Karma itu nyata

2.5K 157 8
                                    

Sebelum ke cerita, Author mau klarifikasi dulu nih. Dulu Author pernah update yang bagian ini

Nah setelah Author baca-baca tulisan sendiri, ternyata Author sadar ada bagian yang kurang teliti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nah setelah Author baca-baca tulisan sendiri, ternyata Author sadar ada bagian yang kurang teliti. Jadwal updatenya Selasa, Kamis dan Minggu. Tidak seperti pada screenshot diatas.

####

Iqbal POV

Tak terasa waktu terus berjalan begitu saja, bahkan aku tidak menyangka sekarang sedang menghadapi ujian kenaikan kelas, padahal rasanya baru kemarin aku menjadi kakak kelas tapi sekarang akan menjadi siswa senior. Kehidupanku baik-baik saja setelah semua pengkhianatan itu terjadi, aku memaksakan diri untuk berdamai dengan keadaan dan mencoba untuk baik-baik saja. Aku harus ekstra berpura-pura bahagia di depan mereka yang mengkhianati ku, tapi sejujurnya aku memang bahagia karena hadirnya orang-orang yang begitu menyayangi ku. Aku pun lebih selektif lagi dalam memilih teman, aku tak ingin jatuh di lubang yang sama. Meski sebenarnya aku tidak terlalu peduli dengan apa yang mereka lakukan, tapi trauma itu tetap ada.

"Ada yang susah?" Tanyaku pada Adel dan teman belajar kelompok ku.

Sejak dikhianati, aku memang selalu berkunjung ke kelas Adel. Sekedar menyapa atau membicarakan banyak hal. Terlebih kelompok belajar ku ada di sini.

"Ada sih beberapa soal yang menguras waktu tapi aku bisa kok, soalnya kita udah pernah bahas." Ucap seseorang.

Teman yang lain pun ikut mengangguk termasuk Adel. Aku merasa cukup puas dengan jawaban mereka, hanya bisa melemparkan senyuman. Setidaknya semua sudah berusaha sekuat mungkin, hasilnya biarlah nanti kami pikirkan.

"Sampai kapan?" Tanya Adel.

Aku hanya mengernyit tak mengerti dengan apa yang Adel tanyakan.

"Damailah dengan dirimu sendiri, jangan mencoba memaksa berdamai dengan keadaan." Ucap Adel tanpa menoleh.

Aku menatap Adel yang masih memandang lurus ke depan, tanpa menoleh kearah ku. Ada semburat emosi pada raut wajahnya, mungkin itu alasan dia tak berani menoleh padaku.

"Bersikaplah seolah tidak ada yang terjadi dan cobalah tunjukkan bahwa memang tidak ada yang terjadi dan tidak ada yang perlu disesalkan." Jawabku.

Adel menatap ku, aku melemparkan senyuman padanya. Aku yakin Adel paham dengan semua yang ku maksudkan. Tak perlu menghabiskan waktu untuk membenci, karena waktu ku jauh lebih berharga dari apa yang menjadi emosi negatif ku.

####

Kami semua sudah melewati UKK dengan usaha yang maksimal, dan hari ini adalah pembagian hasil jerih payah kami selama satu semester.

"Baiklah ibu akan mengumumkan para juara paralel." Ucap seorang guru.

Ini saat yang aku tunggu, saat dimana semua orang menarug harapan besar untuk berdiri di panggung sana. Aku takut, aku takut tidak bisa mempertahankan posisiku yang berada peringkat ke 2 di semester lalu. Tak mudah mempertahankan sesuatu, lebih memperjuangkan. Aku sudah berusaha berjuang untuk menjadi sang juara, namun aku juga khawatir bahwa posisi ku lah tidak aman.

Gara-gara Ilham (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang