Motor berhenti tepat di sebuah taman kota bertuliskan 'Taman Vanda'. Enza menghembuskan napas dalam-dalam. Berusaha menghirup oksigen sebanyak mungkin. Menetralisir rasa panik tatkala dibonceng oleh Freinz, yang sudah mirip seperti seorang pembalap kelas dunia. Begitu menakutkan!
"Lo gak ada motor lain apa? Kenapa juga lo lebih milih motor sport? Gak habis pikir gue," decak Enza sembari terengah-engah. Ia pun memilih untuk membungkukkan badannya dan menghapus peluh. Kembali menenangkan dirinya.
Freinz terdiam. Tidak menjawab pertanyaan Enza. Ia justru berjongkok di hadapan Enza dan mengamati wajah Enza secara saksama.
"Kamu takut?"
"Manurut lo?" ucap Enza dengan nada naik satu oktaf. Mengatur deru napasnya.
Freinz meraih kepala Enza. Mendekatkan wajahnya dengan wajah Enza. Dan ....
Cup
Freinz mencium lama kening Enza. Enza melebarkan kedua mata terkejut. Memejamkan mata dan menikmati kecupan hangat Freinz. Freinz menarik Enza. Hingga ia bersimpuh. Freinz pun meraih tubuh Enza dan memeluknya erat. Mengelus-elus punggung Enza lembut.
"Masih takut, hm?" tanya Freinz dengan suara parau. Enza menggelengkan kepala malu-malu. Membuat Freinz terkekeh dan melepaskan pelukan mereka.
"Maaf, karena kesukaan saya, kamu jadi sengsara."
"Um ... Nggak kok. Tenang aja. Tadi, gue hanya gak terbiasa aja. Soalnya, gue gak pernah naik motor gede." Freinz menganggukkan kepala paham. Berdiri dari posisi jongkok dan mengulurkan tangan pada Enza. Membantunya berdiri.
"Jadi, kita mau ngapain?" tanya Enza bodoh.
"Main," jawab Freinz singkat. Freinz mengulurkan tangan kirinya, membuat Enza menunduk. Mengamati telapak tangan hangat tersebut. Sebelum akhirnya menerimanya dan menautkan jemariya. Berjalan bersama-sama mengelilingi taman. Diiringi dengan suara tawa mereka berdua, yang lebih didominasi oleh Enza. Sedangkan Freinz lebih sering menjadi pendengarnya saja.
"Eh, Freinz. Bentar!" seru Enza bersemangat. Tatkala ia menemukan seorang penjual gelembung sabun yang tidak jauh dari mereka berada. Enza segera menghampirinya dan berbincang kepada pria paruh baya tersebut. Freinz hanya berdiri mengamati. Tak berniat untuk menghampiri hingga akhirnya Enza datang sembari membawa sebotol gelembung sabun.
"Itu buat Thel?" tanya Freinz heran. Enza terpengarah.
"Bukan! Ini buat gue. Lihat nih!" Enza mengeluarkan tongkat dari botolnya. Mulai meniupnya hingga terbentuklah beberapa buah gelembung. Enza memekik girang dan kembali memasukkanya. Terus melakukan hal yang sama sembari berjalan di taman. Freinz memasukkan kedua tangan di dalam saku. Diam-diam mengamati. Dan ....
Cekrek
Diam-diam Freinz mengambil foto Enza. Melihatnya sekilas dan bergegas memasukkanya ke dalam saku celana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir Kehangatan (END)
Fiksi RemajaEND R 15+ 《PART LENGKAP》 ▪︎Genre spritual ▪︎ Cool boy series #1 ~ Cintamu ada untuk didapatkan dan juga dilepaskan ~ Takdir. Ya, takdir. Setiap orang pasti memiliki yang namanya takdir. Hal ini pun sudah tercantum dalam Al Quran yang menyatakan bahw...