Pilihan yang Sulit

2.1K 107 4
                                    

Mau tanya, kalau author bikin grup WA atau tele gimana? Biar kalian bisa nanya-nanya gitu


Iqbal POV

Aku telah melewati minggu-minggu yang begitu berat, tidak hanya menguras tenaga dan pikiran, aku juga harus mampu menahan rasa rinduku, meski sebenarnya aku melihatnya setiap hari. Banyak hal yang berubah, begitupun dengan dunia ku. Mereka yang dulu memandangku sebelah mata, kini menatap takjub dengan apa yang ku raih. Aku tidak peduli berapa banyak mata yang memuja karena aku berhasil mencatat sejarah prestasi sekolah ini. Yup, aku masuk dalam tiga besar UN tertinggi nasional, membuat namaku melambung tinggi. Sekali lagi, aku tidak peduli dengan semua itu. Aku hanya bangga saat mereka kembali. Ya Anis kembali ke tiga besar sekolah, meski tidak mampu finnish sebagai runner up.

"Selamat ya Del." Ucap Anis pada Adel.

Ya, Adel berhasil mengalahkannya dan finnish sebagai runner up. Ada hal yang lebih membuatku bangga selain prestasi mereka berdua. Farhan dan Ilham masuk dalam 10 besar tertinggi, itu sangat membuatku bangga. Tidak sia-sia aku mengajari mereka, aku menahan keinginan untuk hal lain kepada Ilham. Sejak kejadian waktu itu, Farhan sudah berteman baik denganku, bahkan dimana ada aku, pasti ada Farhan dan Ilham. Kami pun memutuskan untuk merayakan prestasi yang baru kami raih.

"Sebelum merayakan, ada pengumuman penting." Ucap bang Iqbal.

Kami semua menatapnya, menunggu bang Iqbal mengatakan apa yang mau dia umumkan. Bang Iqbal berjalan kearah Anis, sementara Anis hanya tersenyum, seolah sudah tahu beritanya.

"Setelah berdiskusi, Kami rencananya mau nikah dua minggu lagi." Ucap bang Iqbal lalu merangkul Anis.

Semua kaget mendengar apa yang bang Iqbal katakan, aku sendiri tidak percaya tapi aku tetap mendekat ke arah Anis dan menatapnya. Anis hanya menganggukkan kepalanya, aku langsung melepas paksa rangkulan bang Iqbal.

"Akhirnya." Pekikku sambil memeluk erat Anis.

Aku tidak bisa mengungkapkan bagaimana bahagianya, hanya memeluk erat sahabatku. Bahkan ku lupa bahwa Anis sedang hamil. Tapi tak lama aku memeluk Anis, aku merasa bulu kuduk ku berdiri sendiri, seolah ada ancaman dari belakang. Aku pun berbalik,kudapatkan bang Iqbal dan Ilham yang sedang menatapku dengan tajam, seolah ingin membunuhku.

"Biasa aja kali, namanya juga sahabat." Ucapku sedikit takut.

"Dia itu milik orang lain, nggak boleh sembarangan." Ucap bang Iqbal.

"Udah punya pacar, masih aja genit." Ucap Ilham tak mau kalah.

Aku hanya menunduk kikuk mendengar ucapan mereka, merasa bersalah.

"Udah-udah, Ibal kan cuma kegirangan aja." Ucap Anis menengahi.

"April mop." Ucap bang Iqbal dan Ilham barengan.

Ilham langsung memelukku, tak ingin aku ketakutan.

"Jahat." Lirih ku sambil memukul pelan dada Ilham.

Ilham hanya mengeratkan pelukan.

"Ibal." Panggil Ibu.

Aku langsung melepas pelukan, berbalik ke arah Ibu.

"Ada apa bu?" Tanyaku.

"Ibu mau ngomong, tapi berdua aja." Ucap Ibu padaku.

Aku pun mengikuti Ibu dari belakang,

"Nak,,,, " Ucap Ibu menjeda, seolah ragu dengan apa yang ingin dikatakan.

Aku hanya menunggu Ibu melanjutkan ucapannya.

"Tapi kamu jangan marah ya." Ucap Ibu.

Aku hanya mengangguk, tak sabar dengan apa yang ingin dikatakan Ibu.

Gara-gara Ilham (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang