Batas kesabaran Enza kian menipis. Mendengar kata 'adik' terucap di bibir manis ketiga remaja tersebut. Sebegitu kecilnya kah dia? Hingga menganggap dia sebagai perempuan muda yang ada di bawahnya? Enza akui, jika ketiga remaja itu memiliki tinggi lebih dari tingginya. Namun, sedikit.
Alias, tidak banyak. Seharusnya, mereka cukup sadar diri dan tahu kalau mereka adalah sepasang kekasih. Atau mungkin, karena ia yang sedari tadi diacuhkan oleh Freinz. Dan lebih mirip seperti hubungan adik-kakak? Begitukah?
Oh, shit! Freinz tidak ada romantis-romantisnya. Sangat jauh berbeda dengan sosoknya di pagi hari tadi. Di saat ia melamar dan melakukan hal yang romantis. Membuat detak jantung tidak normal dan khayalan tinggi.
Tapi, apa yang terjadi sekarang? Dia justru mengabaikannya! Mengabaikan! Tidak ada perlakuan romantis. Ataupun gombalan receh. Dasar pria ketinggalan zaman!
"Freinz, kita pergi saja dari sini," ucap Enza tiba-tiba. Berusaha menyembunyikan nada kesal di balik ucapannya.
Freinz menoleh. Mengerutkan kening dengan pandangan seolah bertanya 'kenapa?'. Enza tidak menjawab. Melipat kedua tangan di depan dada. Mengabaikan tatapan heran Freinz.
Freinz menghela napas. Menyingkirkan anak rambut ke belakang telinga Enza. Menarik wajah Enza dan ....
Cup
Enza terkejut. Mendapatkan perlakuan seperti itu. Begitu pula dengan ketiga remaja di sebelah Enza. Yang sedari tadi mengamati pergerakan mereka. Freinz melepaskan ciumannya di kening. Berganti mencium kedua pipi Enza dan menjauhkan wajahnya. Kembali menatap layar di hadapannya.
Enza tersipu malu. Berusaha menetralisir degupan jantungnya dan berusaha menormalkan warna wajahnya yang sudah memerah padam.
"E—Elo ngapain? Kok?"
"Bukannya itu yang kamu mau?" tanya Freinz tanpa mengalihkan pandangan. Enza terdiam. Tak menyangkal maupun menyetujui. Sedangkan ketiga remaja di sebelahnya, tampak kembali berbisik dengan raut tak terbaca.
"Ternyata dia bukan adiknya, woi! Tapi, pacar."
"Iya nih, gue kan jadi broken heart."
"Udah-udah, gak usah dibahas lagi. Masih ada kok cowok blasteran yang lebih tampan dari dia."
Bullshit! Faktanya, memang gak ada cowok yang jauh lebih tampan dari Freinz. Nggak ada! ucap Enza di dalam hati. Tidak menerima pernyataan dari salah satu remaja tersebut.
Tiba-tiba saja, tangan kanannya tergenggam tatkala ia hendak menyuarakan pendapatnya dan menghabisi mereka habis-habisan. Enza menunduk. Menemukan tangan kanannya sudah digenggam erat oleh Freinz. Saling bertautan dan melengkapi. Seakan-akan mereka memang sudah dijodohkan oleh Allah Swt. Tak berangsur lama, lampu bioskop menyala. Petanda film telah habis diputar. Dan saat itulah Enza mulai kesal.
Belum juga berduaan sama Freinz. Udah main selesai-selesai aja nih film. Gara-gara mereka sih! Nyebelin! Enza melipat tangan di depan dada. Membiarkan ketiga remaja tersebut lewat dengan hati bergemuruh kesal.
Freinz bangkit berdiri. Merasakan Enza tak berkutik sama sekali. Terus diam di tempat. Tanpa ada niatan untuk beranjak pergi.
"Kenapa?" tanya Freinz berusaha sabar. Rasanya, saat ini Freinz tengah mengurus seorang batita. Batita yang sama dengan Thel, anaknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/222027166-288-k947100.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir Kehangatan (END)
Teen FictionEND R 15+ 《PART LENGKAP》 ▪︎Genre spritual ▪︎ Cool boy series #1 ~ Cintamu ada untuk didapatkan dan juga dilepaskan ~ Takdir. Ya, takdir. Setiap orang pasti memiliki yang namanya takdir. Hal ini pun sudah tercantum dalam Al Quran yang menyatakan bahw...