***
Sementara itu di apartemen Tian, pemuda itu mengikuti langkah adiknya yang langsung merebahkan diri di atas tempat tidurnya. Barry terlihat memejamkan mata. Dari raut wajahnya Tian sudah bisa menebak bahwa sepertinya adiknya sedang ada masalah. Jadi dia kemudian duduk dengan pelan tepat di samping tubuh berbaring Barry dan bertanya, "Kau kembali begitu pagi. Apa ada masalah?"
Barry membuka matanya, dan setelah menghembuskan napas kasar, dia menatap Tian. lalu senyumnya mengembang. "Tidak ada apa apa bang," jawabnya kemudian. Mencoba menutupi kekesalan hatinya. "Aku hanya tidak memiliki pekerjaan apapun yang harus ku kerjakan di sana. Jadi lebih baik aku kembali dan menemanimu."
Tian tahu bahwa adiknya sedang mencoba berbohong padanya. Terlihat jelas dari matanya. "Apa kau pikir aku akan percaya dengan alasanmu itu?"
Barry terdiam. memandangi Tian yang menatapnya dengan tatapan yang seolah mengatakan, Jujur saja adikku! Kau tidak akan bisa membohongi abangmu ini!
Barry pada akhirnya menghela napas. "Apa aku memang semudah itu ditebak? Atau itu karena kau terlalu memahamiku?" tanyanya terdengar putus asa.
Tian tertawa. "Ayo ceritakan pada bang Tian! Ada apa? Ada masalah apa sebenarnya?" tanya Tian setelahnya.
"Aku bertengkar dengan papa." Wajah Barry terlihat murung ketika mengatakannya.
"Apa aku boleh bertanya kenapa?" tanya Tian hati-hati. Dia tidak ingin memaksa adiknya untuk bercerita kepadanya jika memang tidak bisa. Dia tahu batasan. Barry memang adiknya. Tapi dia juga sadar bahwa Barry juga sekarang telah menjadi bagian dari keluarga lain. Dan tidak etis rasanya jika Tian mencoba ikut campur dengan masalah Barry dan keluarga barunya.
"Tentu saja. Kau bisa menanyakan apapun padaku. Kenapa masih bertanya seperti itu?" jawab Barry sambil merubah posisi menjadi tengkurap dengan tubuh setengah terangkat. Kepalanya mendongak melihat Tian yang duduk di sampingnya dan menunduk menatap matanya. tangannya lalu menggenggam tangan Tian. Dia seperti anjing kecil yang sedang bermanja pada majikannya sekarang.
"Lalu ceritakanlah. Aku akan mendengarkannya."
Sekali lagi Barry menghembuskan napas. ingatannya kembali menerawang pada kejadian beberapa saat yang tadi ketika dia baru saja tiba di kantor. Papanya tiba-tiba saja datang ke ruangannya dan berbicara dengan nada suara yang tidak ramah. Memarahinya karena tidak pulang ke rumah.
"Apa kau memang berniat tinggal di rumah abangmu itu? Kau berniat meninggalkan keluargamu?!"
"Pah! Aku hanya menginap beberapa hari saja. siapa yang mengatakan bahwa aku akan meninggalkan keluargaku?" Barry pikir dia sudah menjelaskan bahwa dia sedang ingin menghabiskan waktu sedikit lebih lama bersama Tian yang telah lama terpisah darinya. Apa itu salah?
"Lalu kenapa kau tidak pulang sama sekali Barry? kau tahu mamamu merindukanmu! Kau tahu kau seperti sedang membuang kami yang selama ini merawat dan membesarkanmu!"
"Pah cukup! Aku tidak pernah punya pikiran seperti itu! Aku hanya menginap dirumah abangku! Apa salahnya? Dan bukankah papa seharusnya mengerti? Kami berpisah terlalu lama! Dan sekarang ketika kami dipertemukan kembali, bukankah wajar jika aku ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersamanya?"
"Ya tapi tidak dengan mengacuhkan keluargamu!"
"Aku tidak mengacuhkan papa dan mama!"
"Tapi sikapmu menunjukkan seperti itu Barry! Tentu kau tidak sadar karena kau sedang diliputi oleh kebahagiaan setelah bertemu dengan abangmu itu!"
Barry memejamkan kedua matanya. Hatinya masih terasa sakit setiap kali mengingat pertengkaran dengan papanya tadi. Barry tidak mengerti kenapa papanya marah besar karena hal sepele. Maksud Barry, jika papanya menginginkan dia pulang, bukankah bisa memintanya baik-baik? Kenapa harus semarah itu? Dan kenapa juga harus seperti itu? sikap papanya membuat Barry jadi berpikir bahwa papanya tidak senang, Barry bertemu lagi dengan Tian.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPARATED BROTHER [END]
Ficção GeralTian, seorang pemuda baik hati menghabiskan nyaris seluruh hidupnya untuk mencari sosok Bian, adik kandungnya yang telah hilang 18 tahun lamanya. Berbagai cara telah Tian lakukan untuk menemukan Bian. Tapi bahkan dalam jangka waktu selama itu, dia t...