🌼 DUA PULUH TUJUH

207 22 0
                                    

Aku fikir kita sudah sama-sama saling percaya, ternyata semua itu salah, kita sama sekali belum bisa saling percaya.

a.n Karin Putri Hartanto

***

Karin dan teman-teman satu grup drama nya sudah berkumpul dan kini sedang berdiskusi akan drama apa yang mereka tampilkan. Mereka semua mengaku lupa karena terlalu fokus pada pelajaran lain. Dan hal tersebut membuat mereka semua sama-sama merasa bahwa tak ada yang salah disini, yang ada hanya kesalahan bersama karena memang mereka semua sama-sama salah.

“Oh, iya. Kira-kira drama apa yang mau kita bawakan dan gimana soal pemeran dan latihannya?” Tanya Karin.

“Kalo gue sih ikut aja. Ada yang punya saran?” Tanya Andra.

Mereka terdiam sejenak sampai Okan berkata, “Gimana kalo dramanya kita buat sendiri aja skenario nya?”

Mereka mengangguk-angguk sejenak, sampai suara Tika mengintrupsi, “Gue aja yang bikin naskahnya, gue bisa bikin bareng sama Salsa. Karena kebetulan rumah kita deket. Jadi kalian serahin aja semuanya sama kita berdua. Lagian juga si bu Ajeng nyuruh main drama tapi satu kelompok Cuma 5 orang, gak gila? Drama tuh minimalnya harusnya sih setau gue ya 7 orang.”

“Oke, kalo bisa dalam dua hari naskahnya jadi, ya? Biar kita latihannya selama lima hari. Usahakan, ya?” seru Karin.

Tika tersenyum miring, “Besok juga udah jadi, kok.”

“Whoahh… tenang deh gue. Soalnya Bu Ajeng tuh kalo tahu tugasnya gak di kerjakan bisa ngamuk dan bisa-bisa kita di habisin sama dia. Guru killer kayak Bu Ajeng tuh susah di ajak kompromi soal gak ngerjakan tugas.” Seru Andra dengan senyuman mengembang.

***

Kenan mengucek matanya saat ia merasakan pergerakan pelan di sebelahnya. Saat matanya terbuka, tampak Elfan sedang tersenyum tak enak kearahnya, “Maaf kalo gue ngebangunin lo, gue tadi mau mandi duluan, eh baru gue mau turun dari ranjang, elo kebangun gara-gara gue gerak. Hehe… maaf,”

Kenan tersenyum Jugan, “Santai kali, Fan. Gue emang begitu orangnya, kalo tidur gampang kebangun sama sesuatu.”

“Ngomong-ngomong lo tinggal sendiri?” Tanya Elfan.

Kenan mengangguk, “Orang tua gue tinggal di Korea karena kerjaan mereka dan kakak gue tinggal di New York karena dia lagi belajar giat untuk jadi desainer terkenal.”

“Gak kesepian emangnya elo tinggal sendiri di apartemen kayak gini? Dan ini juga letaknya di pinggir kota.”

“Yang namanya jauh dari keluarga ya udah pasti kesepian, lah. Tapi mau gimana lagi? Padahal gue bisa aja ikut orang tua atau kakak gue tinggal di Korea atau di New York, tapi gue gak mau. Karena kalo di Korea, bisa-bisa ntar gue di panggil Oppa-oppa. Kalo di New York gue cuma takut gak bisa jaga diri aja. Karena gue yakin, sebaik apapun orang, pasti ada saat di mana dia bakal kegoda sama sesuatu.”

Elfan mengangguk sambil tersenyum mendengar jawaban dari Kenan yang sangat logis. Ia jadi merasa kasihan pada Kenan yang sudah pasti sangat kesepian, lagipula Kenan orangnya sangatlah baik. Dan bisa di bilang teman yang baik, dan gak akan menjerumuskan temannya ke lembah kesalahan. Bukan seperti dirinya yang bisanya membawa pengaruh buruk pada teman-temannya.

“Sori..”

Seruan dengan nada menyesal dari Elfan mengundang tanda Tanya besar di fikiran Kenan, “Kenapa lo minta maaf? Emang elo salah apa?”

