Sejak pertemuannya dengan Riko dan mengetahui perasaan Riko yang sebenarnya selama ini, perasaan Naomi sedikit lega. Tidak ada lagi rasa galau, sedih, atau gundah. Dia semakin relaks. Tidak seperti sebelumnya, selalu saja perasaan tidak enak menghiasi benaknya. Rasa kangennya pun musnah. Begitu juga dengan Riko, dia semakin cerah. Mereka pun tidak lagi saling diam seperti awal-awal putus, mereka bahkan saling sapa jika berpapasan di sekolah.
"Wah..., keren sekarang pake motor..., tambah cantik...," decak Riko kagum saat berpapasan dengan Naomi yang sedang memarkirkan motornya tepat di samping motor besar Riko.
"Nggak cemburu sama Nat? Dia bawa moris?," lanjut Riko bertanya.
"Nagapain cemburu? Emang dia nggak bisa bawa motor. Bagi gue ribet bawa mobil. Mending begini. Ringkas," tanggap Naomi sambil meletakkan helmnya di bagasi motornya.
Riko tergelak melihat wajah Naomi sedikit sewot. Diusap-usapnya kepala Naomi. Dan mereka berjalan beriringan menuju kelas masing-masing.
Riko memang banyak berubah sejak dekat dengan Nathalie, kakak Naomi. Lebih dewasa. Tidak temperamen seperti dulu lagi. Dia lebih santai dan relaks. Mungkin karena pembawaan Nathalie yang lemah lembut, membuat Riko pun jadi ikutan terbawa-bawa. Beda dulu dengan Naomi, bawaannya pingin menggaruk wajah siapapun yang lewat. Sikap Naomi yang kadang-kadang kekanak-kanakan memang membuat Riko sebal. Tapi dia sendiri juga terkadang menjengkelkan.
"Memang bukan jodoh lu, Om. Ternyata si Riko kalo jalan ma Nathalie, positif. Kalo sama lu, rusak. Hahaha...," ledek Wilma yang juga menyadari sikap Riko akhir-akhir ini yang sangat berbeda jika dibandingkan sebelumnya.
"Ya. Baguslah. Gue juga tenang, Wil. Nggak boong lagi sama Ibu Bapak. Tinggal si Nat nih. Nunggu beberapa bulan lagi baru dia bisa tenang. Kasihan juga. Kadang-kadang gue liat dia nggak sabaran gitu,"
"Nat mah beda. Kalo berbuat salah, dia memang nggak sabar. Nggak kayak lu, bisa bertahun-tahun buat salah, lempeng aja kayak nggak punya dosa,"
Naomi tersenyum simpul mendengar sindiran Wilma. Tapi memang sekarang Naomi benar-benar terlepas dari pikiran-pikiran yang selalu menekannya setiap hari. Yang Riko ngambeklah, yang Riko maksalah, Riko bawel, Riko selingkuh, Riko bohong, dan lain-lain. Naomi bebas sekarang.
"Gue harap, Riko bisa begitu selama-lamanya sama Nat. Biar nggak musingin," harap Naomi.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sejak Nathalie lulus SMA dan melanjutkan kuliahnya di salah satu universitas swasta terkenal di BSD dengan program beasiswa untuk para siswa berprestasi, Naomi sedikit merasa kehilangan. Walaupun memang setiap malam pasti bertemu, tapi tetap saja dia sering merasakan kerinduan bermanja-manja dengan kakaknya itu.
Dan sekarang, kamar mereka pun terpisah. Nathalie benar-benar tidak ingin kuliahnya terganggu. Sebab dia memasuki universitas tersebut dengan jalur beasiswa, Nathalie harus mempertahankan nilai akademiknya di setiap semester, kalau tidak, beasiswanya akan dicabut dan tentu saja orang tuanya mesti membayar mahal kuliahnya. Dia tidak mau itu terjadi.
Jarang sekali Nathalie punya waktu untuk sekadar berceloteh atau berbagi cerita dengan Naomi. Kegiatannya terfokus ke kuliah. Tapi yang sedikit membuat Naomi sedih, hampir setiap malam Nathalie memiliki waktu bersenda gurau dengan Riko melalui ponsel. Terdengar suara manja Nathalie saat berbicara dengan Riko di kamar yang bersebelahan dengan kamar Naomi. Terkadang mereka berbicara hingga lewat tengah malam.
Naomi merasa amat sepi. Tapi dia tetap berusaha menepis perasaan-perasaan sepinya dengan berbagai kegiatan. Nonton film korea di aplikasi Viu misalnya. Hampir setiap saat dilakukannya di kala santai.
Hidup Nathalie memang sangat sempurna. Karena sikap dan pembawaannya yang sangat menyenangkan, terhadap orang tua misalnya, apa yang dia inginkan hampir semua dia dapatkan. Termasuk restu hubungannya dengan Riko.
Awalnya, Bu Denok sedikit keberatan dengan hubungan spesial antara Nathalie dan De Sadewa Eriko. Menurutnya, kurang berduit. Padahal sebenarnya Riko juga berasal dari keluarga berada, anak tunggal lagi. Tapi Ibu menuntut yang seperti tetangga sebelah.
"Yaelah, Bu. Nggak usah pake target-target segala. Yang penting mereka saling cinta, dan saling mendukung. Biar masa depan mereka sendiri yang atur," begitu ungkap Bapak. Dia sama sekali tidak keberatan dengan Riko. Kata bapak, Riko bertanggungjawab dan sangat menyayangi Nathalie. Akhirnya Ibu pun menurut. Namun terkadang, Ibu juga nakal. Di setiap menghadiri kondangan selalu Nathalie diperkenalkan ke para tamu undangan yang terlihat berduit. Tidak tahu kenapa Ibu terlihat matre akhir-akhir ini. Terhitung sejak menghadiri acara pertunangan tetangga sebelah.
Terlepas dari semua yang dimiliki Nathalie --kecerdasan, kasih sayang berlebih dari orang tua, pacar yang direstui--, Naomi tetap tidak berkecil hati. Dia tetap bersikap biasa. Bahkan menurutnya, dia lebih bebas dan tidak terbebani dengan harapan-harapan orang tua yang kadang berlebihan itu. Meski terkadang dia juga mendapat omelan-omelan dari Ibu terutama, tapi dia tidak begitu menggubrisnya.
Naomi memang merasa kesendiriannya di rumah semakin terasa, Nathalie yang sibuk kuliah, Ibu yang punya jadwal mengajar di kampus yang lumayan padat, dan Bapak yang mendapat tugas tambahan di samping sebagai dosen, beliau dipercaya menjabat di fakultas di mana dia mengajar. Tapi masih ada Wilma, sahabat sejatinya sedari SMP. Wilmalah yang masih setia mendengar keluh kesah Naomi, harapan-harapan Naomi, juga cita-cita Naomi. So, Naomi tidak benar-benar sepi.
***
Naomi sudah siap mengendarai motor kecilnya menuju sekolah. Seperti biasa, musik ceria mengiringi perjalanannya menuju sekolah, melalui earphone yang tertancap di telinganya. Dia senang hari itu, karena Wilma berencana akan mentraktirnya di kantin. Wilma ulang tahun hari ini. Dan mereka juga berencana akan menghabiskan waktu di mall.
Mungkin karena terlalu asyik mendengar musik, Naomi tidak menyadari ada mobil yang tiba-tiba melaju kencang tepat di sisinya.
SPLASH!
Naomi kecipratan air lumpur dari mobil mewah yang melewatinya tadi. Mobil itu pun berhenti dan salah satu penumpangnya turun sebentar mengecek sisi kiri bodi mobilnya, karena suara yang terdengar cukup keras.
"Pak! Ingatin sopirnya hati-hati dong! Liat rok saya, kotor nih!," keluh Naomi setengah berteriak. Untung dia memakai jaket, bajunya tidak terkena cipratan lumpur. Tapi rok dan sepatunya lumayan sangat kotor.
Penumpang mobil mewah itu hanya memandang sinis Naomi. Tidak mempedulikan keluhan Naomi. "Lu pake motor aja belagu lu!," umpat penumpang mobil mewah tadi.
Dan mobil itu pun pergi.
Naomi benar-benar kesal. Apalagi mengingat jelas kata-kata penumpang mobil itu sangat menyinggung perasaannya. Dia merasa rendah sekali. "Mentang-mentang punya mobil bagus!," gerutunya.
Tidak sadar, Naomi menangis.
Sesampai di sekolah, Wilma dan Sasya menyambut Naomi. Mereka langsung menemani Naomi yang menangis ke ruang UKS. Untung saja ada rok ekstra di sana. Naomi tidak perlu repot kembali ke rumah. Hanya saja sepatunya yang terlihat sangat kotor dan hanya bisa dibersihkan seadanya.
"Gue benci orang kaya. Nyebelin, Wil. Dia cuma liat gue sinis. Malah mengecek mobilnya, tanpa liat gue yang kecipratan lumpur. Lu liat nih. Pingin gue bakar tuh mobil," rutuk Naomi.
"Udah, lu tenang, Om. Kan udah beres masalahnya," bujuk Wilma sambil mengelap-ngelap sepatu Naomi dengan kain lap kelas.
"Yang penting lain kali lu musti hati-hati. Begitu liat ada lubang, lu pelan-pelan, terus biarin yang lain liwat dulu," Sasya turut memberi nasehat.
Naomi benar-benar kesal dan sedih hari itu. Wilma dan Sasya terus berusaha membujuknya. Tapi kekesalan Naomi perlahan lenyap, karena ditraktir makan siang oleh Wilma yang berulang tahun. Ditambah jalan-jalan sore di mall. Naomi kembali pulih dari kesalnya.