27. Permintaan

23 4 0
                                    

Seminggu kemudian ....

Seorang pria paruh baya mengerjap-ngerjapkan matanya. Berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam kedua retina matanya. Ia pun menoleh ke arah sisi kanan dan tersenyum mendapati putri bungsunya yang tengah tertidur pulas dengan wajah polosnya.

Hasan mengangkat tangannya dan menggerakkannya ke atas kepala Enza. Mengelus penuh sayang kepala putrinya hingga sang putri terusik dan terbangun dari mimpinya. Meregangkan kedua tangannya dan terkejut mendapati sang abi sudah terbangun dari tidur surinya.

"Ya Allah, Abi. Abi udah bangun. Ada yang sakit gak, Bi? Enza panggilin dokter, ya," cemas Enza sembari bangkit berdiri. Hasan pun menahannya dan menggeleng.

"Tidak, Abi baik," parau Hasan. Ia pun terbatuk dengan selang pernapasan yang masih melekat di kedua lubang hidungnya. Bergegas, Enza meletakkan bantal di punggung Hasan dan memapahnya 'tuk duduk. Mengambil sebuah gelas dan mendekatkannya kepada Hasan.

"Abi, minum dulu." Hasan menurut. Menerima pemberian Enza dan menegaknya hingga tandas. Enza pun kembali meletakkan gelasnya di atas nakas. Kembali membenahi bantal Hasan dan menyuruhnya 'tuk kembali berbaring.

"Umi sama Quinza ke mana?" tanya Hasan sembari menatap langit-langit kamar.

"Um ... Umi sama Kak Quinza lagi salat zuhur."

"Kamu kenapa gak salat? Bolong lagi, hm?" tanya Hasan dengan nada yang perlahan naik. Cepat-cepat Enza menggeleng dan membantah tuduhan Hasan padanya.

"Nggak, Bi. Enza lagi datang bulan. Jadi, gak ikut mereka."

"Bagus deh kalo begitu. Selama Abi koma, kamu tetap menjalankan salat kan? Takutnya, kalo gak ada yang nyuruh kayak Abi, kamu malah gak mau salat."

"Nggak kok, Bi. Enza salah. Full malah dari subuh sampai isya."

"Alhamdulillah, semoga kamu dapat hidayah." Enza terdiam. Hanya menatap Hasan dalam diam. Hasan pun menoleh ke arah Enza. Menggerakkan tangan kanannya dan menggenggam erat kedua tangan Enza.

"Enza, maaf kalo selama ini, Abi udah manjain kamu. Sampe akhirnya kamu malah gak mau menutup aurat sampe sekarang. Maafkan Abi yang gak becus mendidikmu. Abi, bersalah. Dan oleh karena itu juga, Abi berusaha 'tuk merubahnya. Karena jujur, Abi pernah mengalami hal yang sama denganmu. Sama-sama jauh dari Allah dan tidak patuh kepada-Nya."

"Abi pernah melakukannya?" tanya Enza terkejut. Hasan tersenyum dan mengangguk.

"Dulu, Abi punya adik kembar. Namanya Husein. Dia itu periang, sabar, rajin ibadah, pengertian. Pokoknya, siapa pun yang bisa bersamanya bakal beruntung." Hasan menarik napas dalam-dalam. Berusaha menyiapkan hatinya.

"Awalnya, semuanya berjalan dengan baik. Hingga akhirnya, kami duduk di bangku SMP. Dan saat itulah Allah mulai berkehendak."

"Allah berkehendak apa, Bi?" tanya Enza penasaran. Hasan melirik Enza dan tersenyum.

"Allah berkehendak kepada malaikat israfil agar adik Abi ikut bersama-Nya ke surga. Menjadi penghuni di sana bersama-Nya." Enza menatap Hasan sedih. Ia pun menangkup kedua tangan Hasan dan mengelus-elusnya lembut.

"Yang tabah ya, Bi. Om Husein pasti sudah bahagia kok di sana." Hasan mengelus lembut surai panjang Enza dan mengangguk.

"Adik Abi itu sangat luar biasa. Walaupun dia punya kelainan dan penyakit leukimia, tapi dia berhasil menghafalkan 30 juz Al Quran dan beberapa hadits di umur mudanya itu."

Secangkir Kehangatan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang