01

3.3K 262 3
                                    


As Reminder

Jeno: bisa membaca pikiran melalui sentuhan.
Haechan: bisa mengendalikan pikiran manusia.
Jaemin: bisa teleportase.
Chenle: bisa telekinesis (mengedalikan benda dengan pikirannya).
Jisung: tidak ada kekuatan.
Renjun: bisa menyembuhkan.

Untuk lebih lengkapnya kenapa mereka bisa dapet kekuatan kaya gitu, dan kenapa Mark gak ada sama mereka, bisa di-refresh ulang di book 1^^

Enjoy!


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Gigi ganti gigi. Mata ganti mata.

Kalau seluruh manusia berpikiran demikian, dunia mungkin sudah lama buta.

Kadang, hanya butuh 1 perbuatan baik kecil untuk mengubah dunia. Dan semua itu dimulai, dari dalam diri sendiri.

Renjun tahu mereka disakiti. Renjun tahu mereka dihancurkan.

Namun apakah itu dapat dijadikan alasan bagi mereka untuk menjadi monster? Alasan untuk membunuh siapapun yang menghancurkan mereka?

Renjun tak tahu jawabannya, namun satu hal yang jelas.

Ia tak mau dunia menjadi buta.

.

.

.

.

Renjun perlahan membuka matanya. Suara jarum jam berdetik, entah mengapa terdengar sangat keras pagi itu. Tangannya kemudian melempar selimut yang selama ini menutupi tubuhnya. Dengan langkah gontai, ia pun bangun dari kasurnya. Dahinya menyerngit bingung. Biasanya suara papa mamanya yang tengah mengobrol sudah terdengar. Apa ia terbangun terlalu pagi lagi?

Ia mengusap matanya yang gatal, kemudian membuka pintu kamarnya. Senyumnya mengembang ketika melihat papa mamanya tengah sarapan.

"Pagi, pa. Pagi, ma," sapa Renjun.

Ia lantas duduk di sebrang papanya yang tengah asyik membaca koran. Mamanya sendiri tengah menyeruput secangkir teh hangat.

Renjun tersenyum kecil. Pagi seperti ini selalu menjadi favoritnya.

"Papa hari ini nganter aku ke sekolah lagi kan?"

Renjun kemudian mengambil selembar roti bakar. Dimakannya roti itu dengan lahap. Entah apa yang membuatnya kelaparan di pagi hari.

Renjun selesai makan dan kembali menatap kedua orang tuanya.

Jantungnya berdetak kencang.

Dari tadi mereka sama sekali tak bergerak.

Papanya masih memegang koran dengan posisi tangan yang sama. Cangkir mamanya masih menempel dengan mulut wanita itu. Mereka dari tadi tidak bergerak.

"Mama?" panggil Renjun panik. "Papa?"

Renjun mencoba meraih mamanya, ia menggoyang-goyangkan pundak wanita itu. namun tubuh wanita itu justru roboh ke lantai, darah menggenang di sekitar tubuh wanita itu. Mata wanita itu terbuka lebar, menatap Renjun dengan tajam.

"Mama!"

Renjun buru-buru berlutut di sebelah mamanya. Dengan panik, ia berusaha membangunkan wanita itu. Tangannya tiba-tiba terangkat. Dan entah sejak kapan ada pisau disana.

"Kau membunuh mereka, Renjun."

Sebuah suara tiba-tiba berbisik di telinganya.

"Siapa itu?!"

Renjun berbalik dan melihat papanya kini berbaring dengan mata tertutup di samping mamanya.

"Papa..."

"Kau membunuh mereka, Renjun."

Renjun berbalik dengan marah dan mendapati berates-ratus tubuh manusia bertumpuk di belakangnya. Tubuhnya bergetar. Ia mengenal mereka semua.

Ryujin terbaring dengan tubuh bolong, darah mengalir dimana-mana.

Pasangan ibu dan anak yang ia bunuh kini terbaring dengan mata menatapnya tajam. Tubuh mereka terkoyakkan, tangan dan kaki mereka terpisah dari tubuhnya.

Renjun menggeleng, tidak. Ia tidak membunuh mereka semua.

"Kau membunuh mereka!"

"Aku gak membunuh mereka!"

Sebuah tangan tiba-tiba menggenggam pergelangan kakinya. Renjun perlahan mundur ketakutan ketika melihat Jisung merangkak mendekatinya, kedua matanya hilang.

"Kenapa kau membunuh kami, Renjun?"

"Aku gak..."

Renjun melihat Chenle terbaring dengan mata tertutup di belakang Jisung. Tubuhnya terbelah 2 dengan sadis. Haechan di sebelahnya menatap Renjun dengan tajam. Kepalanya terpisah dari tubuhnya.

"Kau membunuh mereka!"

Kali ini suara Jeno yang beteriak di telinganya. Dengan panik, Renjun menutup kedua telinganya. Jeno, sekujur tubuhnya berwarna merah, tak ada satu bagianpun yang tidak tertutup darah. Bahkan wajahnya nyaris tak terlihat akibat darah. Di belakangnya ia melihat Jaemin, dengan sebuah tombak besar menempel pada kepalanya.

"Kau membunuh mereka!"

"Gak!"

"KAU MEMBUNUH MEREKA!"

"Renjun!"

Renjun membuka matanya dengan nafas terengah-engah. Tubuhnya kini basah dipenuhi keringat. Rasanya seolah habis berlari sangat lama. Ia buru-buru duduk, mencoba melihat sekelilingnya.

Sebuah tangan menariknya ke dalam pelukan.

"Gak apa-apa, tenang. Mereka gak ada disini. Itu semua cuma mimpi." Suara Jeno kembali memenuhi telinganya. Suara yang tenang, berbeda dengan teriakan yang ia dengar dalam mimpinya.

"Aku membunuh mereka..."

"Gak. Kamu gak membunuh mereka."

"Aku bahkan membunuh kalian..." gumam Renjun.

Jeno segera melepas pelukannya. Setiap malam Renjun pasti bangun akibat mimpi buruknya. Tiap malam mimpi itu selalu berbeda-beda. Biasanya setelah ini ia harus memanggil Haechan.

"Kamu gak membunuh siapa-siapa. Kamu gak akan membunuh kita."

Renjun menarik nafas dalam-dalam. Jeno tahu ucapannya tadi takkan didengar Renjun, apalagi ketika kondisinya seperti ini.

"Aku panggil Haechan. Kamu tunggu disini."

Jeno pun keluar, meninggalkan Renjun sendiri. Anak itu terdiam, memeluk kedua kakinya dengan erat. Bayang-bayang mimpi itu masih terus menghantuinya.

Renjun selalu bermimpi buruk, bahkan setelah 2 tahun berlalu.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
We Be Pullin Trigger (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang