Hai Author update nih, mau nanya dulu sebelumnya. Kalian pilih mana? Author nyelesaiin 1 cerita ini dulu atau Author juga menerbitkan cerita yang lain, yang penting konsisten.
Enjoy reading
####
Iqbal POV
Semua orang tertunduk lesu, seolah sudah tidak ada harapan hidup lagi. Sesekali aku memandang wajah-wajah para karyawan ku, ada kesedihan yang tak bisa digambarkan yang muncul. Sesekali menghadap ke langit, disana terlihat bulan yang sedang nyaman bersembunyi di balik awan, seolah tidak ingin menemani dunia yang penuh dengan fatamorgana.
"Itu dia datang." Ucap Guru BK sambil menunjuk orang yang dia sebut sebagai anaknya.
Aku kaget saat mataku bertemu dengan mata orang yang ditunjuk, aku hanya bisa terdiam lalu tersenyum kecut dan menunduk. Tak lama kemudian, air mataku lolos begitu saja, tanpa mampu ku bendung sama sekali.
"Orang sebaik kamu, tak pantas menjatuhkan air mata, apalagi untuk hal yang sia-sia." Ucap orang itu sambil mengangkat wajahku dan mengusap air mata.
Mulutku seakan terkunci begitu saja, tak mampu mengatakan apa-apa. Aku langsung memeluknya dengan erat, tidak peduli apa yang orang lain lihat.
"Jahat,,, jahat,,,, jahat,,,,." Ucapku sambil memukul pelan dadanya.
"Kamu tidak perlu menilai mereka." Ucapnya tanpa dosa.
"Bangsat,,,, " Ucapku emosi.
"Anak dibawah umur tidak boleh ngomong kasar." Tegurnya.
"Aku bicarakan itu bang Iqbal bukan mereka, aku tidak peduli dengan mereka. Yang jelas bang Iqbal jahat." Ucapku semakin emosi.
"Maaf." Ucap bang Iqbal, seperti memahami arah pembicaraan.
"Udah-udah, lepas kangennya nanti aja. Kita antar pulang dulu mereka." Ucap Guru BK.
Kami pun terbagi 3 mobil. Aku, Adel dan Ibu ikut mobilnya bang Iqbal.
"Apa kau juga ragu dengan pertemanan ku?" Tanya Adel dengan khawatir.
Aku tidak menjawab, bukan karena aku ragu dengan ikatan pertemanannya itu, tapi masih banyak hal yang aku pikirkan.
"Jika kamu ragu dengan pertemananku, aku tidak memiliki apa-apa untuk dibanggakan dan ditargetkan." Ucap Adel lirih.
Aku pun tersadar dengan apa yang Adel rasakan, ku tepiskan semua pikiran yang mengganggu.
"Aku sedang memikirkan hal lain Del, tidak ada hubungannya dengan pertemanan kita. Aku yakin kau berteman dengan ku karena kau ingin belajar banyak hal dari aku." Ucapku berhati-hati.
"Terima kasih, aku akan mencoba menjaga kepercayaan dari mu." Ucapnya tersenyum.
Aku kembali sibuk memikirkan hal lain, aku merasa tidak ada waktu sedikit pun untuk lengah. Sesekali aku melirik Ibu, dia terlihat sedang berpikir keras. Ingin rasanya aku menegur, namun aku juga tidak mau memutuskan rantai-rantai pikiran yang sedang Ibu susun.
####
Semua karyawan sudah kami antar ke rumah masing-masing. Kini hanya ada Aku, Ibu, Guru BK, Bang Iqbal dan Petugas perpustakaan. Kami semua berkumpul di ruang tamu rumah kontrakan ku.
"Kamu masih bersedih dan tidak percaya dengan semua ini nak?" Tanya Guru BK setelah menyadari aku terdiam begitu lama.
Aku tersenyum dengan pertanyaan yang terlontar, kentara sekali rasa khawatir nya.
"Iqbal nggak punya waktu untuk memikirkan itu pak." Ucapku santai.
Bang Iqbal menggenggam tanganku erat, seolah memberikan kekuatan padaku. Tak lama setelah itu, dia menarik kepalaku agar bersandar di dadanya yang bidang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-gara Ilham (End)
Подростковая литератураIqbal,anak pengusaha terkenal yang sangat populer dari kalangan pelajar SMA Harapan. Tidak, Iqbal tidak memanfaatkan ketenaran orang tuanya untuk mendapatkan semua ini, tapi dia berjuang dari awal yang ujungnya berbuah manis. Dia sangat pintar, bahk...