Tubuh Freinz mematung. Mengetahui sosok yang ada di hadapannya. Ya, sama seperti Enza, ia juga terkejut. Tak menyangka akan ada Enza di sini.
"Sstt ... Nza. Demi apa? Gue kayak ketemu malaikat aja! Aduh, gue harus gimana dong?" bisik Al bersemangat. Enza tersadar. Mengalihkan pandangannya dan mendongak. Berusaha membendung air matanya.
"Ayo, masuk! Kenapa di sana terus sih? Ayo sini!" Elsa menghampiri Freinz. Menuntun anaknya untuk duduk di kursinya. Sedangkan Enza dan Al masih tetap berdiri di tempatnya. Tak ada pergerakan apapun.
"Ngapain di pintu terus? Sana, buruan ke toilet!" celetuk Wirna dari kejauhan. Menyadarkan kedua perempuan tersebut.
"Eh, lo beneran masih mau ke toilet? Yakin gak mau nahan dulu? Jarang-jarang loh bisa lihat cogan gratisan," ucap Al gembira. Enza hanya bisa mengulas senyum tipis. Menatap ke arah meja. Tepat saat itu juga, Freinz ikut menatapnya. Pandangan mereka beradu. Ada pandangan khawatir di kedua mata Freinz. Akan tetapi, Enza berusaha tersenyum. Mengatakan jika dirinya baik-baik saja.
"Aa! Enza! Lihat! Dia natap gue tuh," bisik Al percaya diri. Enza berdeham dan tersenyum tipis.
"Um ... Gue gak jadi ke toilet. Gimana kalo kita duduk aja?"
"Nah, gitu dong dari tadi. Capek tahu berdiri terus di sini," ucap Al kesal. Enza tersenyum singkat. Ikut berjalan di sisi Al menuju meja makan. Duduk sesuai formasi mereka masing-masing.
"Freinz, Thel mana? Kok cucu Mama gak ada?" tanya Elsa kebingungan.
Deg
Thel? Ya Allah, cobaan apalagi ini? Semoga dia gak ke sini, batin Enza resah.
"Thel nangis di depan. Kangen sama Mommanya," jawab Freinz sembari melirik Enza.
Skakmat!
Habis sudah harapan Enza untuk tetap di sini. Sudah saatnya ia harus kabur! Tapi, bagaimana?
"Momma? Bukannya dia cucu asuhmu ya, Jeng?" tanya Wirna yang dibalas Elsa dengan lambaian tangan kanannya
"Biasa atuh, Jeng. Anak kecil keinget orang tua kandungnya."
"Tapi, beneran kan anak kamu masih single?"
"Iya, bener. Tenang aja. Lagian, aku kan niatnya mau ngjodohin dia sama anak kamu, Jeng. Biar Thel gak kesepian lagi. Kasihan kan dia." Enza terus memainkan jari-jemarinya. Tak ikut mendengar obrolan kedua wanita paruh baya tersebut.
Hingga akhirnya pintu tertekuk. Menampilkan seorang batita yang mengenakan jas mini tengah sesegukan dengan ingus yang keluar dari kedua lubang hidungnya. Dan juga seorang wanita muda yang menggendong batita tersebut. Enza terenyuh. Tak tega menatap sang batita. Segera saja, Enza menundukkan kepala. Berusaha menyembunyilam wajahnya. Sedangkan wajah Grez tampak pucat kebingungan melihat kehadiran Enza di tengah-tengah mereka yang memang langsung diketahui olehnya. Begitu pula dengan Thel, yang perlahan berhenti menangis.
"Kenalin, ini cucuku Thel. Thel! Ayo, masuk! Sini-sini, sama Grandma," ajak Elsa sembari mengulurkan kedua tangan. Thel menggelengkan kepala. Sebelum akhirnya kembali menangis hebat. Tak hanya menangis, ia juga menyebut kata 'Momma' dan terus memeluk leher Grez.
"Ya ampun, lucu banget cucu kamu, Jeng. Kamu umurnya berapa? Sini, sama Oma," ucap Wirna menawarkan. Akan tetapi, hasilnya nihil! Thel menggelengkan kepala menolak.
Lihatlah wajahnya! Begitu merah menyedihkan. Ada banyak ingus yang menyumbat di hidungnya. Dan tangan mungilnya, penuh dengan air mata. Terlihat lengket jika tidak dibersihkan. Sial untuk Enza! Thel tampak sudah mengetahui keberadaannya. Benar-benar batita cerdas! Secerdas ayahnya, Freinz. Kalau begitu, tak ada gunanya lagi Enza menutupi wajah. Yang hanya bisa ia lakukan sekarang hanyalah meneruskan aksinya dan berdoa. Berharap Thel tidak datang menghampirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir Kehangatan (END)
Novela JuvenilEND R 15+ 《PART LENGKAP》 ▪︎Genre spritual ▪︎ Cool boy series #1 ~ Cintamu ada untuk didapatkan dan juga dilepaskan ~ Takdir. Ya, takdir. Setiap orang pasti memiliki yang namanya takdir. Hal ini pun sudah tercantum dalam Al Quran yang menyatakan bahw...