😎😎😎
Hai, ini cerita keduaku dengan genre romantis. Ku harap kalian suka dan menikmati cerita ini.Kalau ingin baca cerita dengan genre thriler bisa mampir di "Yena dan Legenda Belati Songgoh Nyowo" di harap siapkan nyali kalian sebelum membacanya ya,,,
🙂😁😆😂🤔😒😍
Selasa, 24 Mei, pukul 9 pagi, di sebuah gedung perusahaan properti terbesar ke-3 di Asia, DA.crop. Seorang wanita muda berusia 24 tahun dengan jabatan asisten maneger, tengah duduk tenang di meja kerjanya sambil mengerjakan pekerjaannya dengan baik di depan layar komputer. Menggunakan kaca mata dengan frame berwarna biru tua, wanita itu tampak begitu serius dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Tak ada raut wajah lesu atau bosan yang ia tunjukkan. Meskipun pekerjaan yang ia miliki untuk beberapa waktu belakangan ini, sangatlah banyak. Bahkan sampai memaksanya untuk kerja lembur 3 hari di minggu ini.
Pak Braham. Kepala maneger perusahaan DA.crop, keluar dari ruangannya. Dengan setelan jas berwarna cream muda dan dasi merah yang tampak sangat serasi, beliau menghampiri meja wanita yang sedang bekerja giat itu.
Wanita itu terlihat begitu fokus dalam mengerjakan pekerjaannya. Sampai-sampai ia tak menyadari kehadiran pak Braham sebelum pak Braham mulai memanggil namanya.
“Anita, bisa ke ruangan saya sebentar?”
Wanita dengan nama Anita itu sedikit terkejut, ia lalu berdiri dan memberi salam hormat pada pak Braham.
“I-iya pak.”
Pak Braham tersenyum tipis lalu menuju ruangannya kembali.
Dengan segera, Anita menyusul pak Braham ke ruangannya. Ia tak mau sampai membuat orang yang di hormatinya itu menunggu lama.“Apa ada tugas tambahan Pak?” tanya Anita saat memasuki ruangan pak Braham. Raut mukanya terlihat begitu bersemangat, meskipun wajahnya terlihat begitu lelah. Bahkan matanya kini terlihat sedikit memerah dan ada kantung di bawah matanya. Namun Anita tetap menunjukkan semangatnya.
Ekspresi wajah penuh semangat yang Anita tunjukkan itu, membuat pak Braham dilema.
Pak Braham menghela nafas berat sebelum akhirnya meminta Anita untuk duduk terlebih dahulu. Dan Anita memenuhi permintaan itu.
“Jadi ada apa Pak?” tanya Anita kembali.
Pak Braham terdiam. Wajahnya terlihat gundah. Bibirnya ingin segera mengatakan maksud dirinya memanggil gadis yang masih single itu. Namun ada perasaan tak enak yang membuatnya berat dalam berkata.
“Anita, apa kau tahu Pak Sagara? CEO dari perusahaan ini?” pak Brahma mulai membuka suara.
“Iya, tentu saja saya tahu beliau, Pak. Saya pernah bertemu dengan beliau sekali, saat menyerahkan berkas salinan pengesahan lahan resort yang ada di Bali minggu lalu. Em... ada apa ya Pak? Apa ada masalah dengan berkas tersebut?” tanya Anita dengan tutur kata yang sopan.
“Tidak,” pak Braham masih tampak ragu untuk langsung menjelaskan ke inti pembicaraan. Ia menatap wajah Anita sesaat sebelum akhirnya membuang pandangan.
Hal itu membuat Anita sedikit berpikir dan merasakan ada sesuatu yang buruk terjadi.
“I-ini soal jabatanmu sekarang,” dengan sangat terpaksa, pak Braham mulai membuka topik utama dari tujuannya memanggil Anita.
Kening Anita mengerut. Wajah penuh semangatnya itu membeku sesaat. Perasaannya jadi semakin tak enak. Entah ada apa dengan jabatan asisten maneger yang ia tapaki selama kurang lebih 1 tahun ini. Dalam ingatannya, ia belum pernah melakukan kesalahan sekalipun, selama 1 tahun dia menduduki posisi penting ini.
Pikiran Anita berkecamuk. Namun ia masih tetap berusaha menunjukkan wajah penuh semangatnya dan kembali bertanya.
“A-ada apa dengan jabatan saya Pak? Apa ada kesalahan yang saya timbulkan selama saya menjabat sebagai sekretaris Bapak?” tanya Anita penuh senyum, namun hatinya sangat getir.
“Kau bekerja dengan sangat baik. Selama kau bekerja, belum sekalipun kau melakukan kesalahan. Tapi,,,” pak Braham menahan kata-katanya sejenak.
Anita memasang telinga tajam-tajam. Ia siap mendengar persoalan yang melibatkannya. Jika memang ada yang tak beres, ia juga siap untuk protes.
“,,, kau melakukan kesalahan saat di luar jam kerja, kemarin lusa.”
“Hah?” celetuk Anita sambil memiringkan kepalanya secara spontan.
Di luar jam kerja? Kemarin lusa? Otak Anita langsung berusaha mengingat-ingat kembali kejadian yang mungkin membuat dirinya berbuat kesalahan di luar jam kerja, yang mungkin tak ia sadari. Namun, ia tak mampu mengingat apa-apa selain masalah pekerjaannya yang menumpuk dalam 2 minggu belakangan ini.
“Kesalahan seperti apa ya, Pak? Saya benar-benar tidak mengerti,” tanya Anita meminta penjelasan.
“Untuk saat ini, saya tak bisa menjawab pertanyaanmu itu, saya tak punya hak untuk menjawabnya. Pak Sagara berpesan kepada saya untuk tidak memberi tahumu soal kesalahan yang sudah kau perbuat. Karena beliau sendirilah yang akan menjelaskanya padamu.”
“Pak Sagara? Apa kesalahan saya ini berhubungan dengan beliau pak?”
“Bisa dikatakan seperti itu.”
“Kalau begitu tolong katakan apa kesalahan yang sudah saya perbuat pak. Atau paling tidak, berikan sedikit petunjuk Pak. Saya benar-benar tak mampu mengingat apa-apa selain masalah kerja. Dan lagi, saya cuma sekali bertemu pak Sagara. Bagaimana saya membuat kesalahan yang berhubungan dengan beliau?” paksa Anita, hatinya ingin menangis.
“Em,,, itu bisa kau tanyakan nanti siang selesai jam istirahat kerja. Jam 1 siang nanti beliau menunggumu di ruangannya.”
Perasaan Anita begitu dilema. Ia tak tahu harus apa. Yang ia rasakan hanya cemas dan takut jika jabatan yang ia perjuangkan selama 3 tahun ini terancam turun. Atau lebih parahnya lagi kena pecat.
Suasana ruangan pak Braham, yang biasanya selalu terasa nyaman, damai dan hangat. Berubah menjadi begitu asing dan dingin.
Wajah penuh semangat Anita, kini berubah 180° menjadi lesu dan cemas.
“Lalu, apa saya akan turun jabatan Pak? Atau mungkin di pecat?” tanya Anita untuk memastikan sebarapa buruk posisinya saat ini.
“Untuk itu,,, saya juga tak tahu.”
Anita mengumpat dalam hati. Bahkan pertanyaan seperti itu saja, pak Braham tak mampu memberi jawaban. Hal ini membuatnya merasa kecewa.
“Untuk sekarang, kau bisa istirahat sejenak di mejamu sampai jam istirahat kerja. Kau tak perlu melakukan apa-apa dulu sampai bertemu dengan pak Sagara."
Anita tertunduk, matanya kini basah dan berkaca-kaca.
"Aku tahu ini berat untukmu, tapi bapak yakin kau akan sanggup untuk menerima segala macam resiko yang akan di berikan pak Sagara. Bapak yakin, kau masih akan tetap bekerja di sini," tutur pak Braham berusaha menguatkan hati Anita.
“Baik pak,” sahut Anita lalu kembali ke meja kerjanya dengan langkah lesu.
Pak Braham menghela nafas berat usai Anita menutup pintu. Ia merasa tak tega melihat raut wajah sedih Anita. Wajah yang selalu tampak ceria dan penuh semangat itu harus berubah menjadi lesu dan sedih karena hal konyol.
“Yah, mungkin ini sedikit berlebihan. Tapi pak Sagara, pasti memiliki alasan untuk persoalan seperti ini,” keluh pak Braham diatas kursi empuknya sambil menyandarkan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir Kopi Untuk CEO
Teen FictionAnita harus merelakan jabatan Sekretaris Maneger-nya lantaran melakukan kesalahan konyol dan memalukan yang di mana melibatkan seorang CEO perusahaan tempat ia bekerja. Dan untuk menebus kesalahannya itu, ia di terpaksa menerima penurunan jabatan m...