena di samping gagalnya perjodohan, ternyata Riko sudah punya pacar baru. Kak Nat benar-benar terpukul. Akan tetapi, Naomi tetap tidak ingin kembali ke rumah, bicara dengan Ibu dan kakaknya pun dia belum bersedia. Dia sangat menyesalkan kejadian tiga bulan lalu itu. Seandainya mereka menuruti kata-katanya dulu, Kak Nat tidak akan sehancur sekarang ini.

Dan lagi-lagi, Naomi menyalahkan horang kayahlah penyebab ini semua. Gara-gara horang kayah, ibunya gelap mata, hingga menyebabkan hancurnya hubungan kasih antara Nathalie dan Riko, dua orang yang sangat Naomi sayang.

"Halo, Pak. Bapak sehat?," sapa Naomi ke Pak Tirta di suatu malam.

"Iya. Sehat. Alhamdulillah. Kamu gimana? Kerja lancar?," tanya Pak Tirta. Nada bicara Pak Tirta terdengar sangat senang. Pak Tirta memang sangat memahami Naomi. Sebenarnya Pak Tirta ini sudah mengetahui hubungannya dengan Riko jauh sebelum pertengakaran terjadi, tapi dia tidak ingin istrinya tahu.

"Iya. Lancar, Pak. Kerjaan juga nambah-nambah. Gaji juga lumayan naik. Udah di atas UMR. Udah bisa nabung sedikit-sedikit," tanggap Naomi. Dia senang mendengar suara Pak Tirta di ujung sana. Bapaknyalah selama ini yang paling pandai membujuknya. Memberi nasehat-nasehat yang menenangkan. Tapi memang kali ini, Pak Tirta belum menemui jalan membujuk Naomi pulang kembali ke rumah.

"Wah. Seneng Bapak mendengarnya. Emang mau diapakan nanti uangnya?," tanya Pak Tirta. 

"Hm. Buat jalan-jalan. Ke luar negeri. Pingin ke Eropa," jawab Naomi malu-malu.

"Mau Bapak tambahin? Bulan depan kamu bisa jalan-jalan," usul Pak Tirta.

"Haha..., nggak. Ini aku masih senang kerja, ntar kalo udah bosan atau capek, baru jalan-jalan. Kalo kurang uangnya, Aku minta bantu ya, Pak..."

Pak Tirta terkekeh.

"Jangankan nanti, sekarang aja Bapak mau kasih kamu uang. Kamunya aja yang nggak mau,"

Naomi tergelak mendengar Bapaknya yang terus membujuknya.

"Ya udah dulu ya, Pak. Aku mau istirahat dulu. Bapak jaga kesehatan. Aku nggak papa. Malah seneng banget di sini. Aku bisa jaga diri. Orang sekeliling juga baik-baik. Ada Pak Ali yang jagain kosku. Dia juga yang sering antar-antar aku kerja."

Naomi tidak tahu, di setiap saat dia menelpon, Pak Tirta selalu menghidupkan pengeras suara agar Bu Denok dan Nathalie bisa mendengar suaranya. Naomi memang tidak pernah menanyakan kabar Ibu dan kakaknya. Dia masih sangat sedih dan terluka.

***

Ada kabar yang cukup menggembirakan bagi Naomi. Bu Hesti memberitahu bahwa Pak Poer sangat senang dengan kerjaan Naomi. Naomi tidak perlu lagi membersihkan toilet di lantai tujuh gedung dan ruang staff di sana. Tanggung jawab kebersihan ruang Pak Poer diserahkan ke Naomi. Posisi Naomi juga dinaikkan sebagai salah satu staff kantor Pak Poer, khususnya bagian kebersihan.

Bukan main senang Naomi. Tentu saja hal ini berimbas dengan kenaikan gaji serta berbagai macam asuransi yang bisa didapatnya plus bonus-bonus lainnya.

"Kamu tahu, Naomi! Kata Pak Poer pas masuk ke ruangannya kemarin itu, dia menyangka itu bukan ruangannya. Hahaha..., sampai-sampai dua tiga kali dia memastikan apa ruangan itu adalah ruangannya...,"

Naomi ikut tertawa geli di awal pagi itu. Menyenangkan. Tapi pada saat yang sama dia sedih, karena dia harus berpisah ruang dari Bu Hesti.

Pagi itu pun Naomi langsung menuju ruang kerja Pak Poer. Membersihkan sekaligus merapikan barang-barang yang tidak beraturan. Tidak terlalu sulit sekarang. karena baru saja kemarin dia bersihkan ruangan itu. Jadi, Naomi memiliki banyak waktu mengerjakan pekerjaannya yang lain.

Tepat pukul sepuluh, Naomi pun dipanggil salah satu staff Pak Poer. Naomi yang menerima tawaran pekerjaan dari Pak Poer ini harus menandatangani berbagai dokumen. Ternyata tugasnya Naomi semakin banyak. Tidak hanya ruang Pak Poer saja yang harus dia bersihkan, tapi juga ruang-ruang staff-staff Pak Poer. Tidak masalah. Ruangan mereka kecil-kecil, sekejap saja bisa dibersihkan dan dirapikan Naomi.

"Kamu juga harus memastikan minuman atau makanan kecil tersedia tepat waktu di meja para karyawan Pak Poer. Toilet staff, ruang staff dan lain-lain, semua adalah tanggung jawab kamu,"

Jangan dibayangkan sulitnya pekerjaan Naomi. Sangat mudah. Dia hanya bekerja dua jam di pagi hari menjelang para staff datang, memastikan semua beres, setelahnya dia hanya mengawasi saja hingga mereka pulang.

***

Namaku NaomiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang