'We ended up saying things we thought we would never use for each other'
-
Hembuskan nafasnya keluar dengan perlahan. Meski Hanbin terlihat biasa saja merangkul pundaknya, efek samping yang ia timbulkan pada Jennie luar biasa besar.
Keduanya masih dalam suasana hening menikmati semilir angin malam dari atas bukit disana.
Terasa tenang dan damai, berbeda jauh dari pemandangan Seoul yang mereka lihat dari atas sekarang.
Belakangan ini, janjinya pada Hanbin terus mengusik kesehariannya. Ia takut akan terjadi sesuatu padanya setelah ceritakan semua pada Hanbin.
Sebenarnya Jennie bisa saja menolak dan mengingkari ucapannya waktu itu. Tapi entah dorongan dari mana, ia malah merasa ingin dan bahkan harus memberitahu Hanbin tentangnya.
Berusaha menenangkan dirinya, pria Kim terlihat sama masih nyaman dalam keterdiamannya dengan mata terpejam lembut dan senyum tipis menghias bibir.
Apa sepenting itu alasan Jennie selalu berdebar saat ada Hanbin baginya?
Dan apa semenarik itu juga perasaan Jennie ke Jaebum, sampai pria Kim sangat penasaran mengenai kebenarannya?
"Aku memilih kembali ke Korea untuk melanjutkan sekolah disini dari pada tetap berada di Auckland dan selalu kesepian," ucapnya memulai dengan pelan membuat Hanbin membuka mata.
Belum berniat menyela dengan pertanyaan atau pernyataan, Kim Hanbin masih ingin mendengar prolog cerita Jennie sebelum ia menawarkan anti klimaks-nya nanti.
Rasanya ia juga sudah gila.
Jennie melanjutkan, "Kedua orang tuaku selalu sibuk dengan pekerjaan, jadi aku jarang berkumpul bersama mereka. Aku selalu kesepian berada disana,"
"Tapi disini kau juga sendirian, kan?"
Keberapa kalinya sudah helaan nafas pelan terdengar samar dari gadis Kim. "Ya tapi Seoul tempat dimana aku dilahirkan, jadi disini adalah rumah,"
Mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali paham akan cerita Jennie. "Joy, yang tadi bersamaku di taman fakultas adalah sahabat ku sejak High school,"
Jennie menceritakan semuanya, padahal yang ingin Hanbin dengar hanyalah cerita mengenai hubungan gadis itu dengan kakak sepupunya saja.
"Kami memutuskan untuk ambil jurusan yang sama di kampus yang sama ketika lulus sekolah," ia tersenyum singkat.
"Lalu--" ceritanya tiba-tiba terhenti dan menoleh pada Hanbin di sisi kanannya. "Kau tak akan mengadukan ini pada Jaebum, kan?" ia memastikan sekali lagi.
Hanbin mengulum bibirnya sendiri kedalam, lagipula apa untungnya buat dia kalau mengadu pada kakak sepupunya itu mengenai kebenaran Jennie?
Ia memperagakan dengan tangannya seolah menutup mulut dengan gerakan menarik resleting. "I can keep that secret, don't worry about anything, this is our secret,"
Benar Jennie akan mengungkap klimaks dari ceritanya sekarang?
Hanbin dapati gadis itu tengah mengatur nafas untuk menenangkan dirinya sebelum mulai lanjut bercerita lagi.
"Di Seoul aku sendirian, hanya Joy orang terdekatku. Jadi aku berfikir saat mulai kuliah, aku harus punya seseorang yang bisa aku jadikan sandaran,"
Kepala Hanbin sampai miring kearah gadis Kim saking seriusnya ia menyimak setiap kata yang terlontar dari ranum mungil Jennie.
"Dan itu Jaebum hyung?"
"Hm, saat awal masuk kuliah Jaebum yang mendekatiku duluan, aku tak merasa risih berada disekitarnya, aku nyaman. Tapi aku tipikal yang sulit untuk jatuh cinta,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Latens [JenBin] ✔
FanfictionIt's a choice, not a mistake. (!) read this story with dark mode, just suggest (!) alternate universe [au] (!) cliche case (!) all multimedia include in this story ©owner, not mine! (!) update only when I've a good mood ©apreelchocx,2020