10. Perbedaan

41 5 0
                                    

"Kamu—" Freinz menoleh dengan tampang terkejutnya.

"Apakah sudah sampai?" tanya Enza dengan suara serak khas orang bangun tidur.

Freinz menghela napas dan mengangguk. Ia pun melepaskan seatbelt-nya dan segera keluar dari mobil. Ia pun berjalan memutarinya dan membuka pintu Enza.

"Pelan-pelan," pinta Enza tatkala Freinz meraih tubuh kecil Thel.

Dengan telaten, Freinz meraih tubuh mungil Thel yang meringkuk di tubuh Enza dan menggendongnya. Membuat sang empu terusik sebelum akhirnya menangis.

"Hua ... Momma!" teriak Thel dengan mata yang masih memejam.

"Sstt ... Calm down, Son. This is Dadda," tenang Freinz sembari menepuk-nepuk pelan bokong Thel. Thel menegakkan tubuh dan mendongak. Menatap paras tampan Freinz dengan sendu.

"Dadda." Thel mengalungkan tangan ke leher Freinz. Memeluk Freinz erat dan menyembunyikan wajah serta pipi gembulnya di ceruk leher Freinz.

Freinz kembali menepuk-nepuk bokong Thel dan berjalan masuk ke dalam tempat rekreasi dengan beragam hewan ternak itu. Yah, bisa kalian tebak jika saat ini mereka telah sampai di Farm House, tempat di mana hewan-hewan ternak berada. Enza pun bangkit dari kursinya dan meraih tas perlengkapan Thel. Menutup pintu dan pergi menyusul Freinz.

Tit tit

Freinz mengunci mobil BMW hitamnya dan beralih mengambil tas bawaan Thel tatkala Enza berdiri di dekatnya. Memasukkan kunci mobil ke dalam salah satu kantung yang berada di dalam tas Thel.

"Jadi, kita mau ngapain di sini?" Freinz menoleh ke arah Enza.

"Mau tidur," jawab Freinz sinis membuat Enza mencebikkan bibir kesal.

Freinz pun mengabaikan Enza dan memilih untuk berjalan menuju loket penjualan. Membeli 3 buah tiket dengan Thel yang masih setia memeluk Daddanya.

"Hei, Thel. Digendong sama Momma, yuk. Kasihan Dadda, pasti capek," ucap Enza tiba-tiba. Sontak saja, Freinz berbalik dan menatap Enza lekat.

Namun, Enza justru menundukkan kepala sembari memainkan kedua jemarinya. Tidak ingin bersitatap dengan Freinz. Freinz yang awalnya terenyuh pun langsung mengendalikan air muka dan beralih menatap wajah chubby sang batita.

Thel yang ditatap pun hanya menganggukkan kepala dengan mata sayu. Tanda jika ia masih mengantuk. Enza tersenyum senang dan meraih kedua tangan Thel. Memeluknya dengan sangat erat.

"Tasnya," pinta Freinz dengan tangan terulur. Enza menganggukkan kepalanya dan memberikannya ke Freinz. Freinz menerima tas milik Enza dan melangkah berdampingan menuju loket tiket.

"Wow! Thel, look at that," pekik Enza sembari menujuk kandang biri-biri.

Dengan semangat mengebu, Enza mendekati kandang dan memangku tubuh Thel. Thel membuka mata dan mengedipkannya beberapa kali. Berusaha menyelaraskan sinar yang masuk ke dalam kedua retina. Hingga tak lama, ia pun menyunggingkan senyum.

"Halo, selamat datang, Tampan," sapa seorang pegawai wanita. Pegawai bername tag Dina itu menyunggingkan senyum ke arah mereka. Sebelum akhirnya ia terpaku memandangi wajah Freinz. Enza yang heran pun segera mendongak dan berdeham. Berusaha untuk mengalihkan atensi sang pegawai dan juga memadamkan api yang timbul di lubuk hati. 

"Ekhem, Dadda. Kayakanya Thel mau ngasih makan biri-biri deh. Iya gak, Son?" sindir Enza sengaja mengingatkan Dina akan posisinya. Dina pun tersadar dan segera memberikan seikat rumput ke arah Enza. Enza bangkit berdiri dan meraihnya  sembari menatap tajam kedua retina Dina. Sebelum dia kembali berjongkok.

Secangkir Kehangatan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang