Chapter 15 : terluka, sakit hati

1.3K 170 32
                                    

《《《PRESENT》》》

Sebuah hari tanpa sang surya. Cahayanya samar-samar tertutup awan gelap. Tanpa kilatan bunyi guntur langit mengabarkan ingin menumpahkan muatannya. Angin dingin meniup menerpa para manusia bumi, toko, cafe dan bangunan baik bertingkat maupun tidak mulai menghidupkan lampu menghalau gelap dipukul sebelas siang, para pejalan kaki mempercepat langkah takut disapa air mata langit, pedagang  jalanan menyegerakan diri mencari tempat berteduh, tuna wisma menarik koran melindungi tubuh dari dingin. Ada pula terlihat toko pakaian yang bersebelahan dengan restoran cepat saji, tepat di tengah-tengahnya berdiri di samping tong sampah sedang mencicipi sepotong roti yang baru dibuang sang pemilik. Si kecil kurus kering menyembunyikan sepotong rotinya kedalam saku celana. Berlari keluar segera mencari tempat berlindung juga. Dan tempat itu jatuh disebuah taman bermain tanpa pengunjung, di dalam sebuah rumah-rumahan kecil di sudut taman.

Kemudian sepotong roti ia keluarkan. Duduk manis menyilangkan kaki, tangan kecilnya mencubit sedikit-sedikit bagian roti dan memasukkannya kedalam mulut. Tak perduli seberapa kotor tangannya, tak menghiraukan roti digenggaman juga kotor berpasir. Setelah berhari-hari terhina di tanah orang cara hidup sekotor itu bukan masalah lagi. Sakit di perut akibat makanan tak higienis kemarin lalu sudah hilang, sudah terbiasa. Mungkin perutnya sudah kebal, yang terpenting ia makan hari ini. Besok, lusa, atau kemudian-kemudian hari biar itu menjadi permasalahan nanti.

Hujan menunjukkan jati dirinya. Deras, cipratan dari luar masuk ke dalam rumah-rumahan mengenai tubuhnya. Ia meringsuk mundur, kurang berguna tetapi lebih baik dari pada seluruh badanya basah kerena hujan. Rotinya habis. Lalu ia merentangkan kedua tangan kedepan, menyatukan telapak tangan membuat wadah menampung air hujan. Ia haus, air hujan ia minum. Begitu berulang-ulang sampai dahaga menghilang. Selepas itu ia mengembalikan kedua tangan memeluk tubuh menjadi tameng dari dingin.

Memikirkan keadaan air mata diri sipitnya menetes, lagi-lagi. Ia teringat Luhan. Karena dia si pendosa Baekhyun. Penyesalan melahap hatinya tanpa henti, memikirkan bagaimana nasib jasad Luhan ditempat itu. Apakah ada yang menemukannya? Apakah dibiarkan terongok begitu saja? Apakah sudah dikuburkan?

Baekhyun sakit hati.

Sebuah hari tanpa sang surya. Cahayanya samar-samar tertutup awan gelap. Tanpa kilatan bunyi guntur langit mengabarkan ingin menumpahkan muatannya. Dari balik salah satu kaca jendela perumahan tua cukup terawat dia melukiskan pola abstrak pada kaca jendela. Gelap di luar sana seperti perasaanya yang ditekan bertumpuk-tumpuk boneka berukuran besar. Umpama yang otak kecilnya punya.

Walau kamar tempatnya berada sekarang jauh lebih baik dari kondisi tempat ia disekap pertama kali, nyatanya ketakutan belum absen menghantui. Apalagi tak ada Baekhyun. Karena dia Luhan, yang banyak hidup bergantungkan emosi dari Baekhyun, saudara kembarnya. Yang ketika ia sadar berhari-hari lalu Baekhyun sudah tak ada bersamanya.

Terakhir kali Luhan melihat Baekhyun ketika mereka di dalam sebuah mobil yang melaju entah kemana. Kemudian ada sebuah goncangan hebat sampai mobil tersebut terbanting tanpa ia tahu mengapa. Terpasti semua mengelap, ia tak tahu apa yang terjadi, ia tak ingat mengapa, ia tak suka mengetahui Baekhyun tak bersamanya. Pemikiran-pemikiran buruk menghinggapi, apakah Baekhyun telah tiada? Apakah Baekhyun berada di ruangan lain? Ataukah Baekhyun telah bebas?

Luhan sakit hati.

Ckiet...

Luhan menoleh ke arah pintu terbuka. Dua orang penculik itu masuk menemani seorang pria dewasa berpakaian ala dokter. Kedua penculik itu menunggu di dekat pintu membiarkan si dokter mendekati Luhan. Beberapa hari ini Luhan menyadari sesuatu, dua orang penculik yang terakhir kali berada satu mobil dengannya dan Baekhyun, juga tak pernah lagi memunculkan batang hidungnya. Entah kemana mereka.

My Day Are A Struggle [CHANBAEK] [REMAKE] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang