D U A : "Mari Terus Bersama"

3K 262 45
                                    

Ps: Mohon maaf kalau nanti kalian menemukan kesalahan atau hal-hal yang kurang baik dalam cerita yang ku tulis. Kritik dan saran dari kalian selalu ku tunggu agar aku bisa melakukan perbaikan.

Happy reading guys..🌻 Jangan lupa vote and commentnya yaaa😉

▪▪▪

Itu suara adiknya, Bian! Tapi kenapa dia menangis?

Tian yang sudah cemas dan panik, tidak menunggu waktu lama untuk berlari menerobos memasuki rumah. Dia tidak tahu apa yang membuat Bian menangis, tapi Tian pikir itu pasti bukan sesuatu yang baik. Jadi dia berlari bagai angin ribut untuk segera mencapai adiknya. Neysha yang juga penasaran dengan apa yang terjadi, ikut berlari di belakang Tian.

Langkah cepat Tian baru berhenti ketika kedua kakinya menapaki ruang tengah. Dan dia terperanjat ketika melihat Bian berada di ruangan itu, tengah berdiri di depan Paman Wira yang duduk disofa, tepat dibelakang Bian sambil memukuli betis Bian dengan seikat lidi berukuran panjang dan kaku. Bian sendiri berdiri dengan air mata berlinangan diwajahnya. Sesekali kakinya terangkat sedikit ketika lidi-lidi itu menampar betisnya. Rasanya perih dan sakit. Namun Bian hanya bisa menangis sambil memanggil-manggil nama abangnya nya.

"Bang Tian, Bang Tian!"

Tian yang bisa mendengar dengan jelas jeritan adiknya yang menangis memanggilnya, merasa hatinya seperti sedang disayat sembilu. Sungguh menyiksa hati Tian setiap kali mendengar Bian menyebut namanya ditengah kesakitannya. Tidak tahan melihat Bian menangis dan diperlakukan seperti itu, Tian pun segera berlari untuk menghentikan pamannya. Namun belum juga mencapai adiknya itu, Gandhi, anak bungsu paman dan bibinya yang tak lain juga berstatus sebagai sepupunya sudah menghalanginya dengan cara memeganginya.

Tian terkejut. Dia menatap Gandhi yang memeganginya kuat-kuat lalu berkata, "Gandhi- lepaskan aku-"

"Tidak akan!" balas Gandhi yang kemudian menarik senyuman di salah satu sudutnya. Pemuda ini tidak ada bedanya dengan ayah dan ibunya. Sama-sama tidak punya hati dan suka sekali menindas dua sepupunya. Terlebih Tian yang seumuran dengannya.

Tian kesal, ingin meninju Gandhi, tetapi ditahannya. Dia hanya terus meronta, berusaha melepaskan dirinya dari pegangan Gandhi sambil memandang ke arah Bian yang semakin tersiksa dengan rasa sakitnya. Wira belum juga puas memukuli betis Bian.

"Gandhi! Lepaskan Tian!" Suara Neysha terdengar. Anak itu ikut berusaha membantu Tian melepaskan diri dari Gandhi. Tapi siapa yang mengira bahwa ibunya datang dan menariknya agak jauh dari orang-orang itu.

"Kau diamlah Neysha! Jangan ikut campur!" ucap ibunya dengan nada penuh penekanan.

"Tapi ibu-"

"Diam atau kau ingin dipukul juga?!"

Neysha terdiam mendengar ancaman itu. Dia juga agak takut dipukuli dengan lidi itu seperti Bian. Rasanya pasti sangat menyakitkan.

Sementara Tian, "Paman! Ku mohon! Berhenti memukulinya! Kenapa paman melakukannya pada Bian?!"

Wira yang sudah melayangkan kembali lidi ditangannya menghentikan gerakannya di udara ketika mendengar pertanyaan Tian. Dia kemudian beralih menatap anak itu. "Kau masih bertanya kenapa? Tentu saja aku sedang menghukumnya karena membuat dapurku terbakar!"

Tian tercengang tak percaya. Tega sekali, pamannya melakukannya pada keponakannya sendiri. Tian membatin diantara perasaan sedih dan marahnya. "Tapi- tapi itu bukan sepenuhnya kesalahan Bian. Dia tidak sengaja paman. Dia juga tidak mungkin ingin membakar dapur."

"Dari mana kau tahu?! Memangnya kau bisa membaca pikiran adikmu?!"

"Aku tahu karena adikku bukan orang seperti itu! Dia tidak akan pernah melakukan hal-hal buruk!" bantah Tian tepat di depan wajah Gandhi. Nada suaranya penuh keberanian. Membuat Gandhi geram.

SEPARATED BROTHER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang