Orang-orang dari Pengadilan Pusat mendatangi mereka untuk menanyakan situasi yang terjadi pada saat itu, dan setelah mencatat keterangan mereka, orang-orang dari Pengadilan Pusat itupun meminta kepada para biksu yang sedang memadamkan api dan para penjaga yang ada di sekitar untuk membantu menjaga ketertiban, hari ini akan menjadi hari yang sibuk.
Li Shubai mengucapkan selamat tinggal kepada Cui Chunzhan dan meninggalkan kuil bersama dengan Huang Zixia. Setelah terjadinya kekacauan itu, kereta Pangeran Kui masih berhenti di depan pintu masuk kuil. Kusir kereta, Yuan Bo, telah menutupi atap kereta itu dengan menggunakan terpal untuk mencegah agar hujan deras tidak merembes ke dalam atap kereta.
Pada saat ini, hujan turun dengan sangat deras. Di jalan-jalan Chang'an, beberapa orang tampak berlari terburu-buru sambil menutupi kepala mereka dengan tangan mereka, beberapa berjalan sambil membawa payung, dan yang lainnya berdiri di bawah pepohonan sambil mengamati langit dengan cemas.
Kereta itu berjalan dengan mulus. Sesampainya di Jalan Pingkang, kereta itu seharusnya berbelok ke arah Utara, tetapi tiba-tiba saja Yuan Bo menarik kudanya, dan menghentikan laju kudanya itu.
Kereta itupun tiba-tiba saja berhenti, dan Huang Zixia, yang sedang duduk di atas sebuah bangku kecil di dalam kereta itu, menjadi terkejut dan langsung jatuh menukik, hampir saja membentur dinding kereta. Untungnya, Li Shubai bereaksi dengan sangat cepat. Li Shubai mengangkat tangannya dan memegangi pundak Huang Zixia tepat pada saat dahi Huang Zixia hendak membentur dinding kereta.
Huang Zixia masih merasa ketakutan dan membelai keningnya itu, kemudian Huang Zixia berterima kasih kepada Li Shubai, dan bertanya kepada kusir kereta di tengah-tengah hujan yang turun dengan sangat deras itu, "Paman Yuan, mengapa kau tiba-tiba saja berhenti?"
Kusir kereta itu dengan cepat berkata, "Ada seseorang di depan jalan, menghalangi jalan."
Huang Zixia juga mendengar ada suara samar-samar di luar, Huang Zixia mengambil payung yang ada di dalam kereta, dan berkata kepada Li Shubai, "Saya akan turun dan melihat-lihat." Huang Zixia-pun turun dari kereta sambil memegang payung.
Di depan kereta itu merupakan Persimpangan Pasar Timur dan juga Jalan Pingkang. Beberapa orang berdiri berpencar di pinggir jalan sambil menyaksikan keributan yang terjadi. Di tengah jalan, ada seorang anak kecil yang tergeletak di atas tanah. Anak itu sepertinya usianya tidak lebih dari empat atau lima tahun dan tidak sadarkan diri di tengah hujan. Tidak diketahui apakah anak itu masih hidup ataukah sudah mati.
Ada banyak orang yang menyaksikan anak kecil itu. Tetapi melihat pakaian anak itu yang berantakan dan juga kotor, anak kecil itu tampak seperti seorang pengemis kecil yang jatuh ke dalam lumpur. Orang-orang itu untuk sesaat hanya menunjuk-nunjuk saja, tetapi tidak ada yang mendekati anak itu untuk melihat keadaannya.
Huang Zixia untuk sejenak merasa ragu-ragu, dan ketika Huang Zixia hendak melangkah maju untuk melihat pengemis kecil itu, orang-orang yang berkerumun di tempat itu tiba-tiba saja mereka semua melihat ke depan.
Ternyata ada seorang pemuda yang keluar dari Kuil Shengye. Ketika pemuda itu secara sekilas melihat pengemis kecil itu tergeletak di atas tanah, pemuda itu dengan cepat berjalan ke depan, meletakkan payungnya di atas bahunya, dan dengan kedua tangannya yang bebas itu, pemuda itupun mengangkat pengemis kecil yang tergeletak di atas tanah itu.
Pemuda itu mengenakan pakaian yang terbuat dari kain kasa berwarna putih polos yang disulam dengan pola rumput hati keperakan yang terlihat samar-samar. Payungnya yang terbuat dari kertas minyak yang berwarna biru kehijau-hijauan sangat kontras dengan sosoknya yang putih dan ramping itu. Dan pengemis kecil itu terjatuh di tengah hujan, tubuhnya diselimuti dengan lumpur dan kotoran, tetapi pemuda itu tidak mempedulikan hal itu. Pemuda itu dengan lembut menempatkan pengemis kecil yang tidak sadarkan diri itu ke dalam pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Golden Hairpin Vol. 2 (Hilangnya Burung Luan Sembilan)
Mystery / ThrillerPetir yang ada di langit menyambar seorang kasim yang tinggal di Istana seorang Putri hingga tewas, layaknya karma yang diterima oleh kasim itu. Dalam suatu musibah, secara tidak sengaja ditemukan bahwa peristiwa meninggalnya seorang warga sipil bia...