Awal Lembaran Baru

4.6K 226 6
                                    

Hai,,, Hai,,, mimin mau minta maaf nih soalnya baru bisa update lagi.

Mimin lagi kurang sehat, jadi harus istirahat banyak

SEBAGAI PERMINTAAN MAAF MIMIN, KALI INI AKAN UPDATE DIA PART SEKALIGUS. ENJOY READING

Pemberitahuan
1. Sejak awal cerita ini memang tidak punya gambar/foto tokoh. Sekalipun hanya sebagai perumpamaan, saya tidak mau mengambil foto orang lain.

2. Penulis hanyalah pemula

3. Penulis tidak menerbitkan tulisan di tempat lain.

4. Jangan lupa Vote dan Comment ya

5. Kisahnya di ketik di hp jadi kalau ada banyak typo, Mohon Maaf yang sebesar-besarnya.

####

Iqbal POV

Hari terus berjalan, kehidupanku berjalan seperti biasanya. Begitupun dengan Ilham, kita memang sekolah di tempatnya sama namun kita tak berangkat bersama. Aku tetap menggunakan angkutan umum dan dia menggunakan mobilku, mobil yang ayah beli sebagai hadiah ke 17 tahunku. Karena aku tidak menggunakannya, jadinya ayah mencarikan supir pribadi untuk Ilham. Aku tidak terlalu memikirkannya, terlebih itu terlalu mewah untuk hadiah ulang tahun. Kehidupanku baik- baik saja, Bangun - olahraga - sekolah - kerja - kerjakan PR - tidur. Begitu seterusnya, seakan roda berputar pada tempat yang sama terus menerus. Ilham pun semakin keren dan terkenal di sekolah, bahkan dia bergaul dengan Farhan sehingga bertambah cepatlah dia terkenal.

"Bal, Nis. Paman mau bicara"

Itu paman Anis, pemilik kafe tempat kami bekerja. Tentunya kami di terima bukan karena orang ini, kami di terima karena skill. Aku memasak dan Anis kasir. Untuk urusan memasak, aku jagonya. Tentunya karena didikan bi Minah dan akan kalah kalau bertanding dengan bi Minah. Sedangkan untuk urusan keuangan, tidak ada yang meragukan kemampuan Anis, terlebih untuk hitung-menghitung.

"Ada apa ya om? Apa kami melakukan kesalahan?" Tanyaku ragu.

Pamannya Anis tersenyum.

"Kalau iya kami minta maaf ya paman, tapi seingat Anis nggak deh" sambung Anis

Anis juga terlihat gugup, meski ini pamannya, dia takkan terlena dan berlaku semena-mena. Dia tetap harus bekerja sesuai dengan karyawan lain.

"Enggak kok, jadi gini......."

Pamannya Anis menjelaskan panjang lebar tentang kafenya yang semakin rame dan banyak pesanan.

"Berarti bagus dong, itu tandanya kafe ini semakin terkenal" ucapku yang masih bingung dengan panggilan mendadak ini.

"Iya bagus, tapi kalian ingat nggak moto kafe ini apa?" Tanyanya

"Kepuasan pelanggan adalah nomor satu" jawabku dan Anis serentak dan sama-sama ragu.

"Nah kalian sudah tahu tuh permasalahannya" Jawab paman.

Aku berpikir sejenak dan

" Jadi maksud om...."

Aku dan Anis sama-sama menghentikan ucapan kita yang serentak.

"Kamu berpikiran yang sama?" Tanya Anis.

"Kan kita sahabat" Jawabku,meskipun belum tahu apa pikirannya.

"Duluan aja" Lanjutku.

Kalau Anis sudah mengeluarkan ide, tak ada seorangpun yang meragukannya, begitupun jika aku yang mengeluarkan ide juga.

"Jadi yang Anis tebak itu paman mau buka cabang dan kita yang kelola. Kamu gimana?" Tanya Anis

" Yang di pikiranku sih, paman buka cabang, kita yang kelola dan kita juga yang modalin cabangnya" Jawabku ragu.

Gara-gara Ilham (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang