T I G A P U L U H D U A : "Melindungi"

1.4K 132 36
                                    

***

Hari berganti pagi. Barry yang tidak bisa tidur setelah tahu kebenaran yang menghancurkan seluruh perasaannya, pagi-pagi sekali sudah pergi dari rumah. Papanya membiarkannya pergi. Tidak terus menerus mengurungnya seperti yang dilakukan semalam. Mungkin papanya berpikir sekalipun Barry meninggalkan rumah untuk mencari Tian, dia tidak akan pernah menemukan abangnya itu lagi. Jadi, tanpa membersihkan diri, atau sekedar mengganti pakaian, Barry langsung melesat pergi menuju apartemen Tian.

Tapi sesuai dugaannya, dia sudah tidak menemukan Tian di tempat tinggal sederhananya itu. Apartemen itu sudah kosong. Barang-barang Tian yang biasa ia temukan tak ada di manapun ketika matanya memandang seluruh ruangan. Orang yang tinggal disamping apartemen Tian mengatakan bahwa Tian sudah pindah sebulan yang lalu. Barry benar-benar sedih memikirkannya. Dia kehilangan jejak Bang Tian nya. Dia tidak tahu harus mencarinya ke mana.

Barry menapakkan kaki memasuki apartemen yang sederhana namun merupakan satu-satunya tempat di dunia yang membuatnya bisa merasa sangat nyaman. Bahkan ketika Tian pergi meninggalkannya, rasanya apartemen ini masih memberikan kesan yang sama di hati Barry. Meski kerinduannya pada Tian semakin membuncah sejak dia tiba di tempat ini. Barry berinisiatif menyewa apartemen ini untuk dirinya sendiri. Dia berencana akan tinggal di tempat itu mulai hari ini.

Dia sudah tidak memperdulikan apapun lagi. Bahkan jika papanya melarangnya untuk tinggal di apartemen itu, dia akan tetap tinggal di sana. Baginya, hanya ini yang bisa dia lakukan untuk membuat perasaan rindunya pada Bang Tian nya sedikit terobati. Meski nyatanya kerinduan malah menerjangnya bertubi-tubi ketika dia berada di tempat itu. Tapi itu lebih baik, dibandingkan dia harus terus menerus tinggal di rumah mama dan papanya. Di sana dia seperti tinggal di neraka. Rasanya sangat panas, dan membuat Barry selalu marah setiap saat. Apalagi setiap kali melihat papanya atau bahkan sekedar fotonya saja yang terpajang di setiap ruangan. Membuat kepala Barry mendidih dan api kemarahan dalam hatinya berkobar sangat besar. Barry tidak bisa hidup di tempat yang menyiksa perasaannya seperti itu.

Barry merebahkan diri di kasur tanpa seprei itu. Membuat debu-debu kecil yang menempel di atasnya bertebaran saat Barry melemparkan diri di sana. Meski terbatuk sesaat, namun Barry membiarkannya. Dia tetap pada posisi telentangnya, menatap kosong langit-langit kamar. Batinnya mulai meracau. Merapalkan kata-kata yang ingin Bang Tian nya dengar.

"Bang Tian, di mana kau?"

"Kau pasti sangat marah padaku ya?"

"Memang aku sangat brengsek. Aku masih beruntung jika kau hanya marah padaku, alih-alih membenciku."

"Apa kau membenciku bang?"

"Maafkan aku. Aku memang bodoh. Sangat bodoh sehingga mudah dibodohi dan dibohongi." Barry menyunggingkan senyuman meski kedua matanya mulai berkaca-kaca.

"Kau pasti sangat sakit hati pada sikap dan perkataanku waktu itu. Tentu saja. Perlakuanku padamu sangat kasar. Aku bahkan memukulmu dengan keras."

"Pasti sakit sekali ya bang?" Air mata Barry sudah menetes dari sudut matanya. Perlahan jatuh membasahi kasur. Dia teringat bagaimana dia memukul wajah Tian dengan kepalan tangan besarnya. Itu pasti sangat menyakitkan. Mengingatnya saja, Barry bisa merasakan ngilunya. Bagaimana Tian yang benar-benar merasakan. Tian bahkan terhuyung mundur dan nyaris jatuh waktu itu.

"Maafkan aku." Barry mulai tersedu. Kali ini air matanya makin deras berjatuhan. Dia sangat menyesal telah memukul Tian. Abang nya itu bahkan tidak pernah menyakitinya seumur hidupnya. Bang Tian nya selalu menjaganya dan melindunginya. Tapi Barry, bisa-bisanya dia melakukan hal itu pada Tian.

Barry meringkukkan tubuh dan tenggelam dengan tangis sedu sedannya. Dia menangis sampai sesenggukan. Sampai dirinya tanpa sadar, tertidur karena kelelahan.

SEPARATED BROTHER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang