Bab 1: Bisikan yang Terdengar di Istana pada Suatu Malam

537 30 8
                                    

Tiba-tiba hujan turun dengan sangat deras di malam yang gelap, dan semua bangunan, baik yang berada jauh maupun dekat menjadi tidak terlihat lagi bentuknya dengan jelas dan juga menjadi tidak terlihat dalam guyuran hujan badai yang tiba-tiba saja turun di malam itu.

Dalam terpaan angin dan hujan itu, lentera Istana yang digantung di bawah atap Istana bergoyang-goyang karena tertiup angin dan hujan. Rumbai berwarna kuning keemasan yang terdapat pada lentera itu menjadi kusut, dan lampu berwarna merah tua yang ada di dalam kap lampu yang mengkilap itu sinarnya menjadi redup, seolah-olah cahayanya ikut terbang bersama angin.

Para pelayan yang mendapat tugas untuk jaga malam dengan cepat berdiri untuk menutup jendela, dan suara langkah kaki mereka yang samar itu bergema di Istana layaknya suara gelombang air.

Suara samar-samar ini membangunkan Pangeran E, yaitu Li Run, yang sedang tidur di aula bagian dalam. Li Run keluar dari aula bagian dalam dan melihat tirai putih terbang seperti awan yang mengambang di bawah cahaya yang berkelap-kelip. Li Run melewati awan cahaya yang mengambang ini, pergi ke pintu masuk Istana, dan melihat keluar.

Seluruh bangunan yang ada di Istana berdiri diam di tengah badai yang sangat dahsyat itu.

Di tengah-tengah hujan yang sedang turun dengan sangat deras ini, tiba-tiba terdengar suara yang tajam dan sangat keras yang menembus hujan di malam yang sangat dingin ini, suara itu terdengar sangat menyedihkan, menyebabkan tenggorokan Li Run tercekat, seakan-akan Li Run dicekik dengan begitu eratnya.

Li Run tiba-tiba saja tersadar dari kebingungannya itu, Li Run seperti sedang mengalami mimpi buruk, seolah-olah Li Run tidak percaya bahwa suara yang keras dan menyedihkan itu berasal dari orang yang paling dikenal oleh Li Run, dan tanpa sadar Li Run-pun bertanya, "Apakah itu ... suara Ibu Selir?"

"Benar Yang Mulia ..." pelayan yang ada di belakang Li Run menjawab dengan takut-takut.

Mengabaikan para pelayan yang ada di belakangnya yang memberikan payung kepada Li Run, Li Run-pun melompat ke dalam hujan yang lebat di luar sana dan langsung berlari menerobos tirai hujan menuju ke Istana kecil tempat dimana jeritan itu terdengar.

Istana kecil itu terang benderang. Para pelayan Istana datang dan pergi dengan langkah kaki mereka yang halus dan juga kebingungan. Seorang pelayan yang bernama Yue Ling keluar dari kamar dalam. Ketika Yue Ling melihat Li Run, Yue Ling bergegas menghampiri Li Run dan memberi hormat kepada Li Run, dan berkata dengan suara yang pelan, "Yang Mulia tidak perlu khawatir. Selir mengalami mimpi buruk dalam tidurnya. Saya telah mengirim seseorang untuk menemui Tabib Istana. Ruangan itu sekarang diasapi dengan dupa rahasia. Beberapa saat lagi Selir akan kembali dapat beristirahat."

Li Run mengangguk dan pergi ke ruang dalam. Di ruangan itu Li Run melihat Ibunya sedang histeris. Dua orang pelayan yang bertubuh kuat memegangi Ibu Li Run itu, dan empat pelayan yang lainnya mengawasi Ibu Li Run itu, sehingga Ibu Li Run itu tidak dapat bergerak. Ibu Li Run itu hanya bisa berteriak dengan suara yang nyaring, bibir Ibu Li Run berwarna ungu, pipinya pucat, dan rambut yang ada di pelipis Ibu Li Run itu terlihat acak-acakan, dan mata Ibu Li Run itu juga melotot.

Li Run menghela napas, duduk di samping Ibunya itu, dan berbisik kepada Ibunya, "Ibu Selir."

Ibu Li Run itu menatap Li Run dengan tatapan yang sangat tajam, dan untuk waktu yang lama, Ibu Li Run itu akhirnya mengenali Li Run sebagai putranya sendiri. Ibu Li Run itupun perlahan-lahan menjadi tenang, dan dua kata keluar dengan susah payah dari tenggorokan Ibu Li Run yang kering itu, "Run'er ..."

Li Run menarik napas lega, Li Run mengangkat tangannya dan membelai kening Ibunya itu. Li Run juga membantu merapikan rambut Ibunya yang berantakan itu, dan berkata, "Ibu Selir, ini aku."

The Golden Hairpin Vol. 2 (Hilangnya Burung Luan Sembilan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang