Keesokan paginya, sesuai janjinya, Freinz mengajak Enza menikmati indahnya laut di pulau pribadi miliknya. Bermodalkan helikopter pribadi, Freinz memboyong Enza menuju pulau dan mengajaknya berlibur seharian di sana. Enza pun setuju, dan di sinilah ia berada. Memeluk lengan kekar Freinz dengan hidung yang bertengger sebuah kacamata hitam. Hari ini, ia memakai hot pants selutut bewarna hitam dipadukan dengan kemeja motif bergaris. Dan tak lupa, sebuah topi pantai tampak melekat rapi melindungi kepalanya.
Sedangkan Freinz, kali ini, ia memakai pakaian santai. Hanya berkemejakan pantai yang dipadukan dengan celana denim pendek bewarna hitam—sama dengan Enza. Tak lupa juga kacamata hitam Wayfarer yang bertengger di batang hidung mancungnya, yang ia jadikan sebagai pemanis sekaligus penambah daya pikatnya. Untuk pelindung kakinya sendiri, mereka sepakat memakai sandal.
Mengingat keduanya yang tidak suka panas dan menyukai dingin. Jadi, agar mengurangi dampak tersebut, mereka pun memakai sandal. Sungguh pasangan yang serasi dan kompak. Dimana-mana, mereka selalu memutuskan dan melaksanakannya bersama. Tak ada perdebatan ataupun penolakan di antara dua belah pihak. Selalu menurut dan melakukannya bersama.
Setelah menempuh perjalanan satu jam, helikopter perlahan turun dan berhenti tepat di helipad. Enza pun bergegas turun dari helikopter dan berlari menuju pantai. Berteriak gembira sembari berputar-putar di bawah rindangnya pohon beringin. Menatap hamparan ombak yang perlahan kian menjauh. Menghantarkan rasa dingin yang menyejukkan badan ditemani dengan pasir pink. Ingat! Pasir pink! Bukan hitam maupun putih.
"Freinz, ini keren banget. Aku gak pernah merasakan pantai seperti ini. Ini ... Luar biasa!" decak Enza menatap Freinz penuh binar. Freinz mengacak rambut Enza singkat sebelum akhirnya menggandengnya dan mengajaknya ke sebuah tebing.
"Kita mau kemana?" Freinz tak menjawab. Terus melangkah menuju tebing di hadapannya hingga berhenti tepat di depannya. Ia pun mengarahkan jempol di fingerprint. Hingga muncullah sebuah cahaya dari hadapan Freinz yang diyakini adalah pendeteksi wajah. Sebelum akhirnya sebuah pintu tersembunyi terbuka di balik dedaunan menjalar.
Freinz masuk ke dalam sembari menggandeng tangan Enza. Seketika Enza berdecak kagum mengetahui isi dari ruangan tersebut.
"Wow! Banyak sekali kapal pesiarnya. Kamu beneran anak kaya?" tanya Enza retoris. Freinz tidak mengubris. Mencari keberadaan nakhoda dan berbincang-bincang sebentar dengannya. Sementara Enza memilih untuk berkeliling dan melihat-lihat jajaran kapal pesiar koleksi Freinz.
"Kamu mau naik kapal pesiar yang mana?" tanya Freinz menawarkan. Enza tersentak. Ia tampak terdiam sembari menimang-nimang.
Kenapa tidak? Ada banyak sekali jenis pesiar yang dimiliki Freinz. Mulai dari yang berukuran kecil hingga berukuran besar. Semua dimiliki olehnya. Entah berapa banyak penghasilan yang dimiliki keluarga Orlandz hingga memiliki banyak kendaraan yang kerennya adalah pribadi. Ingat! Pribadi yang artinya hanya dimiliki oleh keluarga Orlandz saja.
"Um ... Aku ... Mau pilih ...." Enza meletakkan telunjukknya di dagu. Berpikir keras 'tuk menentukan pilihannya.
"Jangan lama-lama, kasihan Thel menunggu kita untuk dijemput," celetuk Freinz yang mampu membuat Enza menolehkan kepala.
"Emang Thel kemana?"
"Bukannya tadi malam kamu sudah video call dengannya? Kenapa masih bertanya lagi?"
"Oh, yang itu. Ehehe ... Maaflah, aku agak telmi tadi." Freinz berdeham.
"Kalo gitu, aku pilih yang itu aja!" ucap Enza bersemangat sembari menunjuk The intermarine 55 luxury yacht. Freinz menganggukkan kepala dam mempersilakan Enza untuk naik. Enza bersorak girang dan bergegas menaiki kapal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir Kehangatan (END)
Teen FictionEND R 15+ 《PART LENGKAP》 ▪︎Genre spritual ▪︎ Cool boy series #1 ~ Cintamu ada untuk didapatkan dan juga dilepaskan ~ Takdir. Ya, takdir. Setiap orang pasti memiliki yang namanya takdir. Hal ini pun sudah tercantum dalam Al Quran yang menyatakan bahw...