Dengan senyuman tipis Elfan menjawab, “Maaf karena gue udah ngira kalo elo, tuh mau nyaingin gue untuk deket sama Karin, elo mau ngerebut Karin dan segala fikiran negatif gue ke elo. Gue minta maaf banget.”

Kenan membalas senyuman Elfan dengan kekehan pelan, “Fan, gue itu gak ada niatan mau ngerebut Karin. Emang, bisa dibilang gue suka sama Karin, tapi gue udah tahu dari awal kalo elo sama Karin deket, jadi gue deket sama Karin cuma mau jadi sahabat atau kakak bagi Karin."

"--Dan itu Juga gue udah nganggep Karin sebagai sahabat sekaligus adek gue sendiri. Elo kan tau sendiri kalo Karin itu orangnya humble dan gampang di ajak bicara, jadi banyak banget yang mau deket sama dia, termasuk gue.”

Elfan tersenyum lebar, “Pokoknya gue janji mulai hari ini gue bakal jadi temen lo.”

Kenan mengerenyit, “Emang siapa yang bilang gue mau jadi temen lo?”

Elfan terdiam dan senyumannya memudar. Namun hanya sebentar, karena Kenan kembali melanjutkan ucapannya, “Gue maunya jadi sahabat lo!”

Elfan memukul lengan Kenan pelan, benar perkiraannya jika Kenan sangatlah baik, dan bisa di bilang jika Kenan adalah tipe pacar atau bahkan suami idaman bagi pada wanita. Dan Elfan sebagai pemuda, ia merasa iri pada kepribadian Kenan yang sangat baik, pengertian dan perhatian.

Sedangkan kini, Elfan adalah pemuda posesif dan emosian yang tak mau mendengar penjelasan orang lain. Dan juga selama ini ia sudah sangat-sangat-sangat salah sangka pada Kenan. Ia selalu mengira bahwa Kenan adalah seorang PHO --Perusak Hubungan Orang--,  Dan itu makin membuat Elfan sadar bahwa ia sangat keterlaluan.

“Udah jam enam, Fan. Elo mau mandi duluan atau gue duluan?” Tanya Kenan.

“Gue duluan. Karena gue tamu.” Jawab Elfan dengan kekehan.

“Tamu? Bukannya elo numpang, heh?” Tanya Kenan menyindir.

Elfan hanya terkekeh konyol dan langsung masuk kedalam kamar mandi.

***

Karin menggeliatkan tubuhnya di atas ranjang saat mendengar suara alarm yang begitu nyaring. Dengan malas ia bangun dan langsung masuk kedalam kamar mandi. Sekitar dua puluh menit Karin di dalam kamar mandi, ia keluar dengan handuk mandi.

Dengan segera ia menuju lemari dan memakai seragam sekolahnya. Jam setengah tujuh ia telah siap dengan baju seragamnya dan tas sekolahnya. Ia turun ke lantai bawah dan tak menemukan siapapun di dapur ataupun di ruang televisi. Karin menghembuskan nafas berat dan langsung membuka kulkas dan menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri. Namun, tiba-tiba terfikir di otaknya untuk membawakan Elfan bekal.

Karin memakan roti selai coklat yang ia buat untuk ia sarapan. Tak lupa ia membawa empat potong roti dan ia masukkan kedalam kotak bekal. Dengan senyuman mengembang Karin berjalan keluar apartemen dan langsung memesan ojek online untuk ia mengantarnya ke sekolah. Dalam waktu sepuluh menit ojek yang Karin pesan sudah sampai dan dengan segera Karin naik dan berangkat ke sekolah.

***

Karin berjalan memasuki sekolah dengan langkah biasa. Ia merasa masih mau berlama-lama berjalan agar tak cepat sampai kelas. Namun, tiba-tiba

PLAKKK!!

Sebuah tamparan keras mengenai pipi putih Karin yang langsung membuat pipi Karin memerah. Karin menoleh dan menemukan Nessa dengan tatapan dingin menusuknya. Karin mengerenyitkan keningnya melihat Nessa menamparnya.

Dengan tatapan sama, Nessa mulai berjalan meninggalkan Karin. Dengan cepat Karin berteriak, “APA-APAAN SIH, NES?!”

***

Konflik apa lagi ini miskah? Hehe...

Kuy di vote dan komen!

Kenzalert12

Selasa, 26 Januari 2021

FAKE OR TRUE [Nanonprim] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang