Lu Asyik

1.2K 180 0
                                    

"Buatin teh hangat, Naomi. Lagi pengen yang hangat-hangat. Nggak usah pake gula. Tehnya juga jangan terlalu pekat," pinta Nanda. Dia sudah duduk bersila di atas lantai, bersender di dinding. Sepertinya dia sangat lelah.

Naomi langsung melangkah cepat ke dapur, membuatkan yang diinginkan Nanda. Wajahnya sumringah sekali. Ada yang menemaninya malam ini. Bersedia pula mendengar keluh kesahnya. Sekejap, perasaan sedihnya hilang.

"Mas lapar? Aku pesenin. Aku nggak masak. Aku juga sudah makan," tawar Naomi setelah menyerahkan teh hangat ke hadapan Nanda.

"Ada roti di ransel Mas. Tolong keluarin,"

Naomi membuka ransel Nanda. Diambilnya kotak makanan kecil, dibukanya. Ada sepotong roti di dalamnya.

"Suapin...,"

Naomi tertawa kecil mendengar nada manja Nanda. Dirobeknya sepotong roti, lalu memasukkannya ke mulut Nanda.

"Mas kayaknya capek banget. Emang dari mana sih?,"

"Boston," jawab Nanda yang masih mengunyah.

"Hah?," Naomi menganga. Tidak menyangka ternyata Nanda datang dari perjalanan yang sangat jauh.

"Mas langsung ke mari? Nggak ke Serpong dulu?,"

Nanda menggeleng tersenyum.

"Kangen sama kamu,"

Naomi tersipu. Pipinya memerah. Disuapinnya sisa roti ke mulut Nanda.

"Senang Mas Nanda di sini?,"

Naomi mengangguk cepat. "Jadi nggak sepi...," jawab Naomi.

"Kasian...," decak Nanda sambil mengacak rambut Naomi.

Nanda yang lelah lalu merebahkan dirinya. Naomi cepat meraih bantal kecil yang ada di sisinya, meletakkannya di bawah kepala Nanda.

"Mas Nanda tidur bentar ya? Capek,"

"Hm..., kalo mau nyaman di kamar aja, Mas. Nggak papa...,"

"Di sini aja...,"

Nanda terlihat sangat lelah. Tak lama dia pun terlelap.

Naomi memandang wajah Nanda yang tertidur. Ganteng banget. Bersih wajahnya. Bibirnya..., duh, Naomi sedikit tergoda ingin mengecupnya. Sedikit membandingkan dengan Riko. Beda jauh. Nanda lemah lembut, dewasa, sikapnya sangat menenangkan. Nanda lebih tinggi, punya dada lebih bidang, pasti nyaman jika berada di dekapannya. Usia? Meski mau menginjak kepala tiga, tidak kentara di perawakannya. Malah terkesan sangat muda.

Sambil menggigit bibirnya, Naomi meraih tangan Nanda, menyentuhnya. Aduh..., haluus banget. Naomi tersenyum-senyum sendiri. Pikiran usilnya mulai hinggap di benaknya. Diliriknya dua kaki Nanda yang masih terbalut kaos kaki. Hm, pasti kurang nyaman, pikir Naomi. Dilepasnya kaos kaki dari kaki Nanda dengan amat perlahan. Putih banget kakinya, bersih lagi. Apalagi bagian tubuh lainnya. Pikiran Naomi mulai nakal. Diliriknya kemeja putih yang melekat di tubuh Nanda. Nanda tidak memakai baju dalam, sehingga lekuk tubuh di perutnya sedikit terekspos. Naomi menyentuh bagian perut Nanda sedikit saja. Keras, berotot. Six packs kayaknya. Wow, Naomi berdecak kagum sendirian.

Sambil duduk termangu, Naomi bebas memandang Nanda yang tengah tidur terlelap. Sesekali terdengar dengkur napasnya.

Tiba-tiba pintu depan diketuk. Naomi beranjak menuju pintu depan.

"Suamimu tadi nitip ini," Bude Galih, pemilik kos Naomi menyerahkan kantong belanjaan ke Naomi.

"Oh..., udah dibayar, Bu?," tanya Naomi sambil melihat sekilas isi yang ada di dalam kantong. Ada roti, telur, susu dan beberapa makanan ringan di dalamnya.

Namaku NaomiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang