T I G A : "Pergi"

2.4K 248 16
                                    

Ps: Mohon maaf kalau nanti kalian menemukan kesalahan atau hal-hal yang kurang baik dalam cerita yang ku tulis. Kritik dan saran dari kalian selalu ku tunggu agar aku bisa melakukan perbaikan.

Happy reading guys..🌻 Jangan lupa vote and commentnya yaaa😉

▪▪▪

Tian sedang membersihkan kolam renang, ketika Gandhi tiba-tiba datang mengganggunya. Pemuda dengan wajah pongah dan sombongnya itu berjalan memasuki area kolam renang, lalu duduk di salah satu kursi yang ada. Tian menatapnya sesaat lalu mengacuhkannya. Pekerjaannya lebih penting dari pada mengurusi Gandhi yang menyebalkan. Bian dan Neysha yang bermain di pinggir kolam pun melakukan hal yang sama. Hanya memandang Gandhi sesaat lalu memilih untuk tidak memperdulikannya.

"Yang bersih ya babu! Kuras airnya! Aku tidak ingin tubuhku gatal-gatal sehabis berenang." Suara Gandhi pada akhirnya terdengar. Meski terdengar begitu menyebalkan ditelinga Tian. Gandhi memang gemar mengganggu Tian. Dia tidak suka pemuda itu dan ingin selalu mengganggunya.

Tian memejamkan mata, menahan kesal untuk kesekian kali. Dia sudah terlampau sering disebut babu oleh mulut kurang ajar Gandhi. Jadi dia sudah agak kebal dan bisa menahan diri. Tanpa menjawab apapun, Tian terus berkutat dengan aktivitasnya membersihkan kolam renang.

"Gandhi kalau kau hanya bisa mengacau mending pergi saja sana!" teriak Neysha yang pada akhirnya tak bisa menahan diri melihat Tian yang hanya diam. Jika Tian tidak membela diri, maka Neysha yang akan melakukannya.

"Kau diamlah kak! Aku sedang tidak berbicara denganmu!" balas Gandhi. Neysha dan Gandhi memang agak kurang akur. Mereka lebih sering bertengkar sehari-hari.

"Kau memang kurang ajar!" Maki Neysha kesal, lalu tidak memperdulikan Gandhi lagi. Tapi tiba-tiba bola yang tengah dimainkan Neysha dan Bian menggelinding ke dekat kaki Gandhi. Bian segera berlari untuk mengambilnya. Tetapi Gandhi sudah mengambilnya lebih dulu dan tentu saja dia tidak berniat untuk begitu saja memberikannya pada Bian. Dia ingin sedikit 'bermain-main' dengan anak itu.

Bian meloncat-loncat, ingin mengambil bola yang Gandhi angkat tinggi-tinggi. Pemuda itu kini sudah berdiri, membuat Bian semakin kesusahan untuk menggapai bola merahnya. Neysha yang melihatnya mulai kesal. Dia lalu berteriak, "Gandhi! Berikan bolanya!"

"Aku sedang ingin bermain dengan anak kecil ini. Apa tidak boleh?"

Tian yang bisa mendengarnya, seketika menghentikan pekerjaannya dan memperhatikan Gandhi juga adiknya. Dia masih berdiri di tempatnya memperhatikan dengan seksama apa yang dilakukan Gandhi. Tian masih berusaha menahan diri. Namun Jika Gandhi pada akhirnya berani melakukan hal kurang ajar pada adiknya, baru Tian akan bergerak menghajarnya.

"Bang Gandhi! Kembalikan bolaku! Kembalikan!" Pinta Bian sambil terus meloncat-loncat berusaha mengambil bola dari tangan Gandhi.

"Bolamu? Kau mau bolamu? Iya?"

Bian mengangguk. "Kalau begitu ambil bolamu sendiri!" Ucap Gandhi yang kemudian melempar dengan keras bola Bian sampai terlempar ke luar dinding yang menjadi pagar halaman belakang. Tawa pemuda itu kemudian terdengar. Seperti begitu bangga sebab baru saja menghilangkan bola milik seorang anak kecil.

Bian mulai menangis, mendapati bolanya raib. Dia tidak bisa mengambilnya begitu saja sebab bola itu terlempar jauh dari pekarangan rumah. Padahal bola itu adalah bola kesayangannya. Bola itu dibelikan ayahnya saat dia berhasil menghitung satu sampai sepuluh. Hanya bola itu satu-satunya mainan yang dia bawa ketika meninggalkan rumah. Yang menandakan betapa dia menyayangi benda bundar itu dengan sepenuh hatinya. Anak kecil itu lalu memukul-mukul perut Gandhi dengan kepalan tangan kecilnya demi melampiaskan kesal.

SEPARATED BROTHER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang