03. Namanya

1.7K 248 32
                                    

Suna berjalan gontai menuju gym. Akhirnya ia berhasil tidur diwaktu pelajaran terakhir, beruntung tidak dimarahi guru. Setelah tidur, rasanya tenaganya utuh kembali. Suna jadi sedikit lebih bersemangat yah walaupun wajahnya datar-datar saja.
Mungkin dalam latihan kali ini dirinya bisa mengeluarkan serangan yang hebat, begitu pikirnya.

"Suna-san!"

Mendengar suara familiar yang memanggilnya, semangat Suna yang tadinya tingkat dewa menjadi turun drastis. Suna tetap berjalan sehingga membuat gadis yang disebut pengganggu Suna itu berlari menghampirinya.

"Suna-san, kau mau latihan?" Gadis itu bertanya kepadanya, Suna tak mau repot-repot menjawab pertanyaan yang sudah jelas jawabannya seperti itu. Ia sedang berjalan menuju gym, tentu saja latihan.

"Tadi kau tidur waktu pelajaran terakhir, mau ku pinjam kan catatanku? Sebagai gantinya kau pun harus meminjamkan catatan biologimu pada ku." Sungguh Suna dibuat jengah oleh tingkah gadis itu.

Ia berhenti mendadak dan membuat gadis yang dibelakang nya menabrak punggungnya. Suna buru-buru menurunkan tasnya dan mengambil sebuah buku dari sana.

"Kembalikan sebelum waktunya." Gadis itu menerima buku dari Suna sebelum laki-laki itu melesat masuk ke gym.

"Ah terimakasih Suna-san!" Ucapnya sedikit berteriak kepada Suna. "Syukurlah aku mendapatkan nya! Aku akan bersemangat belajar." Gumam gadis itu kepada dirinya sendiri.

"Kau tadi bicara dengan seorang gadis?" Ujar Aran menyambut kedatangan Suna.

"Tidak." Jawab Suna asal, Kita yang sedang mengelap bola voli hanya menatap mereka datar.

Mereka kembali latihan seperti biasanya sampai petang tiba.

Matahari memperlihatkan sinar berwarna jingga hingga membuat bayangan lebih panjang dari wujud aslinya. Pemandangan seperti ini sungguh disukai oleh Suna. Hanya pemandangan senja.

Mengapa?

Karena baginya selain diwaktu senja, pemandangan kotanya tidak berwarna.
Seperti lukisan yang belum dipoles, seperti itulah hidup Suna.
Hitam putih, tidak menarik.
Ini sangatlah cocok dengan sifatnya yang sekarang, sungguh tak memerdulikan keadaan sekitarnya.
Ketika ia masuk di klub voli inarizaki, hatinya sedikit menghangat karena mereka menerima Suna apa adanya seperti ini. Walaupun ada yang lebih parah darinya.

Untuk menghilangkan rasa bosan, Suna memainkan handphonenya sambil berjalan pulang. Isi handphone Suna pun tak menarik, bahkan folder videonya lebih banyak daripada folder foto.

Video pertandingan voli dan pertengkaran Miya bersaudara tentunya.
Sungguh aneh sekali hobi lelaki itu.

"Oh Suna-san!! Kebetulan sekali!"

Suna tersentak kaget. Gadis itu lagi dan tiba-tiba muncul didepannya.
Suna memilih fokus ke handphone nya lagi dan kembali berjalan.
Gadis yang tadinya bersandar disebuah tiang memilih mengikuti Suna.

"Ternyata kau pulang lewat sini ya, itu pilihan yang bagus Suna-san." Seperti biasa gadis itu berbicara dengan riang. "Kau tahu kenapa aku menyebutnya pilihan yang bagus? Lihat itu!"

Sang gadis berjalan mendahului Suna dan menunjuk sebuah pohon sakura yang tertanam berjejeran disekitar jalan. Bahkan jalan pun penuh dengan kelopak bunga sakura yang berjatuhan.

"Banyak pohon Sakura disini, indah bukan?" Gadis itu melompat gembira seperti anak kecil yang mendapatkan eskrimnya. "Pemandangan musim semi disini sungguh indah dan penuh warna! Aku sangat menyukai nya."

Suna berhenti berjalan dan memasukkan handphone nya ke dalam saku almamater.

"Tidak ada warna yang bisa ku lihat." Ucap Suna datar.

Hening, tidak ada yang mau buka suara. Suna ataupun gadis itu pun terdiam, larut dalam pikiran masing-masing.
Hingga akhirnya, Suna dapat mendengar sosok gadis dihadapannya yang bergerak gusar seperti ingin berbuat sesuatu?

"Itu karena kau selalu menunduk Suna-san!!"

"Huh?"

Seperti ada aliran listrik yang menyetrum jantung Suna, ia terkejut dan refleks mengangkat kepalanya menghadap ke depan.
Gadis itu, pertama kalinya Suna melihatnya berteriak marah seperti itu.

"Aku tidak marah, hanya kesal melihatmu selalu menunduk seperti itu, makanya..." Gadis itu menghentakkan kakinya ke depan menghampiri Suna.

Dengan berani gadis itu menarik kerah seragam Suna, selisih tinggi mereka memang tidak terlalu jauh jadi gadis itu mudah mendapatkannya.

"...Coba pandang ke depan dan lihat aku!"

Mata Suna melebar dan menatap mata gadis itu yang berkilauan seperti ada cahaya di dalamnya. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
Untuk pertama kalinya juga, gadis itu menunjukkan ekspresi selain senyum dihadapan Suna. Ekspresi yang sulit digambarkan, namun hanya sebentar lalu gadis itu kembali tersenyum.

"Indah bukan?"

Kelopak bunga sakura yang tertiup angin semakin membuat pemandangan dihadapannya lebih menarik. Hati Suna perlahan menghangat se akan melupakan kehidupannya yang nyaris datar.

Ia pun masih tak sadar kalau posisi mereka berdua terlihat cukup ambigu.
Seorang gadis yang menarik kerah seragamnya dan wajah yang begitu dekat terlihat seperti errr sepasang kekasih yang bertengkar.

"Siapa namamu?" Gadis itu terkejut dan langsung menginjak kaki kiri Suna.

"Kita sekelas Suna-san! Dan kau tidak mengenalku? Hidoi!" Gadis itu masih berteriak semangat mengabaikan Suna yang merintih kesakitan.

"Aku tidak mengenalmu."

Bibir gadis itu mengerucut, tak disangka Suna bisa se-menyebalkan ini sampai tidak tahu namanya.

"Hmmph maklum sih karena aku baru masuk sekolah, waktu kenaikan kelas dua aku ikut keluarga ke luar negeri selama sebulan." Jelas gadis itu.

"Aku tidak tanya soal itu."

"Hidoi!"

Suna masih memasang wajah datarnya untuk menunggu gadis itu menjawab.

"Chizuru Haruki. Mohon kerjasama untuk kedepannya Suna-san."

- secret -

Secret | Suna Rintarou [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang