***
Tian berjalan menyusuri trotoar jalanan bersama Karrel. Malam ini dia pulang bersama anak muda itu. Dafa yang kemarin mengantarkannya pulang, tidak bisa memberi Tian tumpangan lagi sebab dia harus menjemput kekasihnya. Jadilah Tian pulang bersama Karrel yang sebentar lagi juga akan sampai ke rumahnya, kurang lebih sepuluh langkah lagi. Rumah Karrel memang dekat. Menguntungkan baginya, sehingga tidak perlu capek-capek mencapai tempat tinggalnya seperti Tian. Mereka berjalan beriringan sambil sesekali bercengkerama hal-hal yang tidak penting.
Sementara itu, tanpa dua orang itu ketahui, Barry memandangi mereka dari dalam mobil yang baru saja menepi dibahu jalan tepat di depan Toko roti Teratai. Jarak mobil Barry berhenti saat ini, tidak terlalu jauh dengan trotoar yang sedang dilalui Tian dan Karrel, sehingga pemuda itu bisa mengenali sosok Tian, meski hanya memandanginya dari arah belakang.
"Tuan, itu sepertinya Tian."
"Mn." Barry hanya menjawab singkat. Malam ini dia kembali mengunjungi tempat ini, tetapi lagi-lagi dia datang diwaktu yang agak kurang tepat. Tian selalu sudah bergegas pulang ketika dirinya sampai. Tapi keadaan itu sebenarnya juga sedikit menguntungkan baginya. Sebab dia juga masih bingung harus menemui Tian atau tidak. Barry memang kebingungan menafsirkan keinginan hatinya sendiri akhir-akhir ini. Dia ingin menemui Tian, tetapi dia tidak tahu harus apa dan bagaimana ketika dia sudah berada dihadapan pemuda itu. Barry sadar sekali, bahwa dia sendiri yang memutuskan untuk tidak berhubungan lagi dengan Tian. Tapi sekarang malah Barry sendiri yang menyesalinya!
Barry mengepalkan tangan. Merasa kesal dengan sikap gegabahnya tempo hari. Sekesal apapun atau setidaksuka apapun dia terhadap apa yang Tian lakukan, dia tidak seharusnya mengatakan hal-hal yang akan disesalinya dikemudian hari. Sekarang ketika semuanya sudah menjadi seperti ini, pada akhirnya Barry sendiri yang repot.
"Tuan muda, apa kita tidak akan mengejar Tian? Sebelum dia terlalu jauh?"
"Tidak!" Tukas Barry cepat. Meski hatinya ingin sekali menemui Tian karena entah mengapa dia malah merindukan pemuda itu, tetapi dia belum siap! Barry tidak tahu harus bersikap bagaimana jika bertemu dengan Tian.
"Baiklah. Lalu apa tuan muda akan pulang?"
"Ya! Tentu saja pulang! Mau apa lagi?" sungut Barry dengan wajah cemberut.
Galih yang meski pertanyaannya disahuti dengan balasan yang tak ramah seperti itu hanya bisa patuh. Dia kemudian memberi kode pada Pak Budi untuk melajukan mobil. Sebelum pada akhirnya, suara Barry kembali terdengar.
"Pak Budi, kemudikan dengan pelan. Jangan sampai melewati Tian."
Pak Budi dan Galih berpandangan. "Apa kita akan mengikuti Tian diam-diam tuan muda?"
"Apa aku mengatakan seperti itu?" balas Barry sengit.
Galih yang mendengar balasan seperti itu hanya bisa membalas, "Maafkan saya tuan muda."
"Aish!" Mendengar ucapan Galih, Barry makin kesal. Sebab dia menyadari bahwa tidak seharusnya dia membentak Galih seperti itu sejak apa yang dikatakan oleh bodyguardnya itu memang benar adanya. "Sudahlah! Cepat jalankan mobilnya seperti instruksiku." Perintah Barry selanjutnya.
"Baik tuan muda." Jawab Pak Budi yang kemudian mulai menjalankan kembali mobil tuannya seperti yang telah diperintahkan kepadanya.
Barry tak melepaskan pandangannya dari sosok Tian yang kini sudah berjalan sendirian di trotoar yang sepi itu. Pemuda itu barusaja berpisah dengan Karrel. Melihat Tian sekarang, sebenarnya Barry ingin sekali menarik pemuda itu agar masuk dan naik ke dalam mobilnya. Udara pastilah sangat dingin di malam hari. Barry seolah bisa membayangkan bagaimana udara dingin menusuk-nusuk tubuh Tian yang kurus tinggal tulang itu. Apalagi Tian hanya mengenakan hoodie biru lautnya yang Barry pikir itu sudah mulai lapuk. Tentu tidak bisa benar-benar melindungi lelaki itu dari hawa dingin seperti ini. Tapi lagi-lagi hati Barry menahannya. Jika dia lakukan, menarik Tian dan membawanya naik ke dalam mobilnya, itu hanya akan menciptakan kecanggungan luar biasa antara dirinya dan Tian.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPARATED BROTHER [END]
General FictionTian, seorang pemuda baik hati menghabiskan nyaris seluruh hidupnya untuk mencari sosok Bian, adik kandungnya yang telah hilang 18 tahun lamanya. Berbagai cara telah Tian lakukan untuk menemukan Bian. Tapi bahkan dalam jangka waktu selama itu, dia t...