D U A P U L U H S A T U : "Makan Bersama"

1.5K 183 13
                                    

***

Tian kini tengah kerepotan merekatkan plester luka pada luka lecet di dahinya. Jelas dia kesusahan, sebab dia tidak memiliki cermin untuk membantunya memasang plester itu dengan benar di jidatnya. Dia hanya menggunakan insting saja untuk menempelkan plester luka itu.

"Aduh!" terdengar suara mengaduh dari bibir Tian lagi tatkala jemarinya malah menyentuh lukanya. Barry yang melihatnya menjadi geram dan segera merebut plester luka itu tak sabaran.

"Berikan padaku." Pinta Barry yang dalam sekejap sudah mendapatkan plester luka dari tangan Tian.

"Eh- ti-tidak usah. Aku bisa sendiri."

"Bisa kepalamu! Dari tadi kau tidak kunjung berhasil memakainya."

"Ya sabar. Itu tidak bisa serta merta-"

"Ssttt sudah diam, jangan berisik. Ke mari. Dekatkan wajahmu." Perintah Barry dengan kening berkerut. Menurut, Tian pun memajukan tubuhnya terlebih wajahnya, agar Barry bisa memakaikan plester luka itu di keningnya dengan mudah.

Tidak sampai lima detik, Barry sudah berhasil menyelesaikan pekerjaannya. Plester luka itu sudah menempel rapi menutupi luka di kening Tian. "Terima kasih." Ucap Tian. Dalam hati dia begitu senang, adiknya memakaikan plester luka pada lukanya.

"Hm." Barry menjawab singkat. Kini dia kembali menyenderkan punggungnya di senderan kursi yang didudukinya. Saat ini, dia dan Tian berada di cafetaria dekat kantor. Barry mengajak Tian ke sana. Bukan karena lapar. Tapi karena Barry ingin berlama-lama bersama Tian. entahlah. Kenapa Barry jadi licik seperti ini. tetapi dia merasa rindu pada pemuda itu. mungkin karena tiga hari mereka tidak bertemu.

"Kau- boleh aku bertanya?"

Tian yang masih sibuk dengan plester luka didahinya, kemudian menatap Barry. tangannya turun perlahan, dan dia menjawab, "Bertanya apa?"

"Kau akan menjawabnya tidak?"

"Aish. Kalau aku tahu jawabannya maka akan aku jawab."

"Kalau tidak?"

"Ya tidak akan aku jawab."

"Tidak akan kau jawab atau kau tidak ingin menjawabnya?"

Tian mendengus. "Kau ingin bertanya apa sebenarnya?"

"Kenapa kau tiba-tiba datang ke kantor papaku dan bertemu dengan papa? Kenapa tidak bertemu denganku?"

"Untuk apa bertemu denganmu?" Tian menjawab sambil menahan senyum.

"Sial! Tentu saja karena kita saling kenal. Logikanya, karena kau mengenalku, bukan papaku, seharusnya yang kau temui itu aku kan, bukan malah papaku!"

"Tapi urusanku itu dengan Tuan Arya. Bukan denganmu."

"Lalu beritahu aku urusan apa itu!"

Tian menggerakkan jari telunjuknya ke samping dan ke kiri dengan cepat. "Tidak tidak tidak. Tidak akan ku beritahu. Kau jangan kepo dengan urusan orang. tidak baik."

"Sialan! Aku penasaran, apa kau tahu?!"

"Dan aku tidak perduli."

"Kau-!" Barry mengepalkan tangan geram. Tapi tidak bisa memaksa Tian lebih jauh lagi. Selain karena Tian tidak akan gentar bagaimanapun Barry mendesaknya, dia juga tidak ingin Tian menjadi kesal padanya karena terus-menerus mencampuri urusannya.

Sementara Tian tersenyum dalam hati melihat Barry yang hanya bisa pasrah, tidak mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya. Maafkan aku adikku. Tapi lebih baik kau tidak perlu tahu pembicaraan kami. Ucap Tian dalam hati.

SEPARATED BROTHER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang