Keputusan Queenzie untuk memakai sneakers dari pada high heels ternyata benar. Sneakers itu memudahkannya dalam mengejar waktu yang terus berjalan. Hari ini dia ada kuliah pagi, tapi karena bangunnya kesiangan jadi dia seperti orang kesetanan yang melakukan apapun dengan cepat. Penampilannya terlihat lebih berantakan dari biasanya, tapi tidak mengurangi kadar kecantikannya. Dengan rambut yang sedikit messy malah membuat Queenzie terlihat seksi. Ditambah bulir keringat di pelipisnya yang dia hasilkan setelah berlarian di koridor.
Sapaan-sapaan dari penggemarnya kali ini tidak Queenzie hiraukan. Dia yang biasanya membalas setiap sapaan para laki-laki yang mengaku sebagai penggemarnya dengan senyuman maupun ucapan balasan sekarang hanya berlalu begitu saja tanpa sempat menoleh pada mereka. Queenzie berharap, semoga mereka mengerti dengan situasi yang sedang dia hadapi sekarang.
Queenzie mengatur nafasnya saat dirinya sudah sampai di depan kelas. Sebelum masuk, dia menyempatkan diri untuk berkaca dan memperbaiki penampilannya. Dia merapikan rambutnya, menghapus keringat yang berada di pelipis dan lehernya, dan menyemprotkan parfum ke tubuhnya. Meskipun tahu kalau Calvin tetap mau dekat dengannya sekalipun badannya bau keringat, tapi Queenzie tetap ingin menunjukkan penampilan terbaiknya.
Queenzie mengambil nafas terlebih dahulu sebelum mengetuk pintu. Dia harus memasang tampang memelas seperti biasanya agar Bu Lilis merasa iba dan membiarkannya masuk.
“Masuk!” Suara dari dalam terdengar setelah Queenzie mengetuk pintu kelas.
Queenzie sebenarnya bingung, apa yang terjadi dengan Bu Lilis sampai suaranya bisa menjadi besar seperti itu. Namun, itu bukanlah hal penting untuk sekarang ini. Yang terpenting sekarang dia harus memasang tampang memelas dan memberikan alasan paling masuk akal atas keterlambatannya kali ini. Sia-sia Alvis mewariskan jiwa aktingnya pada Queenzie kalau Queenzie tidak menggunakannya dengan baik.
Queenzie membuka pintu perlahan. Wajahnya menunduk, menampilkan sebuah raut penyesalan karena dia lagi-lagi harus terlambat.
“Maaf, Bu. Saya terlambat. Tapi, ini salah Kenzo yang ninggalin saya--” Queenzie yang tadi menunjuk dan menatap Kenzo kesal langsung terdiam saat matanya beralih menatap dosennya yang sekarang berubah wujud.
Seharusnya Bu Lilis yang duduk di bangku dosen itu, tapi kenapa jadi dia?
“Mas Dhaffi? Kamu ngapain disini?” tanya Queenzie dengan mengernyitkan dahi. Sebenarnya hari apa ini? Kenapa semua terasa membingungkan?
Suara tawa seisi kelas terdengar mendengar panggilan Queenzie untuk dosen baru mereka. Kenzo yang seharusnya merasa iba dengan situasi yang sedang dihadapi sepupunya itu malah ikut tertawa terbahak-bahak sampai mengeluarkan air mata. Apalagi saat melihat raut kebingungan di wajah Queenzie. Andai Queenzie mau bercermin, wajahnya sekarang terlihat lebih konyol dari wajah Stella saat menahan pup.
“Mentang-mentang Pak Dhaffi ganteng, lo manggilnya mas,” celetuk Edo di sela tawanya.
“Sok akrab lo, Zie!” cibir Vera, cabe-cabeannya kampus.
“Dih! Emang kita akrab. Ya gak, Mas?” Queenzie meminta dukungan Dhaffi.
Dhaffi mengambil nafas dalam. Mencoba sabar menghadapi situasi yang sedang terjadi. Pertanyaan Queenzie dan panggilan Queenzie untuknya membuat Dhaffi merasa tidak ada harga dirinya sebagai dosen.
Queenzie memang tidak tahu kondisi dan situasi. Dhaffi tidak masalah Queenzie memanggilnya seperti itu saat mereka sedang berada di luar area kampus, tapi kalau sedang di kampus seharusnya Queenzie mengerti panggilan apa yang harus dia berikan untuk Dhaffi. Dhaffi berharap setelah ini tidak ada mahasiswa yang memanggilnya ‘Mas’ karena mengikuti Queenzie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Mas Dosen! (TERBIT)
Romance(TERSEDIA DI GRAMEDIA) PART TIDAK LENGKAP ⚠️ "Jika laki-laki itu bisa mengancam akan mengeluarkan Queenzie dari kelas, Queenzie juga bisa mengancam akan mengeluarkan laki-laki itu dari kamar. Lihat saja nanti!" Queenzie Sefaro, selebgram seksi yang...