E N A M : "Dia Lagi"

2K 240 21
                                    

Ps: Mohon maaf kalau nanti kalian menemukan kesalahan atau hal-hal yang kurang baik dalam cerita yang ku tulis. Kritik dan saran dari kalian selalu ku tunggu agar aku bisa melakukan perbaikan.

Happy reading guys..🌻 Jangan lupa vote and commentnya yaaa😉 thank you..

***

Tian terpaksa kembali ke toko roti dengan membawa serta kue yang telah hancur. Seluruh penghuni toko kue yang melihat kedatangannya, sebut saja paman Yudhis, Bibi Retno, Billa, serta Dafa salah seorang koki di toko kue itu yang juga merupakan sahabat Tian, segera menghampirinya. Penampilan Tian yang agak sedikit kacau itu yang membuat perhatian semua orang menjadi tertuju padanya sekarang.

"T-Tian! Apa yang terjadi?" Billa yang pertama kali menghampirinya.

"Ah itu- aku mengalami kecelakaan barusan kak-"

"APAAA?!" semua orang memekik kaget. Terlebih Billa dan ibunya. Bahkan Bibi Retno segera memapah Tian dan menuntunnya untuk duduk di salah satu kursi pengunjung. Semua orang itu mendadak lupa bahwa di toko roti mereka masih ada beberapa pengunjung yang harusnya mereka layani, tetapi mereka malah fokus mengurusi Tian.

"Lalu- apa kau terluka? Kenapa kau kemari? Kau seharusnya ke rumah sakit." Bibi Retno bertanya khawatir sambil terus memeriksa sekujur tubuh Tian.

Melihat Bibi Retno, membuat Tian sedikit tersentuh. Dia merasa memiliki sosok ibu sejak mengenal wanita itu. "T-tidak Bi. Aku baik-baik saja." jawabnya pelan.

"Benarkah? Kau tidak berbohong?" namun Bibi Retno tidak langsung percaya begitu saja. Tian itu, sejak kecil sudah seperti itu. Selalu berusaha terlihat baik-baik saja, meski tidak sedang baik-baik saja. Bibi Retno sampai hapal sifatnya yang satu itu.

"Benar! Jangan berbohong. Jangan ditutupi Tian. Kalau sakit lebih baik kita ke rumah sakit. Kau tidak perlu khawatir. Biar paman yang akan mengantarkanmu. Bagaimana?" paman Yudhis menimpali dengan saran bijaknya.

"Paman sungguh, aku baik baik saja. aku hanya lecet sedikit." Tian menunjukkan telapak tangannya yang terluka. Tadi sempat tergores aspal ketika terjatuh dari motornya.

"Astagaaa-" Billa menyentuh tangan Tian dan menatap luka ditelapak tangan Tian seolah adalah luka parah. "Kau tunggu sebentar. Aku akan mengambil obat dulu." Gadis itu segera melesat demi meraih kotak obat seperti yang diucapkannya barusan. Sementara yang lain kembali menginterogasi Tian.

"Siapa yang menabrakmu? Lalu bagaimana kondisinya?" tanya Dafa, setengah khawatir, setengah penasaran.

"Huh jangan ditanya."

Mendengar jawaban abu-abu Tian, semuanya mengernyitkan dahi. Lalu Dafa kembali bertanya. "Apa dia terluka parah? Apa dia mati?"

"Tidak, tidak mati. Tapi dia sangat menyedihkan."

"Me-menyedihkan? Itu berarti dia terluka parah, Tian. Lalu apa kau membawanya ke rumah sakit? apa keluarganya menuntutmu?" Bibi Retno bertanya panik.

"Untuk apa menuntutku, bi? Dan untuk apa membawanya ke rumah sakit?"

"Kau bilang keadaannya menyedihkan?"

"Bi- dia sama sekali tidak terluka. Maksudku yang menyedihkan adalah kepribadiannya. Benar-benar tidak tertolong." Tian berdecak, masih kesal jika mengingat sosok Barry dan segala sikap kurang ajarnya tadi.

Semua orang saling berpandangan, semakin tak mengerti dengan ucapan Tian. Tepat di saat itu Billa datang dengan membawa kotak obat di kedua tangannya.

"Maksudnya bagaimana sih, Yan?" tanya Dafa tidak mengerti.

"Dia itu benar-benar sombong. Masa dia memakiku padahal jelas-jelas dia yang salah?" Tian mengatakannya dengan nada kesal. Seolah jika Barry ada dihadapannya dia ingin sekali melemparkan kepalan tangannya tepat ke wajah sombong pemuda itu.

SEPARATED BROTHER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang