Mu Ge meremas kertas hasil pemeriksaan medis ditangannya, memasang kacamata hitam dan keluar dari gedung rumah sakit. Sebuah mobil rolls royce telah menantinya dan supir segera membukakan pintu baginya. Setelah Mu Ge duduk di kursi penumpang belakang, supir segera melajukan mobil.
Mu Ge baru saja menerima hasil pemeriksaan medisnya yang mengatakan bahwa Ia menderita Leukimia tahap akhir. Dia mewarisi penyakit itu dari Kakeknya yang juga meninggal karena penyakit yang sama. Ia telah melihat kematian pria tua itu dengan matanya sendiri, jadi Ia sadar bahwa tidak ada harapan baginya.
Sesampainya di kediaman Mu, Mu Ge tidak banyak bicara dan dengan diam memasuki studionya. Ia segera menghancurkan semua lukisan dan peralatan lukis di studio karena frustasinya.
Mu Ge memutuskan menyerah pada karirnya sebagai pelukis dan menolak semua rencana perawatannya. Ibu dan Ayahnya sangat cemas dan tak tau bagaimana harus membujuknya. Mereka awalnya berniat membawa Mu Ge keluar negeri untuk berobat, namun di tolak oleh Mu Ge. Ia berkata bahwa semua percuma karena penyakitnya sudah ada di tahap akhir. Ia tidak ingin menyia-nyiakan waktunya.
Mu Ge sangat bosan menjalani hari-harinya, jadi Ia memutuskan untuk pergi ke toko buku milik sepupunya. Toko itu adalah jerih payah sepupunya yang ingin hidup mandiri tanpa pengaruh orang tuanya. Toko buku itu tidak terlalu besar ataupun terlalu kecil, namun berada di lokasi yang strategis. Selain itu buku-buku yang dijual juga selalu update yang terbaru sehingga selalu ramai pengunjung.
"A Ge. Mimpi apa aku sehingga pelukis terkenal sepertimu singgah ke tokoku yang kecil ini?" sepupu Mu Ge, Mu AnZe menggoda.
"Omong kosong. Aku hanya bosan dan ingin mencari suasana baru." jawab Mu Ge acuh tak acuh.
"Mencari inspirasi untuk lukisanmu, hm? Aku tidak keberatan. Kau boleh berkeliling sesukamu dan ketika lukisanmu terjual cukup mahal mungkin kau akan berbaik hati untuk memperbesar tokoku?" canda Mu AnZe.
"Ze-Ge..aku tidak bisa menemukan rak 45A." seorang pelajar mendekat ke meja kasir.
"Ah..baiklah. Aku akan menunjukkannya padamu." Mu AnZe menoleh pada sepupunya. "A Ge..tolong jaga kasir untukku. Aku akan segera kembali." Mu AnZe bergegas menunjukkan jalan pada pelajar itu.
"Ge..tolong bungkuskan ini." seorang pria muda mengenakan kaca mata dan masker berbicara di belakang Mu Ge.
Mu Ge berbalik dan melihat ke arah pembicara, namun Ia hanya berdiri di tempatnya semula.
Melihat sang kasir tetap diam, pria itu sedikit gelisah. "Ge..bisakah kau membungkus buku ini untukku?" tanya pria itu lagi.
Mu Ge sedikit terkejut melihat mata indah pria di depannya. Ia merasa seolah-olah jiwanya tertarik menuju pria itu dan ada arus hangat mengalir ke dadanya. Ia tidak mengerti perasaannya sehingga Ia tertegun bodoh.
"Ge.." panggil pria itu lagi. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri dengan gelisah. Seolah takut ketahuan dan dilihat orang lain.
Mu Ge tersadar. Ia mengangguk, mengambil buku di tangan pria itu, pergi ke meja kasir dan membungkus buku itu setelah me-scan harga.
"Dua buku 135 Yuan." ucap Mu Ge setelah selesai membungkus dan memasukkan buku ke dalam tas kertas.
Pria itu menyerahkan kartu kreditnya dan membayar. Mu Ge menggesek kartunya dan menyerahkannya bersama tas kertas berisi buku.
"Terima kasih." ucap pria itu. Dari matanya, Mu Ge tau bahwa pria itu tersenyum.
Mu Ge terpana melihat ke arah pria itu bahkan tidak menyadari kembalinya Mu AnZe.
"Apa yang kau lihat?"
"Pria itu. Apa dia sering kemari?"
Mu AnZe melihat pria yang baru saja masuk ke dalam mobil dari jendela etalase. "Ya. Cukup sering. Dia adalah pelanggan tetap sejak dia masih seorang mahasiswa."
Mu Ge mengangguk paham.
Belakangan Mu Ge tau bahwa pria itu adalah seorang aktor ketika Ia tidak sengaja melihat drama yang di tonton ibunya. Itu membuatnya cukup terkejut. Mata itu selalu bisa membuatnya tenggelam seolah-olah membawanya ke dunia yang berbeda.
Terlebih lagi akting pria itu benar-benar menyentuh dasar hatinya, meski dia bukanlah pemeran utama.Pria itu memerankan seorang pria yang memiliki penyakit jantung sejak kecil dimana semakin hari penyakitnya bertambah semakin parah. Dokter mengatakan bahwa Ia tidak akan bertahan lama. Namun dari awal hingga kematiannya pria itu selalu tersenyum. Ia tidak menyerah pada penyakitnya dan menjalani hari-hari terakhirnya dengan baik, membuat orang-orang disekelilingnya tersenyum.
Mu Ge tercerahkan. Ia juga tidak ingin menyerah pada penyakitnya. Ia ingin hidup lebih lama dan melihat senyum pria itu lebih lama.
Mu Ge mulai mencari tau segala hal tentang pria itu. Latar belakangnya, drama atau film yang pernah dia perankan, serta reality show yang pernah Ia ikuti. Ia juga pergi sejauh membaca majalah yang berisi wawancara pria itu. Hal-hal itu menghiburnya setiap kali Ia berada di rumah sakit untuk menjalani perawatan.
Mu Ge juga lebih sering berkunjung ke toko buku sepupunya. Mengharapkan peluang untuk bertemu dan melihat pria itu lagi dan lagi. Berpura-pura menjadi seorang penjaga toko. Mu AnZe sampai tak habis pikir melihat tingkah sepupunya.
Suatu kali, pria itu lama tak berkunjung. Hampir dua bulan. Hati Mu Ge benar-benar gelisah dan itu membuat moodnya sangat buruk. Yah..bagaimanapun Mu Ge tetap bersabar dan terus meminta info dari sepupunya. Setelah sekian lama Mu Ge akhirnya bisa melihat pria itu lagi. Pria itu berdiri di tengah-tengah rak buku sambil memegang buku, namun Ia sepertinya memikirkan hal lain. Mata pria itu yang biasanya bersinar seperti jutaan bintang, nampak sayu dan dipenuhi kesedihan.
Pria itu melangkahkan kakinya keluar dari toko buku. Diluar sedang hujan dan pria itu sepertinya tidak membawa payung, jadi Mu Ge bergegas keluar mengikutinya.
"Hujannya sangat deras. Pakai payung ini." Mu Ge menyerahkan sebuah payung hitam pada pria itu.
Pria itu menyipitkan matanya dan tersenyum berterima kasih. "Terima kasih. Bagaimana denganmu?"
"Tidak apa-apa. Aku punya satu lagi." Mu Ge tersenyum juga.
"Aku berhutang padamu. Lain kali akan aku traktir. Aku pergi dulu."
Pria itu membuka payungnya dan melangkahkan kakinya ingin menyeberang. Saat dia berjalan ke tengah jalan, sebuah mobil dengan kecepatan tinggi tergelincir dan menabrak tubuhnya hingga terbang ke udara.
Mata Mu Ge membelalak dan tubuhnya gemetar. Dadanya kesakitan, namun tubuhnya tanpa sadar berlari ke tubuh pria yang terlempar ke aspal. Darah merah mengalir bersama dengan air hujan yang jatuh ke tanah.
"Ambulance..panggil ambulance.." teriak Mu Ge. Ia bahkan tidak sadar bahwa Ia telah menangis.
.
.
.
Setelah kematian pria itu, Mu Ge seperti tubuh tanpa jiwa. Ia telah kehilangan satu-satunya harapannya. Semangatnya.Mengapa? Mengapa bahkan harapan terakhir direnggut darinya.
Jika Tuhan itu benar ada, Ia ingin berdoa agar memberikannya kesempatan untuk terlahir kembali dan bertemu kembali dengan orang itu. Jika ada kehidupan setelah kematian di dimensi atau ruang manapun, Ia ingin bersama orang itu.
Namun suatu hal yang aneh terjadi. Entah sejak kapan Ia selalu memimpikan hal yang sama berulang kali. Ia berdiri di puncak gunung dengan seorang pria, melihat pemandangan sambil bergandengan tangan. Mereka tersenyum satu sama lain dan dadanya diisi dengan kehangatan. Anehnya Ia mengenali mata dan senyum pria itu yang berdiri disampingnya. Mata dan senyum itu adalah milik pria yang telah lama dia cintai.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Transmigrated to be A Male Wangfei
Romance[WARNING R18+] . [Warning "Area BoysLove"!! JANGAN SALAH LAPAK!! JANGAN HUJAT!! UDAH ADA PERINGATAN!! BIASAKAN BACA KETERANGAN!] . . Xiao Zhan ditransmigrasikan ke tubuh istri dari Dewa Perang, Mu Ge. Terlebih lagi menjadi seorang istri laki-laki. B...